TWY Part 7a

1421 Words
“Woe...!! Main hp terus. Nggak kerja?” suara kencang Nathan tepat berada di depan telinga Rania, membuat wanita itu tersentak. Nathan baru saja kembali dari visitasi bersama Dokter Cokro. Harusnya hari ini ia libur tapi mendadak harus tukar jadwal, mau tidak mau ia mengalah. Lagi pula ia tidak punya kesibukan apapun kecuali jika ada kencan dengan wanita cantik, barulah Nathan akan keberatan. Rania refleks memegang telinganya yang terasa berdengung akibat ulah pria berparas manis ini. “Nath, kamu bisa nggak sehari aja jangan gangguin aku? Bisa budeg telinga aku kalau begini ceritanya,” ucap Rania setengah berteriak. Ia masih mengelus telinganya namun matanya mendelik pada Nathan yang duduk berseberangan dengannya. “Ih, gitu aja ngambek. Bercanda kali, Rania cantik,” Nathan mengedip. Melihat Rania kesal, Nathan seperti sedang melihat makanan siap untuk disantap alias jadi bahan candaan dirinya di tempat ini. “Ck, aku ini memang cantik dari lahir, kamu aja yang nggak nyadar,” sindir Rania. Tangannya sibuk membuka e-commers, melihat-lihat barang yang mungkin cocok dijadikan hadiah untuk adiknya yang tampan. “Sejak dulu aku juga sadar,” gumam Nathan pelan nyaris tak terdengar. Rania memicingkan mata “Ngomong apa tadi? Coba di ulang,” pinta Rania. Ia memang tidak jelas mendengar ucapan Nathan. “Aku nggak ngomong apa-apa Rania. Mulai nggak beres nih telinga kamu. Buruan deh ke poli THT, siapa tau ada kotoran segede rumah yang bikin kamu sedikit budeg.” Rania mendengus kesal “Nath, kalau kamu lagi nggak ada kerjaan, mending bantuin Ajeng deh. Bisa kan kamu jangan gangguin aku. Aku lagi fokus nyari hadiah ulang tahun buat Gavi.” Rania bicara setengah marah. Ia benar-benar kesal dengan Nathan. “Kalau kamu ganggu terus, nggak beres-beres kerjaanku.” “Kenapa nggak bilang dari tadi? Mau aku bantuin pilih nggak?” Nathan tidak peduli seberapa kesal Rania. Topik mencari hadiah lebih menarik untuk dibahas daripada melanjutkan perdebatan yang akan berujung timpukan dari Rania. Ia beranjak dari tempat duduknya, kemudian duduk di sebelah Rania. Ia melihat ponsel Rania yang sudah terpampang tampilan e-commers khusus pakaian pria. “Emang kamu ngerti soal selara adik aku?” tanya Rania heran. Kini ponselnya sudah berpindah tangan ke Nathan. Rania memperhatikan wajah Nathan yang sedang serius, melihat pria ini dalam keadaan calm membuat Rania menyadari kalau Nathan ternyata begitu tampan. “Kamu kan tahu seleranya Gavi. Aku cuma kasih rekomendasi dan kamu yang pilih cocok apa nggak.” Mendadak Nathan menoleh ke arah Rania dan seketika jarak wajah keduanya begitu dekat. Sesaat Rania dan Nathan saling menatap manik masing-masing, hingga akhirnya Rania yang lebih dulu memutus kontak mata tersebut. “Ehemm.” Nathan berdehem untuk menghilangkan rasa canggungnya. Rania juga mendadak diserang rasa gerah padahal di ruangan itu ada AC yang menyala. Tidak biasanya ia seperti ini saat bersama Nathan, karena pria yang dianggap paling tampan di rumah sakit ini selalu saja membuat Rania jengkel. “Kamu mau beli langsung nggak? Aku temenin deh pulang kerja. Gimana?” Nathan menawarkan bantuan sekaligus mencairkan suasana. Rania juga kembali pada mode biasa, “Kamu nggak jemput cewek?” Nathan mengangkat bahunya, “Gampang, mereka siap nungguin aku,” jawabnya sombong. Rania berdecak “Mereka? Dasar playboy cap kadal, mending kamu cepetan tobat deh. Awas kena karma.” Nathan tergelak, “Bukan aku yang mau, tapi mereka yang maksa. Aku mah ayok-ayok aja asal mereka nggak nuntut aku lebih dari sekedar teman jalan atau..” kalimat Nathan menggangtung. Ia menatap ragu pada gadis di sebelahnya yang tengah menatap curiga padanya. “Atau apa? Atau teman tidur?” cecar Rania. “Kamu udah tahu kenapa mesti nanya lagi. Buruan ah kamu mau aku antar beli hadiah nggak?” “Iya bawel. Yang penting kamu nggak sibuk, aku mah seneng-seneng aja kalau ada yang bantu pilih hadiah,” jawab Rania santai. “Oke nanti aku antar.” Nathan beranak dari duduk berniat pergi ke toilet. Rania menyambar tangan Nathan, mencegah pria itu pergi, “Besok lusa saja, gimana?” Nathan melirik tangannya yang masih dalam genggaman Rania, kemudian menariknya agar tidak berlama-lama bersentuhan dengan gadis itu. “Ehh sory,” ucap Rania tidak enak karena perlakuan Nathan. Nathan senyum, “Santai, besok lusa aku free kali. Kamu nggak lihat jadwal jaga untuk besok lusa ya. Aku libur kok.” “Belum sempat, tapi syukurlah kalau begitu. Jadi deal?” Rania mengacungkan ibu jari pertanda setuju untuk rencana besok. Nathan tersenyum lebar, tangannya menuju pucuk kepala Rania kemudian mengelus dengan pelan. “Manis banget sih,” gumamnya. Seketika tubuh Rania menegang akibat tindakan Nathan yang tidak biasa. Bagaimana bisa pria ini dengan santainya menyentuh kepalanya dan menimbulkan perasaan degdegan pada Rania. “Ih kamu ngerusak rambut aku, Nathan.” Protes Rania. Tiba-tiba ponsel Rania menginterupsi kekesalan gadis itu kepada Nathan. “Siapa?” tanya Nathan penasaran.” “Dokter Andrian,” sahun Rania pelan. Alis Nathan terangkat saat tahu siapa yang menghubungi Rania. “Ngapain Dokter IGD itu telepon kamu?” Rania mengangkat bahunya, “Mana aku tahu. Jangan berisik aku jawab dulu.” Rasa penasaran sekaligus takut karena ia tidak mau Eliana tahu kalau Andrian menghubunginya. “Halo, selamat siang Dokter Andrian.” “Suster Rania, saya ada di depan. Bisa keluar ruangan sebentar?” “Hah? Dokter ada di sini?” wajah Rania tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Jangan tanya bagaimana ekspresi Nathan, pria itu nampak penasaran sekaligus curiga dengan kedatangan Andrian ke ruang VVIP. “Ada apa ya, Dok? Apa ini berhubungan dengan pekerjaan?” “Kamu bisa keluar sebentar kan?” “Ah iya, maaf. Kalau begitu saya tutup dulu telponnya. Mohon tunggu sebentar.” “Baik.” “Ngapain dia ke sini?” tanya Nathan kembali. “Nggak tahu. Udah ya Nath, aku keluar dulu ketemu Dokter Andrian.” Tidak ada yang bisa Nathan lakukan, ia membiarkan Rania pergi menemui Andrian. Ia merasakan hal yang tidak nyaman pada hatinya, entah ini disebut dengan perasaan apa. “Dokter Andrian, ada yang bisa saya bantu?” Rania melihat tatapan curiga beberapa rekan kerjanya yang kebetulan di sana. Untung saja Eliana tidak ada, tapi hati Rania tetap merasa was-was. “Bisa bicara di luar sebentar?” Rania menggaruk tengkuknya untuk mengendalikan perasaan canggung, “Boleh, Dok.” Setelah dirasa tidak ada yang mendengar pembicaraannya dengan Rania, Andrian segera mengutarakan maksud kedatangannya. “Sus, apa pulang kerja nanti bisa membantu saya?” “Bantu apa, Dok?” Andrian terlihat sangat canggung, bahkan raut wajahnya terlihat tidak nyaman. “Bisa bantu saya membeli hadiah Mama saya?” “Hah?” “Maaf Rania, mungkin permintaan saya ini keterlaluan. Tiba-tiba saya datang meminta bantuan kamu yang notabene tidak ada kewajiban membantu saya.” Tiba-tiba Rania merasa bersalah mendengar ucapan Andrian. “Bukan begitu, Dok. Saya merasa terkejut karena tiba-tiba Dokter minta bantuan sama saya.” “Saya tidak punya teman dekat, Rania. Saya tidak punya banyak teman bergaul dan hanya dengan kamu saya merasa nyaman untuk meminta bantuan.” “Maaf Dokter Andrian, saya tidak ada maksud menyinggung perasaan anda.” “Tidak masalah, saya hanya bingung karena beberapa hari lagi Mama saya ulang tahun jadi saya mau kasih hadiah. Tapi saya justru tidak tahu harus memberikan apa. Mungkin dengan mengajak teman perempuan, saya jadi punya referensi harus membeli apa.” Jujur saja Rania merasa iba dengan Andrain. Pria ini memang terkenal pendiam dan sulit bergaul dengan karyawan lain di rumah sakit ini. Tapi sikap profesional dalam bekerja patut diacungi jempol karena Andrian sangat bertanggung jawab. “Baik, Dok. Saya mau bantu Dokter Andiran cari hadiah tapi kita ketemu di tempat tujuan saja.” “Kenapa begitu? Kita bisa pergi bersama, Rania.” “Ini demi menghindari gosip yang mungkin akan tersebar karena kita pergi berdua. Saya ikhlas membantu Dokter tapi tolong terima saran saya.” “Baiklah, saya tidak mau memaksa karena kamu sudah berbaik hati membantu saya. Nanti saya kirim nama tempat yang mungkin bisa kita kunjungi untuk mencari hadiah. Terima kasih, Rania.” Rania mengangguk sembari tersenyum, “Iya Dok, sama-sama.” ------------------------------------ Aku mau kasih sedikit pengumuman, Bagi teman-teman yang nunggu cerita My Husband My Step Brother, aku mohon maaf belum bisa daily bulan ini. Cerita itu daily setelah Tomorrow With You tamat. Semoga selama bulan ini aku bisa selingi update Lily dan Axel. Aku belum mampu garap cerita banyak secara bersamaan. Kalau kalian menemukan ada cerita baru yang aku upload, semua itu karena aku sedang mengajukan kontrak bukan sengaja update untuk membuat kalian bingung saking banyak cerita. Hehehe. Segala bentuk pengumuman baik jadwal up atau mengenai visual, aku share di sosal media. Semoga sama-sama bisa saling memahami yaa. Terima kasih
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD