TWY Part 2b

1230 Words
Joni terlihat penasaran, “Apa itu, Sus?” “Tadi saya naik ojek, nah helmnya nggak muat di kepala saya. Biasanya saya pakai ukuran yang sama, tapi tadi pagi malah nggak bisa di pakai.” “Wah kenapa bisa begitu?” tanya Joni antusias. “Karena saya dipuji terus sama Pak Joni, terus saya jadi besar kepala.” Rania terpingkal karena berhasil mengerjai Joni. “Astaga, Suster Rania bisa ngelawak juga. Saya udah serius sekali buat dengerin ceritanya.” “Makanya jangan suka muji saya, Pak. Nanti saya jadi lupa daratan. Udah ahh Pak ngobrolnya, nanti bisa kena SP alias surat peringatan karena pagi-pagi udah rumpi.” “Ngobrol sama Suster Rania jadi lupa waktu”. “Oh iya Pak, lihat Suster Erika nggak? Saya mau ketemu dia buat kasih seragam kerja yang kemarin dititip untuk dikecilkan sama penjahit lángganan saya. Makanya pagi-pagi saya mampir dulu ke sini dulu.” Dari tadi Rania mengedarkan pandangan, temannya itu tidak menunjukkan batang hidungnya. Erika pulang lebih dulu dari acara Dokter Delila karena harus tugas malam. Suasana IGD sepi, biasanya kalau pagi ada saja pasien namun kali ini tidak ada dan Suster yang terlihat bertugas tidak Rania kenal.  “Saya masuk ke sini ruangan udah kosong, Sus. Maksudnya bukan sepi nggak ada orang tapi lebih tepatnya Suster Erika tidak ada. Coba aja ditelepon dulu, siapa tahu lagi ke ruangan lain” saran Joni sambil sibuk menyapu lantai. “Ah iya. Saya tunggu di meja kerjanya saja. Selamat bertugas Pak Joni, semangat” Rania mengangkat kedua tangannya dan mengepalkan memberi semangat kepada sesama karyawan rumah sakit. Di rumah sakit ini, Rania cukup di kenal banyak karyawan baik sesama perawat, karyawan office bahkan terkenal juga di kalangan dokter terutama dokter muda. Parasnya yang cantik serta pembawaan yang sederhana dan ceria sangat mudah membuat Rania dekat dan akrab dengan orang. Rania tengah duduk di kursi kerja Erika. Ia mengenal Erika saat keduanya sama-sama masuk sebagai pegawai baru. Sebagai anak baru tentu hanya Erika yang menjadi temannya. Kemudian kenal dengan dokter Delila karena Rania pernah bertugas di bagian spesialis penyakit dalam membantu Delila. Kalau perkenalannya dengan Eliana terjadi saat Rania pulang kerja malam dan belum menemukan kendaraan umum untuk ditumpangi. Sebagai perawat yang lebih senior, Eliana tidak tega membiarkan Rania berdiri di pinggir jalan seorang diri apalagi sudah malam hari. Akhirnya Eliana lah yang mengantar Rania pulang. Begitulah awal mula pertemuan empat orang tersebut. Rania mengambil ponselnya untuk menghubungi Erika, “Halo, aku udah di ruangan kamu. Cepetan, aku kan shift pagi ” “Aku masih di ruang Anggrek. Kebetulan ada saudara jauh aku di sini. Bajunya kamu taruh di meja aja ya.” “Oke, aku taruh di meja kamu aja ya.” “Iya, makasih ya Rania cantikku,” jawab Erika sebelum sambungan telepon berakhir. “Suster Rania...” sapa seseorang yang baru saja melewati ruang perawat. “Dokter Andrian, tugas malam ya, Dok?” tanya Rania. Ponsel yang ia pegang kembali di masukkan ke dalam tas. Andrian menghampiri Rania agar jarak keduanya tidak terlalu jauh, “ Iya, ini mau pulang. Kamu kenapa di sini? Mau ketemu siapa?” “Saya mau ketemu Suster Erika, Dok. Tapi katanya masih di ruang pasien yang kebetulan masih saudara Suster Erika.” “Oh gitu. Kalau begitu saya pulang dulu ya,” ucap Andrian. “Hati-hati, Dok.” Tiba-tiba Andrian berhenti, memutar kembali tubuhnya “Kamu betah di VVIP?” Rania mengejapkan matanya beberapa kali, “Betah, Dok. Saya di mana aja betah kok. Kenapa emangnya, Dok?” tentu saja ia penasaran tiba-tiba ditanya seperti itu. Andrian mengangkat bahunya, “Nggak kok. Saya cuma ingin tahu saja. Syukurlah kalau kamu betah di sana. Semangat kerjanya, Suster Rania.” “Oh begitu. Makasih Dokter sudah peduli sama saya” jawab Rania dengan canggung. *** “Selamat pagi semua” Sapa Rania. Ia baru saja sampai di ruangan perawat VVIP. Ia meletakkan tas dan jaket miliknya di loker. “Pagi. Seger bener neng, abis dapet cowok di nikahan Dokter Delila ya?” sambar Nathan satu-satunya perawat laki-laki di ruang perawat VVIP. “Bisa aja sih. Muka begini-begini aja malah makin lecek karena capek. Kamu curang, malah ngga datang,” jawab Rania santai. Ia sedang duduk di mejanya dan merapikan riasan sebelum bertugas. “Aku baru balik kemarin sore dari Bandung. Udah bilang juga sama Dokter Delila kalau aku nggak bisa hadir” “Rania bohong, Nat. Kamu nggak tahu sih Rania dapet gebetan ganteng,” celetuk Eliana yang baru kembali dari toilet. “Demi apa? Serius?” tingkah Nathan memang kadang kemayu tapi dia straight seratus persen. Coba saja lihat dia saat sudah berganti seragam kerja, aura playboy terpancar dari wajahnya. Ia hanya menyesuaikan dengan lingkungan kerjanya di mana ia laki-laki satu-satunya di ruangan ini. Rania langsung melempar tisu yang ia gunakan untuk membersihkan lipstiknya kepada Eliana. “Ih jorok,” protes Eliana. Rania mendengus kesal, “Makanya jangan sembarangan nyebarin gosip. Makan tuh tisu bekas bibir seksi aku” “Beneran apa nggak sih?” tanya Nathan memastikan kembali pada Rania. Rania memutar bola matanya “Jelas nggak lah. Kamu percaya aja sih.” “Ya kali predikat jomblo abadi di rumah sakit ini udah berpindah tangan dari kamu ke Mona,” bisik Nathan. Seketika Eliana tidak bisa menahan tawa, sedangkan Rania berdecak sebal pada pria yang tengah duduk di sofa. “Aku bukan jomblo tapi single terhormat. Inget itu Nathan playboy cap koin lusuh,” jawab Rania dengan tegas. “Heh kalian. Pagi-pagi itu kerja jangan ngegosip. Udah buruan laksanakan tugas kalian. Dasar maunya makan gaji buta.” Suara cempreng nan lantang membuat ketiganya bergidig ngeri. Siapa lagi pemilik suara itu kalau bukan Mona, wanita sok bosy di ruangan ini. Tingkahnya bak pemilik rumah sakit, sering menindas para juniŏr. Padahal ia hanya beda setahun di atas Rania. “Iya kanjeng Ratu, mending lo pulang gih. Gerah pagi-pagi lihat muka lo. Coba ngaca deh, kantong mata lo udah mirip mata Panda,” ucap Nathan sambil menunjuk ke arah wajah Mona. Mona menghentakkan kakinya, “Siálan lo, Nath!” Rania dan Eliana memilih ngacir pergi menghindari amukan Mona yang sedang emosi akibat ulah Nathan. Nathan dan Mona selalu menciptakan drama VVIP tanpa mengenal waktu jika duanya sudah bertemu. Hanya pria itu yang mampu melawan sikap semena-mena Mona. Hubungan keduanya kurang harmonis akibat Nathan menolak cinta dari Mona. *** Rania tengah mengganti beberapa infus pasien yang sudah hampir habis. Ia juga sudah selesai melakukan injeksi obat pada beberapa pasien. Kini tinggal satu pasien yang perlu ia ganti infusnya. “Selamat pagi Bapak Dirga,” sapa Rania pada pasien yang memiliki keluhan sesak nafas sehingga sudah empat hari di rawat. “Pagi, Suster Rania,” jawabnya. Rania menghampiri pria paruh baya, berdiri di sisi kanan tempat tangannya mendapatkan infus. “Ganti infus ya, Pak” Rania menoleh ke kiri dan kanan mencari-cari orang yang biasa menjaga pria itu “Kok tidak ada siapa-siapa Pak? Mbak Sally dimana?” “Dia baru saja pergi. Katanya hari ini harus bertemu dengan klien jadi saya sendirian di sini. Suster Rania kenapa kemarin tidak menengok saya?” tanya Dirga. Keduanya memang memiliki hubungan dekat sejak pria itu di rawat di rumah sakit ini. “Kemarin saya jadi Bridesmaid di nikahan salah satu dokter di sini, Pak. Jadi saya tidak sempat mengunjungi Bapak,” jawab Rania menampakkan senyum manis bak gula jawa yang membuat diabetes siapa pun yang melihatnya. ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD