Ayo Bermain!

1550 Words
Hari minggu merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh semua orang, dan juga merupakan hari dimana semua orang bisa berkumpul bersama keluarga dan juga beristirahat dari pekerjaan maupun sekolah. Seperti yang dilakukan sikembar, kini mereka tengah berjoging dan mengobrol meskipun percakapan disominasi oleh Rossi. "Kakak, apa disekolahmu ada yang bernama Azka?" tanya Rossi dengan binar kebahagian dimatanya namun lenyap seketika ketika mendengar deheman sang kakak sebagai jawabannya. "Benarkah? Apa,, apa dia tampan?" kembali Rossi bertanya tanpa lelah. "Tidak, dia bodoh!" singkat Rossa yang kini tengah duduk dikursi taman karena lelah yang tentunya diikuti oleh sang adik yang tengah mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban kakaknya. "Benarkah? Tapi dia tampan dan menurutku dia pintar. Tapi melihat dari sikapnya walau sekali pernah berpapasan dia seperti kakak dingin" cerocos Rossi diakhiri dengan cengiran saat kakaknya mendelik kearahnya. "Sok tau" lagi dan lagi Rossa hanya menjawab singkat. Tapi Rossi tak heran meskipun kadang kesal sendiri karena kedinginan sang kakak yang tak mencair dan entah apa yang dapat mencairkannya. Namun walau begitu, ia sangat menyayangi kakaknya bahkan rela menukarkan nyawanya demi sang kakak. Walau itu tak akan pernah terjadi. Namun sebelum Rossi kembali ingin mengutarakan ucapannya, seseorang yang duduk disamping kiri kakaknya yang kosong tanpa permisi membuatnya berhenti. Karena orang yang dia bicarakan kini ada dihadapannya, sedangkan Rossa hanya melihat Azka dengan ujung matanya. Ya, orang itu adalah Azka topik keduanya. Rossi yang ditatap tajam oleh Azka hanya terdiam kaku. Karena bingung entah apa yang harus ia lakukan, sesekali ia menyenggol tangan sang kakak untuk mencairkan kondisi namun tak lama ia menepuk jidatnya sendiri karena lupa sang kakak mempunyai sifat sebelas dua belas dengan Azka. "Hai kak Azka apa kabar?" tanya Rossi basa-basi sambil tersenyum kikuk. "Baik" jawab Azka dengan wajah lempeng dan dinginnya. "Sudah kuduga" gumam Rossi dan kembali terdiam karena bingung harus berbicara apa lagi. Maklum saja jika hanya sang kakak dia mampu membuat Rossa mengeluarkan suaranya namun jika dihadapkan dengan dua sikap yang dingin maka Rossa akan ikut membeku seperti sekarang ini. "Sedang apa?" suara bass itu kembali terdengar, membuat Rossi bingung sebenarnya Azka bertanya pada siapa? Karena saat ia bertanya, Azka tengah menatap kedepan. "Duduk" Bolehkan Rossi salto sekarang? Jawaban macam apa itu, anak TK saja tahu apa yang tengah sang kakak lakukan. Andai saja ia berani ia akan menempeleng kepala sang kakak dan membakar lilin siapa tahu cair. Abaikan pemikiran terakhir yang melintas dipikirannya. Bodohnya Azka hanya berdehem menanggapi jawaban sang kakak. Benar-benar orang aneh. Kembali hening, namun deringan ponsel milik Rossi memecahkan keheningan. Sebelum mengangkat telepon Rossi meminta maaf kepada keduanya yang hanya menatap dengan sorot dingin. "Halo, ada apa Kirana?" tanya Rossi kepada Kirana sang penelpon. Namun tak lama wajah Rossi terlihat terkejut saat Kirana menyampaikan sesuatu membuat Azka dan Rossa yang mengamati perubahan ekspresi Rossi mengangkat alis sebelah karena bingung apa yang terjadi. Rossi mematikan panggilan, dan langsung membuka grup chat sekolahnya untuk membuktikan ucapan Kirana. Saat ia membaca artikel itu wajahnya kembali berubah namun bukan ekspresi terkejut yang ia tampilkan hanya wajah datar dan sinis. Karena penasaran Rossa merebut ponsel adiknya dan membaca artikel itu. Dengan wajah datar, Rossa dan juga Azka membaca pembicaraan mengenai Mila yang ditemukan meninggal mengenaskan disebuah jalan. Yang diduga meninggal dibunuh saat Mila akan berangkat menuju rumah sahabatnya, Karen. Mila meninggal dengan tubuh yang terpotong banyak dan kepala yang menggantung ditali membuat orang yang pertama kali menemukannya syok bukan main. Namun anehnya dibagian d**a terlihat sebuah lubang yang dikira sipembunuh itu mengambil jantungnya, karena saat diotopsi dokter mengatakan bahwa jantungnya telah hilang. "Mila temanmu?" tanya Rossa yang dijawab gelengan Rossi namun tak lama digantikan dengan anggukan. "Dia dibunuh." kini giliran Azka yang entah bertanya atau apa, namun Rossi hanya diam karena ia masih memproses semuanya. "Aku pikir ya, sayang sekali. Kenapa harus jantungnya yang diambil? Apa sipembunuh membutuhkannya?" cibir Rossa yang kental sekali dengan nada sinis. "Tapi dia pantas mendapatkannya" desis Azka amat sangat pelan namun telinga tajam milik Rossa mendengar desisannya hingga mata keduanya bertemu. Dan tak lama, keduanya saling melempar seringaian yang siapapun melihatnya pasti akan ketakutan. Termasuk Kirana yang kini berada disana melihat keduanya, awalnya ia berniat menemui Rossi namun tak sengaja ia melihat perubahan kedua wajah itu yang menjadi menakutkan. "Ada apa dengan mereka? Menakutkan sekali senyumanya" gumam Kirana dan dia langsung menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya menghampiri Rossi dan melupakan apa yang ia lihat barusan. Tanpa kirana sadari dua pasang mata kini tengah menatap tajam kearahnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sedangkan Rossi sendiri kini menatap kosong kearah depan. Memikirkan kenapa bisa seperti ini? "Hai, Ros apa kau ingin melayat kerumah Mila?" tanya Kirana sesampainya dihadapan Rossi. "Tidak" bukan, bukan Rossi yang menjawab namun Rossalah pemilik suara itu membuat senyuman Kirana lenyap seketika saat matanya bertemu dengan mata tajam milik Rossa yang kini tengah memandangnya. "Aku akan pergi. Ayo" final Rossi dan beranjak dari duduknya tidak mendengarkan tolakan Rossa. Namun langkahnya terhenti saat karena ucapan seseorang. "Apa kau akan melihat orang yang sudah menyusahkanmu, Rossi?" "Walau begitu dia masih teman sekolahku" Rossi menjawab pertanyaan Azka setelah beberapa detik terdiam. Namun yang Kirana bingungkan apa laki-laki yang tidak ia ketahui namanya itu mengetahui tentang perilaku Mila? Entahlah namun ini membingungkan. Karena tak mau mendengar pertanyaan-pertanyaan yang lain, Rossi melangkahkan kakinya diiringi tatapan tajam dari Rossa dan Azka. Sedangkan Kirana mengekor Rossi dengan perasaan gelisah. Entah mengapa Kirana merasakan arti tatapan yang menakutkan dari keduanya itu. "Begitu?" kembali Rossa melontarkan pertanyaan ambigu yang dijawab deheman oleh Azka. Sungguh jika orang-orang yang berlalu lalang melihat interaksi keduanya pasti akan merasa bingung. Jangan interaksi, orang-orang seperti enggan dan segan jika melewati keduanya. Ada aura yang tak biasa didalam diri keduanya, dan hanya mereka berdualah yang tahu apa aura itu. Dilain tempat, tepat dirumah Mila semua orang terlihat prihatin terhadap kematian Mila yang amat sangat mengenaskan. Bahkan ibunya meraung sedih dan menjerit tak terima anaknya meninggalkan seperti ini, sedangkan sang ayah kembali berbicara pada Santos sang ketua penyidik yang menangani kasus Min Ji bulan kemarin. "Saya tak mau tahu Pak Santos, saya ingin Anda segera menemukan sang pelaku. Saya tak terima anak saya meninggal dengan cara seperti ini apalagi jantungnya belum ditemukan!!!" geram Ferdi ayah Mila. "Akan saya usahan Pak Ferdi, bahkan Saya yakin bahwa pelakunya sama dengan yang membunuh Min Ji sahabat anak Bapak" ucap Santos dengan yakin walau hati dan pikirannya masih tak percaya. Karena lagi-lagi bukti maupun sidik jari tak mereka temukan dimanapun untuk menjerat sipelaku kedalam hukum. "Tapi sebelumnya, apa anak Anda pernah terlibat masalah dengan teman atau lainnya? Biar saya mendapatkan pencerahannya walau sedikit" tanya Santos yang dijawab gelengan kepala Ferdi. Karena Ferdipun tak tahu apa anaknya pernah terlibat masalah apa tida, karena ia sibuk berkerja tanpa tahu bagaimana kehidupan sang putri. Melihat hal itu, Santos menghela nafas pasrah karena ia harus kembali lembur untuk memecahkan masalah ini, bahkan ia dibuat pusing dengan kasus pembunuhan sekarang yang ia yakini pelakunya sama dengan yang membunuh Min Ji. Tapi apa motifnya hingga ia membunuh gadis muda ini? Sedangkan anggota polisi lain tengah disibukan dengan menanyakan segala pertanyaan kepada Karen dan Lani selaku sahabat Mila. Namun tetap mereka tak menemukan petunjuk satupun. "Tapi Pak, aku tak tahu apa dia pelakunya atau bukan. Dia anak yang mempunyai masalah dengan kami termasuk Min Ji dan Mila" ucap Karen membuat Santos yang kebetulan melewati mereka langsung berhenti karena penasaran. "Apa maksudmu? Bisa jelaskan dan beritahu kami?" tanya Santos kepada Karen dengan semangat tinggi. Sedangkan Karen dan Lani saling melempar pandangan menimbang apa mereka harus mengatakannya atau jangan? Dengan resiko merekapun akan kena imbasnya. Dengan yakin Lani mengganggukan kepalanya kepada Karen yang dibalasi anggukan kepala yakin Karen. "Rossi, dia orang yang bermasalah dengan kami. Atau bahkan dia dendam kepada kami hingga dia membunuh dan juga merencanakan semua ini." Ucap Karen yang disetujui Lani. "Rossi?" Santos mengulang nama itu. Sedangkan Rossi yang mendengar pengakuan Karen dan Lani mengepalkan kedua tangannya marah, Kirana yang berada disampingnya menatap Rossi dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Kau tak mungkin melakukannya kan Ros?" tanya Kirana ragu yang hanya ditanggapi diam oleh Rossi. "Apa kau mempercayaiku?" Rossi balik bertanya yang diangguki Kirana dengan anggukan kikuk, membuat Rossi tersenyum kecut melihatnya. "Aw... kucing yang manis" desis seseorang yang berada disamping jendela kepada Karen dan Lani saat mendengar pengakuan itu. "Mereka benar-benar ingin bermain denganku? Dan sialannya lagi bertambah kucing jantan yang ingin masuk dalam permainan ini, benar-benar memuakan!" lanjutnya sambil menatap nyalang kearah Santos. Seolah-olah merasakan ada yang melihatnya, Santos mencari keberadaan orangnya. Dan saat matanya bertatapan dengan orang itu dia membulatkan matanya karena terkejut. "Kau? Jangan bilang....." gumam Santos melihat kearah jendela dimana orang yang menatapnya kini tengah menyeringai kejam. "Ayo bermain" Dan Santos kembali membelalakan matanya saat kata-kata itu terbaca olehnya, dan saat ia akan menatap kembali Santos sudah tak melihat mereka lagi. Membuat ia bertanya-tanya apa dia pelakunya? Tapi masa iya, mereka bahkan masih anak-anak dan seusia Mila. Tunggu, Mila? Rossi? Dan juga.... "Sialan!!! Kenapa aku tak berpikir kearah situ!!!" geram Santos dan kemudian memanggil anak buahnya untuk pergi kesekolah Mila sumber utama masalahnya, seperti yang diucapkan Karen dan Lani apalagi dia melihat mereka. "Aku akan menemukannya, dan akan menangkapnya untuk kali ini aku tak akan kalah" gumam Santos ambisius. Seolah-olah mendengar apa yang Santos ucapkan orang-orang yang dimaksud Santos menyeringai kejam. "Lakukan, dan aku akan membuatmu kalah telak!" balasnya dan langsung meninggalkan rumah itu dengan kemarahan dan juga otak yang berputar cepat mencari cara untuk menghabisi semuanya yang menghambat jalannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD