Kedatangan Sepupu Jauh

1524 Words
"Dia sudah mulai bergerak? Ckckck, selalu saja ikut campur dasar pak tua" sinis orang itu mengingat kejadian kemarin sore. Dan dengan kesal ia melemparkan gelas berisi wine dengan kasar kearah dinding ruangan gelap itu hingga pecah berkeping-keping dan menyebar ke lantai. "Kita lihat saja siapa yang akan kalah lebih dulu, aku atau kau?" desisnya dan beranjak keluar dari ruangan gelap itu namun sekilas saat ia keluar melewati dinding, terlihat sebuah toples putih dengan cairan kental merah didalamnya. Sedangkan, dilain tempat dirumah yang sama. Rossi menggelengkan kepalanya melihat keadaan rumah yang berantakan karena ulahnya yang semalam mengacak-ngacak seisi rumah meluapkan rasa marah kepada Karen dan juga Lani karena tuduhan yang tak pernah ia lakukan sama sekali. "Kau akan membereskannya?" tanya Rossa yang diangguki Rossi karena merasa bersalah sudah membuat seisi rumah berantakan dimana kakaknya selalu rajin merapihkan dan membersihkannya. "Maafkan sikapku yang kekanak-kanakan ka" sesal Rossi yang hanya ditanggapi anggukan Rossa. Namun belum sempat Rossi membereskan semuanya ketukan pintu membuat keduanya langsung menatap pintu secara bersamaan dan mengkerutkan keningnya heran karena kedatangan tamu kerumah mereka tak seperti biasanya. "Biar aku bukakan" tawar Rossi yang ditolak oleh Rossa, tanpa berbicara Rossa melangkahkan kakinya menuju pintu rumah bermaksud membuka pintu namun baru tangannya terangkat pintu sudah terbuka lebih dulu menampilkan seorang gadis dengan cengiran khasnya. "Selamat pagi sepupu, lama sekali kau membuka pintunya. Dan apa kabar? Oh hai, Rossi kau sedang membabu? Apa kakakmu ini menyiksamu? Sungguh tragis kehidupan kakak beradik ini" cerocos gadis itu dengan muka yang terlihat sedih namun hanya akting belaka. Rossa yang melihat itu hanya menatap datar sedangkan Rossi langsung tersenyum melihat kakak sepupunya yang sudah lama tak berkunjung kerumahnya. "Kak Mala!!!!!! Aku merindukanmu!!!" teriak Rossi dan langsung memeluk Mala dengan erat sedangkan Rossa hanya memutarkan bola matanya merasa jengah dengan drama dihadapannya. "Lebay!!" sinis Rossa membuat Rossi dan Mala melepaskan pelukannya dan mengerucutkan bibirnya kesal dengan ucapan Rossa. Memang Rossa ini selalu seperti ini, menghancurkan suasana senang yang tercipta "Dasar menyebalkan" umpat Mala dalam hati. "Dasar kaku" ucap keduanya secara bersamaan, dan mereka langsung saling pandang lalu tak berapa lama mereka berdua tertawa padahal tak ada yang lucu disana. "Ah,,, kau sudah besar ternyata...." "Rossi" ucapan Mala terpotong saat suara seseorang memanggil nama salah satu sepupunya. Sedangkan Rossa menatap datar dan dingin kepada tamu yang tak diundangnya. Santos, iya orang yang memanggil nama Rossi dan kini tengah berdiri didepan pintu dengan gaya ramah namun angkuh itu. "Bisa kita berbicara sebentar? Aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan padamu" izin Santos namun hanya kebisuan yang ia dapatkan. "Anda salah orang Pak, dia kakaku Rossa. Akulah Rossi" ucap Rossi menjelaskan kesalahan yang dilakukan Santos karena ia bertanya pada Rossa bukan dirinya. Mala hanya terbahak melihat semua itu sedangkan Santos menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal malu karena ia salah orang, jangan salahkan dirinya tapi salahkan ke indetikan mereka yang tak ada bedanya. "Dasar bodoh!!" cela Mala dan kembali tertawa sedangkan Rossa masih betah berdiam diri tanpa mengubah ekspresi bagaikan patung yang sudah disetting dari sananya. "Maafkan aku, aku salah orang. Jadi bagaimana? Apa kita bisa berbicara?" kembali Santos bertanya kepada Rossi yang sebenarnya yang dibalas anggukan, dan tentunya Rossi sudah mengetahui apa yang akan ditanyakan Santos pasti bersangkutan dengan ucapan Karen dan Lani kemarin. "Jangan lama-lama Rossi" peringat Mala kepada Rossi yang diacungi jempol menyetujui. Setelah keduanya menghilang dibalik pintu, senyum ceria Mala langsung menghilang dalam sekejap digantikan dengan wajah dingin dan datarnya. Menatap nyalang dimana Santos dan Rossi menghilang. "Ada apa sepupu?" tanya Rossa dengan seringaian mengejek saat melihat raut dingin Mala. Yang ditanya hanya menatap kedua mata Rossa dengan nyalang seolah-olah menyampaikan sesuatu. "Kau tau aku kenapa sepupu" balas Mala tak kalah sinis lalu terkekeh, Rossa menggelengkan kepalanya saat melihat itu dan meninggalkan Mala seorang diri yang masih asik terkekeh tanpa tahu dimana letak kelucuannya. **** Santos dan Rossi kini tengah duduk ditaman belakang rumahnya, hanya keheningan yang tercipta disana tanpa ada yang mau membuka suara diantara mereka berdua. Santos yang awalnya ingin bertanya menjadi kikuk sendiri hingga matanya mengedar liar kearah taman yang menurutnya sangat sepi ini. "Anda ingin menanyakan tentang masalah Mila dan teman-temannya bukan?" Rossi membuka suara terlebih dahulu membuat Santos terkejut. Namun dengan cepat ia mengubah kembali ekspresinya menjadi lebih tenang. "Kau mengetahuinya?" tanya Santos yang diangguki Rossi sebagai jawabannya. "Jadi?" kembali Santos bertanya lebih tepatnya menuntut penjelasan dari Rossi. "Apa Anda percaya jika aku mengatakan kalau aku tak melakukannya?" tanya Rossi sama persis seperti yang diajukan kepada Kirana namun lagi-lagi tolakan ia dapatkan yang secara refleks tersenyum kecut. "Sudah kuduga, apa yang membuat Anda tidak mempercayaiku?" kembali Rossi bertanya dengan senyuman mengejek tersemat di bibirnya. Santos yang melihat itu menjadi bimbang sendiri. "Jika aku memakai logika, aku mencurigaimu karena ada alasan. Bukankah kau disekolah selalu dibully oleh Mila dan sahabatnya? Hingga tanpa sadar kau menyimpan dendam kepada mereka, benar?" ucap Santos setelah ia menghela nafas untuk membuang kegugupan yang entah mengapa menguar begitu saja. Belum lagi ia merasakan tatapan itu yang entah berasal darimana membuat pertanyaan yang dilontarkan terasa lebih ribet padahal ia sudah menyusunnya sebelum datang ke rumah Rossi. "Ternyata otak Anda hanya sampai disitu. Aku paling benci jika dibully, lalu untuk apa aku membunuh mereka yang lebih-lebih dari pembulian?" sinis Rossi dan memicingkan matanya berusaha mengintimidasi Santos "Dendam? Jika iya pun aku akan melakukan lebih dari yang dialami Minji dan yang lainnya" sambungnya dengan nada rendah membuat Santos sedikit tersentak mendengarnya. "Aku hanya bertugas Nona. Dan mengusut akar masalah dari awal adalah salah satunya. Jadi apa salah jika aku bertanya kesaksianmu Nona?" tegas Santos merasa terinjak saat gadis muda dihadapannya mengejeknya. Bukannya tersinggung atau apa Rossi hanya berdecak dan menggelengkan kepalanya. Santos yang melihat itu merasa heran dengan ketenangan Rossi bahkan Rossi tidak merasa takut dengannya. Apa dia benar-benar pelakunya? Biasanya seorang psyco selalu merasa tenang, itu yang selalu dihadapinya. "Waktu Anda sudah habis, Tuan. Dan juga itu bukanlah pertanyaan akan tetapi tuduhan jika Anda ingin mengetahuinya" ucapan Rossa yang datar dan dingin membuat Santos kembali terkejut yang entah untuk keberapa kalinya Santos selalu mendapatkan senam jantung sejak mengijakan kakinya dirumah ini. Dan ternyata suara itu berasal dari kembaran gadis dihadapannya. "Baiklah, kali ini aku membebaskan mu. Permisi" Pamit Santos dan beranjak dari duduknya namun tubuhnya langsung menegang saat melewati Rossa dan Mala karena ucapan yang entah dari siapa membuat tuduhan terhadap Rossi kembali patah. "Aku yang tak akan membebaskan mu" bisik suaran itu datar dan dingin. Namun saat Santos melirik Rossa dan Mala keduanya menunjukan raut yang berbeda. Mala dengan cengiran khasnya dan Rossi dengan wajah dingin dan datarnya. Membuat Santos menatap dalam Rossa yang mulai ia curigai. Setelah menghela nafas, Santos kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti. Dan saat keluar dari gerbang rumah sikembar, Santos kembali membalikan tubuhnya dan menatap rumah yang sederhana itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan. "Siapa sebenarnya pembunuh itu? Ini benar-benar membingungkan" keluh Santos dan kembali berjalan. Namun tanpa Santos sadari, sepasang mata tajam menatapnya dan seringaian keji tersemat di bibirnya. "Kena kau kucing jantan, tunggu bagianmu" desisnya lalu menghilang begitu saja dibalik pagar rumah sikembar. Dirumah yang lain, Karen dan Lani tengah berkumpul dan memikirkan semua kejadian yang menimpa persahabatannya. Sudah dua sahabatnya yang meninggal dengan cara yang tragis dan sampai sekarang pelakunya belum ditemukan. Itu yang membuat Karen dan Lani cemas bukan main, karena percaya atau tidak nyawa mereka berada dalam bahaya dan bisa saja target pembunuh selanjutnya itu adalah salah satu dari mereka. "Bagaimana ini Karen? Nyawa kita dalam bahaya apalagi pembunuhnya masih berkeliaran disekitar kita. Aku sangat yakin pembunuh itu mengincar kita berdua sekarang ini" ucap Lani cemas sambil menggigiti kukunya, Karen hanya bisa menatap kosong kedepan memikirkan apa yang harus ia lakukan supaya nyawanya selamat. "Apa kita bunuh Rossi saja?" usul Karen mulai gila yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Lani. "Kamu gila!! Itu bukan usul yang bagus, bagaimana kalau bukan Rossi pelakunya hah??" "Tapi dia salah satu kandidat yang tepat sebagai tersangka. Kau tahu!! Dia membunuh Mila dan Min Ji karena dia dendam pada kita yang terus membully dan menghajarnya!!" teriak Karen membuat Lani kembali memikirkan hal itu yang menurutnya masuk akal. Tapi bagaimana kalau bukan Rossi pelakunya? Maka tetap saja nyawa mereka terancam dan dosanya semakin bertambah. "Kita harus menemukan pelakunya terlebih dahulu, baru kita bereskan"ucap Lani membuat Karen tersenyum puas atas ide Lani. Namun satu hal yang mereka tidak tahu, seseorang tengah mendengar rencana mereka. "Kalian dulu yang akan aku bereskan" gumam orang itu lalu melemparkan sesuatu kearah jendela kamar Karen membuat mereka terkejut. PRANG!!!!!! "Apa itu?" tanya Lani sambil menghampiri sebuah benda yang tergeletak dilantai, sedangkan Karen melongokan wajahnya keluar jendela mencari pelakunya namun tak ada siapapun. "AHHHHHH!!!!!!!" Teriakan Lani membuat Karen langsung menghampirinya dan ikut menjerit saat melihat isi dalam benda yang dilemparkan. Terlihat gumpalan hitam yang bercampur dengan darah. Dengan tangan gemetar, Karen mengambil sebuah surat dan membaca pesan itu secara bersamaan dengan Lani. "Selamat datang dineraka!! Ayo bermain, aku selalu bersamamu kapanpun dan dimanapun. Satu lagi, selamat atas hadiahnya" Karen dan Lani langsung membuang surat itu dan memeluk satu sama lain sambil melihat gumpalan rambut penuh darah itu dengan mata yang berkaca-kaca dan ketakutan yang mendera mereka berdua. "Ap.. apa yang harus kita lakukan, Karen? Dia mulai meneror kita" tanya Lani terbata dan menangis dipelukan Karen yang sama tengah bingungnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD