TWY Part 7b

1268 Words
Sepulang kerja, Rania menuju salah satu Mall yang sudah Andrian beri tahu lewat pesan singkat. Walaupun lelah, Rania tetap ingin membantu Andrian karena pria itu mengalami hal yang sama dengannya. Ia juga berpikir siapa tahu menemukan hadiah yang cocok untuk Gavi sehingga bisa beli sekalian tanpa perlu merepotkan Nathan. Dari kejauhan Rania sudah melihat Andrian berdiri di dekat pintu masuk Mall dengan wajah sedikit bingung. Terlihat sekali kalau pria itu tidak terbiasa pergi ke pusat perbelanjaan dengan kondisi ramai. Mungkin Andrian juga sudah menunggu Rania cukup lama sehingga menimbulkan prasangka kalau Rania tidak akan datang. “Maaf ya Dok saya lama sampainya. Tadi harus bantu yang lain dulu sebelum pulang.” Semburat kelegaan terlihat di wajah Andran saat melihat sosok yang ditunggu ada di hadapannya. “Tidak masalah Rania, saya yang nggak enak karena membiarkan kamu ke sini sendirian.” Rania mengibaskan tangannya, “Sudah Dok, yang nggak enak jangan ditelan, buang saja,” ucapnya jenaka. Keduanya bicara sambil melangkah menuju ke masuk ke dalam Mall. Mendengar celetukan gadis di hadapannya, tanpa sadar Andrian tersenyum tipis. Kebetulan juga Rania menoleh ke arah Andrain sehingga bisa mengetahui kalau pria ini barusan menampakkan senyum. “Eh tumben saya lihat Dokter Andrian senyum begitu, biasanya tegang terus.” Mendadak Andrian kembali cangguh, “Hhhm, apa kamu bisa panggil saya Andrian saja. Jangan ada embel-embel dokter karena sekarang kita di luar lingkungan kerja.” “Saya nggak enak kalau panggil nama saja. Kurang sopan kedengarannya.” “Kata kamu kalau nggak enak dibuang jangan ditelan.” “Astaga, saya nggak nyangka Dokter bisa melucu juga. Tapi serius deh, saya nggak bisa.” “Ya sudah, mungkin kamu bisa panggil saya Mas?” Kalau saja Eliana tahu saat ini pria yang disukai gadis itu meminta Rania untuk memanggil Mas, Rania jamin Eliana akan memusuhinya. Saat ini bahkan Rania ketar ketir, takut jika niatnya menemani Andrian akan menimbulkan salah paham. Ia berdoa semoga keberadaannya di tempat ini tidak diketahui oleh orang yang mungkin mengenal dirinya atau Andrian. “Rania?” “Eh, iya. Oke oke, saya panggil Mas Andrian kalau begitu.” “Terdengar lebih baik daripada Dokter Andrian.” “Jadi bisa kita mulai saja pencariannya?” “Tentu..” Keduanya kini tengah sibuk memasuki toko satu ke toko lainnya. Berharap segera mendapatkan apa yang dicari. Tidak lama akhirnya Rania berhasil membantu Andrian memilih hadiah yang cocok untuk Ibu dari pria itu. “Saya harap Mamanya Mas suka sama tas pilihan saya itu.” “Pasti suka, setidaknya selera kamu jauh lebih bagus dari saya.” Rania hanya tersenyum sambil fokus berjalan karena pengunjung Mall cukup ramai. “Rania, kita makan dulu ya. Bagaimana?” “Tapi Mas,..” belum selesai Rania menjawab tiba-tiba kakinya ditubruk oleh tubuh mungil hingga membuat Rania terkejut. “Aunty Rania..” suara bocah mungil bernama Jesse berhasil membuat Rania terkejut. “Jesse, kamu sama siapa?” kini Rania memilih berlutut mengimbangi tinggi tubuh bocah itu. Jesse menoleh ke belakang lalu tangannya menunjuk sosok wanita cantik yang sangat terlihat modis dengan pakaian brended yang dikenakan. “Sama Aunty Sally,” jawabnya dengan logat khas bocah yang sebentar lagi berulang tahun yang ke empat. “Rania..” sapa Sally dengan wajah senang. “Mbak Sally, nggak nyangka ketemu di sini.” Sally melirik Andiran yang terdiam, “Kamu ke sini sama siapa?” “Ah ini, teman kerja Mbak. Salah satu dokter di rumah sakit, namanya Dokter Andrian.” “Halo, saya Sally dan ini keponakan saya namanya Jesse.” Sally mengulurkan tangan ke arah Andrian. “Saya Andrian.” Pandangan Andrian teralih ke Jesse, “Halo Jesse.” “Halo Uncle,” sahut Jesse pelan. Lama Andiran menatap Jesse karena mengingatkannya kepada seseorang tapi ia lupa siapa orang itu. Padahal ini pertama kalinya ia bertemu dengan keponakan Sally tapi mendadak perasaannya sedikit terganggu. “Aunty…” merasa takut karena ditatap secara intens oleh Andrian, Jesse kemudian memanggil Rania. “Iya sayang?” Tangan Jesse terulur ke arah Rania seperti sebuah kode untuk meminta digendong oleh gadis itu. “Jesse, jangan minta gendong sama Aunty Rania, ah. Kamu kan sudah besar sayang,” tegur Sally. Rania tersenyum ke arah Jesse, tanpa basa basi menuruti keinginan bacah itu. “Nggak apa-apa Mbak. Saya kangen juga sama Jesse padahal ketemu cuma sekali tapi kok ngangenin sih.” “Iya agak aneh juga karena Jesse suka nanyain tentang kamu lho Rania. Bahkan waktu aku bilang kamu datang untuk makan malam dan dia nggak ada eh bocah ini malah nangis.” Rania menatap Jesse dengan senyum geli, “Kenapa Jesse nangis?” Bocah itu justru tersenyum malu, “Mau..mau ketemu Aunty juga,” jawab Jesse sedikit terbata-bata. “Oh iya? Sekarang kita ketemu.” “Mau yang lama,” sahut bocah itu dengan polosnya. “Kenapa?” Jesse menggeleng pertanda ia tidak tahu alasan kenapa ingin bertemu Rania dengan intensitas waktu yang lama. “Memang kelakuan bocah ini selalu ajaib. Oh iya, sudah makan malam?” “Belum Mbak.” “Bagus kalau begitu, sebaiknya kita makan malam bareng yuk.” “Tapi Mbak?” “Dokter Andrian mau kan?” Andrain tersenyum, “Boleh..” “Oke, Rania kamu nggak bisa nolak karena Dokter Andrian sudah bersedia. Jesse mau kan makan sama Aunty Rania?” Jesse mengangguk dengan cepat, “Mau,” jawabnya dengan posisi masih dalam gendongan Rania. “Bagus, kalau begitu turun ya. Kasihan Aunty Rania pegal gendong kamu.” Bocah itu menatap Rania, lalu mengangguk, “Aunty, aku mau turun.” Rania benar-benar dibuat kagum oleh tingkah Jesse. Anak ini benar-benar manis serta penurut. Walaupun ia tidak tahu dimana ayah serta ibunya tapi Rania yakin keluarga Dirga mendidik anak ini dengan baik. Akhirnya mereka berempat memutuskan untuk pergi makan malam di salah satu restoran masakan Indonesia yang terkenal di Mall itu. Sally banyak bertanya kepada Andrian, mengenai pendidikannya dulu, profesinya sebagai dokter, serta ada hubungan apa antara dokter tampan ini dengan Rania. Tentu saja hal ini tidak boleh terlewatkan dari sekian pertanyaan yang Sally ajukan. Terlebih Andrian nampak biasa saja saat berusaha mengulik lebih dalam kedekatannya dengan Rania sehingga Sally sangat menikmati obrolannya dengan Andrian. Berbeda dengan Sally, Andrian justru fokus melihat interaksi antara Rania dan Jesse. Bocah itu nampak nyaman berada dekat Rania bahkan menerima suapan makanan dari gadis itu dengan sangat antusias. Padahal yang Andrian dengar kalau Rania dan Jesse baru dua kali bertemu tapi ia bingung kenapa bocah ini begitu lengket dengan Rania. “Maaf, dimana orang tua Jesse?” tanya Andrian tiba-tiba. “Sedang bekerja dan kesehariannya memang suka ikut dengan saya,” jawab Sally. “Mbak, kayaknya Jesse ngantuk deh.” Berada dalam pangkuan Rania setelah menghabisan makanan, tentu saja sangat nyaman bagi Jesse hingga tidak sadar kalau sudah terlelap. Tapi Rania benar-benar menikmati kedekatannya dengan Jesse terlepas siapa Jesse yang sebenarnya. “Dia anteng banget sama kamu, Ran. Aku saja yang setiap hari sama dia masih suka susah kalau dia ngantuk. Bukannya tidur tapi malah rewel.” “Anak-anak kan biasa begitu, Mbak. Kadang butuh perhatian ya caranya dengan sikapnya yang tiba-tiba tantrum.” “Kamu benar, makanya aku jarang marah sama dia. Paling kalau tantrumnya kumat, aku ajak dia jalan-jalan seperti ini.” “Kalau anak kecil suka rewel atau tantrum sebaiknya jangan dimarahi, lakukan pendekatan dengan hati-hati maka dengan sendirinya dia akan bercerita hal apa yang sedang dia rasakan jadi kita bisa tahu cara mengambil sikap.” Jelas Andrian tiba-tiba. “Wah untuk ukuran pria yang masih lajang, ilmu Dokter mumpuni juga soal anak kecil.” “Saya berteman dengan dokter anak serta psikolog jadi sedikit banyak tahu ilmu menghadapi anak kecil.” ~ ~ ~ --to be continue-- *HeyRan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD