Jingga Pov.
Brum...
Harley Davidson yang dikendarai oleh Kevin melesat cepat memaksaku untuk memeluk pinggangnya kuat-kuat. Untung saat ini masih sangat pagi sehingga jalan tidak macet dan aku tidak perlu senam jantung akibat tidak terbiasa naik sepeda motor secepat ini ketika ada kendaraan yang memadati jalan. Siapapun tahu seperti apa prestasi Jakarta dalam kategori macet.
Bukannya aku tidak pernah naik sepeda motor tapi aku tidak pernah menaiki sepeda motor dengan kecepatan yang lebih dari 70 km/ jam. Rasanya seperti terbang.
"Kau takut?" tanya Kevin.
Aku yang memang ketakutan tidak menyangkal, sambil memejamkan mata dan memeluk erat pinggang Kevin ku menjawab, "Iya Daddy..."
Entah suaraku terdengar berteriak atau tidak, aku hanya bisa menjawab.
Semua orang pasti mengira betapa berutungnya aku bisa memeluk jelmaan rasa iri para pria ini. Pasti mereka menuduhku mencuri kesempatan memeluk untuk meraba ototnya. Dengan keras aku membantah tuduhan ini, seseksi apapun Kevin, bahkan jika ia tak memakai busana saat ini --- aku tidak akan tertarik dengannya. Mana ada waktu mencuri kesempatan atau meraba - raba ototnya ketika aku tidak yakin bisa selama sampai di perusahaan ayahku.
'Ya Tuhan jangan biarkan aku mati dalam keadaan masih perawan. Itu sangat menyedihkan,' batinku.
Jingga Pov End.
Normal Pov.
Bukannya Kevin tidak tahu Jingga ketakutan setengah mati saat ia mengebut di jalanan ibu kota yang masih sepi. Memang inilah tujuannya mengebut dan memilih Harley davidson untuk menuju kantor. Kevin tahu dengan jelas jika dia tak akan bisa berpegangan tangan secara normal dengan Jingga jika dalam kondisi normal. Jadi dia menggunakan cara ini agar dipeluk Jingga. Hasilnya tidak mengecewakan, Jingga memeluk erat Kevin sampai ia bisa merasakan gundukan lembut di punggungnya.
'Ternyata ia memiliki apel yang lumayan di tubuhnya yang kurus,' batin Kevin.
Ini adalah perjalanan menuju tempat kerja terbaik yang pernah ia rasakan. Dipeluk gadis yang masih perawan sangat sesuatu. Beda lagi dengan para wanita yang sudah tidak original.
Anggap dia b******n sudah mencoba merayu gadis yang memiliki hubungan dengan Mei. Sebab Kevin memang sangat membenci wanita licik itu, dan Jingga ia jadikan alat untuk menyakiti Mei. Lagi pula tak ada salahnya mengambil buah ranum sang gadis perawan.
Kevin tidak perduli apa status Jingga, dia juga tidak perduli seperti apa perlakuan Mei pada Jingga. Yang ia perdulikan adalah menyakiti Mei dan kalau bisa mendapatkan buah ranum yang masih tersegel itu. Andai saja Kevin tidak membutuhkan sesuatu dari wanita itu, pasti dia tidak sudi memiliki hubungan dengan Mei. Dan Jingga juga tidak akan terseret dengan kebencian dari Kevin.
Awalnya Kevin mengira jika akan sangat bosan saat menginjakkan kaki di rumah janda itu. Akan tetapi, melihat Jingga yang nampak polos dan penurut membuat insting berburu Kevin bergejolak. Di luar negeri dia bukan pria yang suka bermain - main dengan wanita, akan tetapi kehadiran Mei di hidupnya mengubah Kevin menjadi tidak terlalu menghargai wanita. Tanpa perduli apakah Jingga bersalah atau tidak, dia tidak ragu mempermainkan perasaan gadis itu.
"Kita sudah sampai," ucap Kevin.
Securty sudah menyambut Kevin dan Jingga di depan lobi dan siap untuk memarkirkan motor gede itu.
Jingga yang masih memeluk erat Kevin akhirnya membuka mata dan melepaskan tangannya dari pinggang Kevin. Dia mengerjap dan menghela nafas lega ketika sadar sudah sampai di perusahaan.
"Selamat datang tuan, nona Jingga. Lama non tidak ke sini," sambut kepala securty.
Jingga masih agar gemetaran karena bersepeda tadi tetap menjawab pertanyaan pak Joko sang kepala securty.
"Halo pak Joko. Aku memang ada di Surabaya selama beberapa tahun Pak."
"Syukurlah non Jingga kembali lagi."
Kevin memperhatikan Jingga saat ia dan securty saling mengobrol. Dia mengamati wajah lembut Jingga yang tak terpoles riasan make up tebal. Gadis ini hanya melapisi lipgloss ke bibirnya yang membuatnya semakin imut. Kevin tak jemu menatap wajah Jingga yang memang sangat segar.
"Benar - benar layak untuk dinikmati. Aku seperti menyelam sambil minum air. Saat aku berhasil menikmati Jingga, aku juga akan menyakiti Mei dengan buruk. '
Niatan Kevin yang sangat di luar dugaan Jingga terus menggunung bersama dengan kekagumannya pada sang dara. Dalam gerakan lembut dan tak terlihat, dia memperhatikan tiap lekukan Jingga yang menggoda.
'Suatu saat semua yang kau miliki akan aku nikmati Jingga.'
Kevin melihat jamnya dan mengajak Jingga masuk.
"Ayo Jingga, kita masuk sebelum karyawan lain datang," ucap Kevin.
Jingga agak kebingungan melihat Kevin yang juga ikut masuk ke menara Pra- building.
"Kantor Daddy juga berumah di sini?" Tanya Jingga.
Kevin tersenyum melihat kepolosan Jingga. Gadis ini masih tidak sadar jika dirinya adalah pemilik gedung pencakar langit ini. Pra - building singkatan dari Pratama building, jadi tentu saja ia bekerja di sini.
"Ya," jawab Kevin.
Dia mengusap surai Jingga sayang, tiap gerakannya mencerminkan jika mereka adalah sepasang kekasih. Kevin begitu perhatian dan bersikap gentleman.
Securty yang berjaga di lobi menyambut kedatangan Kevin dan Jingga. Para reseptionis juga segera berdiri begitu melihat Kevin. Keduanya membalas sapaan mereka lalu baik lift khusus.
***
Di pihak lain, Mei tidak bisa menguasai dirinya. Pemandangan Kevin dan Jingga yang berboncengan motor gede milik Kevin menyayat hatinya dengan kejam.
"Kenapa kau memanjakan Jingga sampai seperti itu Kevin! KENAPA!" Teriak Mei. Dia jatuh terduduk di ranjang sambil menangis. Wajahnya sangat mengerikan dan penuh kebencian pada Jingga.
Ia tak bisa terima kalah dari Jingga yang ia rasa kecantikannya jauh berada di bawahnya. Dia memiliki dadaa besar dan p****t yang aduhai. Pinggangnya seperti biola, dan suarinya yang panjang ia cat coklat agar kepirangan. Bukankah itu penampilan yang menakjubkan. Tapi kenapa Kevin sama sekali tidak meliriknya.
"Padahal, jika kau mau merasakan diriku sekali saja hiks... aku yakin kau akan kecanduan pada tubuhku Kevin. Dan kau akan melupakan perjanjian antara ibumu dan aku, yang menjadi sumber kebencianmu," ratap Mei yang masih bercucuran air mata.
Mei dari awal memang ingin menggunakan teknik bercintaanya untuk menarik perhatian Kevin. Keyakinannya sangat kuat jika cara itu akan berhasil, sama seperti ia berhasil mendapatkan hati Karim. Sayangnya Kevin sama sekali enggan menyentuhkan, bahkan enggan berdekatan dengannya. Jika ia nekat mendekati Kevin, hanya hinaan yang keluar dari mulut pria itu.
"Aku tidak bisa begini terus. Aku harus berbuat sesuatu..." ucap Mei. Dia mengusap pipinya yang penuh air mata.
Mei memikirkan cara agar mendapat perhatian dari Kevin. Dia mondar mandir memikirkan rencana yang bisa membuat Kevin memperhatikannya. Salah satu cara yang terlintas di pikirannya adalah memberi Kevin obat perangsaang.
"Benar juga. Kenapa aku tidak memikirkannya. Dengan obat itu Kevin tidak akan bisa menolakku, apalagi jika aku hamil. Oh ini sempurna..."
Mei kembali mendapatkan mood- nya setelah merasakan sakit hati akan pemandangan ketika Kevin dan Jingga berboncengan.
Mei menuruni tangga dan menuju ke tempat Asep berada. Dia ada di samping rumah khusus tempatnya menunggu tugas mengantarkan Mei ke mana - mana.
"Mang Asep, antar aku ke suatu tempat, " perintah Mei.
"Iya, Non."
Mang Asep yang juga ikut memata - matai Mei segera bersiap. Ia menunggu di dalam mobil sambil memanasi mobil terlebih dahulu.
"Antar aku ke tempat xxx club," ucap Mei.
Dulu dia memang bekerja di sana sebagai seorang manager. Dia juga tidak bisa tetap bertahan menjaga diri agar tidak ikut - ikutan berbaur dengan kehidupan dunia malam ketika serbuan kesenangan yang ditawarkan di dalam club datang tanpa henti.
Mei terlarut dan dia juga menikmati aktivitas hubungan satu malam. Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan sosok menakjubkan itu. Siapa lagi jika bukan Kevin. Pria itu begitu bersinar di antara rekan - rekannya yang lain. Sangat mengesankan dan menyedot dunianya.
Mei berusaha untuk mendekati Kevin yang acuh tak acuh terhadap sekitarnya. Dia bahkan tidak meledak sama sekali meskipun sudah berpenampilan luar biasa.
Flashback On.
"Apa anda butuh yang lain untuk menemani malam di sini selain minuman?" tanya Mei. Dia bertanya dengan ramah dan menunjukkan sikap profesional. Akan tetapi tatapannya tidak pernah meninggalkan Kevin yang sibuk dengan smartphone nya.
"Kami minta ditemani dua gadis. Dan beberapa vodka. "
Bukannya Kevin yang menjawab tapi rekannya yang sudah melotot Mei. Terutama di area yang montokk dan menggemaskan.
Mei nampak bangga saat rekan dari Kevin berhasil terpesona dengannya. Akan tetapi kebanggannya langsung runtuh begitu melihat Kevin yang sama sekali tidak meliriknya.
"Mereka akan segera datang."
Mei meninggalkan ruang VIP yang lantainya berada di atas. Dia menuruni tangga menuju sekumpulan para gadis yang siap menunggu pelanggan.
"Noh ada orang - orang berdompet tebal. Jangan lewatkan ya?" ucap Mei pada gadis yang berdandan habis - habisan dan berpakaian sangat minim.
"Tenang saja. Kau nanti dapat bagianmu, " ucap gadis.
"Tunggu, kalian berdua selidiki cowok pake kaos putih itu ya. Seleranya kayak apa?"
Kedua gadis itu berpandangan. "Cie, rupanya kamu tertarik ama pria itu ya? Woah, dia memang high quality sich..."
"Okelah, tunggu berita dari kami ya?"
Mei mengantarkan dua gadis itu ke ruang Vip, tapi dia tidak langsung pergi ke bawah. Mei yang masih penasaran berusaha dengan caranya sendiri menarik perhatian dari Kevin.
Sambil menunggu informasi dari dua gadis yang memang pekerjaannya menjajakan cinta satu malam, Mei menari di lantai menari. Dia bergerak - gerak seduktif tanpa mengalihkan pandangannya dari Kevin. Gerakannya begitu vulgar dan mengundang semua itu dengan harapan agar Kevin sedikit saja meliriknya.
Sekali lagi, Mei harus kecewa karena Kevin sama sekali enggan memperhatikannya. Padahal di lantai satu tidak terlalu banyak yang menari, apalagi dia memakai pakaian merah yang full payet, secara otomatis dia menonjol dari pada lainnya.
Sampai dua jam lewat, Kevin dan rekan - rekannya meninggalkan club, menimbulkan rasa kecewa di hati Mei. Sungguh mengejutkan mendapati pria yang ia rasa juga berusia tiga puluhan sepertinya, tidak tertarik padanya sedikitpun.
"Mei..." panggil kedua gadis yang tadinya menemani Kevin dan kelompoknya.
Mei segera mendekat pada mereka berdua, dan tidak sabar untuk mendengar cerita mereka.
"Dia sangat dingin. Aku hanya berhasil mendapatkan informasi dari rekannya. Dia adalah Kevin Pratama. Jika tidak memiliki kekayaan dan status maka jangan harap bisa ia lirik."
Mei menggumankan nama Pratama. Dia ingat jika Pratama adalah salah satu perusahaan raksaksa di negeri ini. Tidak mengherankan jika pria itu begitu angkuh.
"Terima kasih informasinya ya."
Meski tahu jika statusnya tidak selevel dengan Kevin, tapi Mei tidak mau menyerah. Dia pun menyusun rencana untuk mendapatkan Kevin dengan menyelidiki keluarganya. Dia juga menyusun rencana agar memiliki kekayaan dengan cara yang instan.
"Suatu saat, Kevin pasti akan menjadi milikku."
Flashback Off.
Normal Pov.
Tak Mei sangka jika ia akan menginjakkan kakinya di sini lagi. Padahal ia meninggalkan tempat ini demi Kevin, tapi ia juga menginjakkan kakinya di sini lagi demi Kevin.
Kevin memang sudah menjadi candu di hidupnya, dan mengatur kemanapun langkahnya berada.
"Mei, astaha. Sudah lama kamu ngak ke sini?" Sambut gadis yang dulu pernah ia suruh menemani kelompok Kevin.
Tak ingin berbasa basi, ia mengatakan niatannya pada temannya dulu. "Aku butuh obat biar barang yang ngak mau bangun, bisa greng nih," ucap Mei.
Gadis yang bernama Citra itupun kebingungan, sebab ia tahu jika suami Mei baru meninggal tapi dia justru meminta obat untuk bercintaa.
"Aku punya, tapi buat apa?" tanya Citra.
"Mana, kasih aku donk. "
Citra mengambil tasnya dan mengeluarkan tabung plastik kecil dari tasnya.
"Ini... memangnya buat apa sich?"
Mei hanya tersenyum dan enggan untuk menjawab. Dia meninggalkan club setelah memberi uang pada Citra.
'Ahaha akhirnya kau akan menjadi milikku Kevin.'
Tbc.