.
.
.
.
Hari ini Sila libur kuliah, tapi, dia ada jadwal pemotretan untuk beberapa baju jadi jadwal temu bersama sahabatnya akan Sila ganti dijam malam untuk merayakan ulang tahunnya.
Semenjak pembicaraan dengan orang tuanya fokus Sila sering terpecah. Yang biasanya pemotretan memerlukan waktu 3 jam, tapi, hari ini Sila memerlukan waktu hampir 5 jam untuk menyelesaikannya. Bahkan banyak komentar dari rekan rekannya kalau Sila kurang fokus, terlalu banyak melamun dan kadang pose tidak sesuai produk yang dikenakan.
Kesepakatan yang Sila dan papa David setujui tadi pagi, jelas itu mengganggu konsentrasi Sila. Bukan karena Sila berbohong tentang mempunyai kekasih, Sila memang memiliki kekasih bahkan sudah berjalan hampir 1 tahun, tapi, masalahnya apa kekasihnya itu mau datang untuk melamarnya. Bahkan Sila sudah sering mengajak pacarnya sekedar berkenalan, tapi, Sila selalu mendapat penolakan dengan alasan yang sama dan pasaran.
"Untuk apa sayang?? kita masih terlalu muda. Kita jalani saja dulu."
"Nanti saja ya sayang, akhir-akhir ini tugas kuliah sedang menumpuk."
"Iya, nanti kalau aku sudah punya kerja ya..?! jadi waktu berkenalan tidak membuat kamu malu."
dan masih banyak lagi alasan pasaran dan tidak kreatif yang lainnya.
.
.
.
.
"Kenapa muka lo kusut banget?!" tanya Ana yang duduk disebelah Sila.
"Iya, dari tadi diam saja. Tokoh utama malam ini tidak ada senyum-senyumnya." timpal Rena.
"Lalu dimana Roland?? masak pacarnya ulang tahun tidak ikut acara??" tanya Tara dengan mata melihat sekeliling.
"Gue lagi berantem dengan Roland." jawab Sila tiba-tiba.
Semua teman-temannya hanya saling pandang, mereka jelas tahu kisah cinta sahabatnya itu. Mereka jarang ketemu, tapi, komunikasi tetap berjalan meskipun tidak terlalu sering. Mereka juga sama-sama bukan tipe possesive, mereka berbeda jurusan dan jarang ketemu, tapi, mereka sama-sama nyaman dengan hubungan yang keadaannya seperti ini dan mereka sudah saling percaya. Dimata para sahabatnya hubungan Sila dan Roland bisa dikatakan paling santai dan bebas.
"Kenapa berantem??" tanya Lola.
"Papa minta gue bawa pacar untuk dateng kerumah." jawab Sila.
"Iya sudah tinggal ajak Roland sudah beres." jawab Tara.
"Masalahnya datang bukan untuk dikenalkan kekedua orang tua gue, tapi, orang tua gue minta pacar gue datang buat melamar gue." jelas Sila dengan frustasi.
"Gue dikasih waktu 2 minggu kalau pacar gue tidak datang melamar, gue bakal dinikahkan dengan laki-laki pilihan orang tua gue." lanjut Sila.
"Tunggu, lo djodohin??" tanya Lola.
"Itu kado dari orang tua gue, seorang calon suami. Dan gilanya lagi, kalian tidak akan pernah menyangka siapa laki-laki yang dipilih orang tua gue?!"
"Siapa-siapa??" tanya Ana tidak sabar dan penasaran.
"Alex Dwi Rangga."
Meja mereka mendadak hening. Tidak ada sanggahan yang keluar dari mulut sahabatnya. Sepertinya mereka masih mencerna nama yang disebutkan oleh Sila.
"Alex Dwi Rangga"
"Alex Dwi Rangga"
"Gila,,,, kado orang tua lo bener bener buat gue merasa iri." ucap Ana setelah sadar dengan nama yang diucapkan Sila.
"Lo dapat sesuatu yang diinginkan sebagian besar wanita diuniversitas Karya Merdeka." timpal Tara.
"Lo diam diam dapat tangkapan besar." timpal Rena.
"Selamat, pilihan orang tua lo benar benar menakjubkan dan sayang buat dilewatkan." timpal Lola.
Sila hanya menghela nafasnya kasar saat mendengar respon dari para sahabatnya.
.
.
.
.
Sila tidak akan menghujat respon para sahabatnya, karena memang semenarik itu seorang Alex Dwi Rangga. Seorang dosen dengan usia yang lagi matang-matangnya, rahang tegas dengan tubuh proposional dan didukung kulit coklat keemasan yang terlihat semakin menggoda. Seorang dosen yang terkenal dengan tatto ditangan kirinya yang malah membuat pak Dwi terlihat semakin cool alih-alih menakutkan.
Bahkan pesona yang dikeluarkan pak Dwi tidak bisa dikatakan receh. Hampir seluruh universitas mengenal pak Dwi. Dari para dosen, mahasiswa / mahasiswi, tukang kebun, penjual makanan dikantin dan penjual jajanan diluar kampus, mereka tahu siapa itu pak Dwi. Dengan perawakan yang seperti itu tidak bisa dipungkiri kalau segala hal yang menyangkut pak Dwi menjadi sesuatu yang menarik untuk digosipkan. Dengan sikap dingin dan tegas saat mengajar, tapi, menjadi hangat dan murah senyum saat ada yang mengajaknya bercanda dan berbicara.
Dan yang paling penting dari segala hal yang ada didalam diri pak Dwi, saat ini pak Dwi dalam keadaan jomblo, belum memiliki pasangan. Dan tentu hal itu menjadi peluang yang harus dimanfaatkan para wanita dan gadis-gadis yang ingin mendekatinya.
.
.
.
.
"Lihat apa lo?" tanya seorang laki laki dengan umur kisaran tiga puluhan.
"Seseorang." jawab laki-laki yang sedari tadi mengamati segerombolan gadis-gadis muda yang terlihat asyik mengobrol dari lantai dua.
Dan kedua teman laki-laki itu mengikuti arah pandang dari temannya.
.
.
.
.
Setelah tidak bertukar kabar selama hari libur, hari ini Sila sudah bertekad akan mengajak Roland berbicara kembali setelah selesai jam kuliah.
Sila sadar, dia butuh waktu lama untuk membicarakan hal ini dengan Roland, sedangkan waktu yang diberikan papanya semakin menipis disetiap harinya.
"Sayang... kapan kamu akan merubah pikiranmu??" tanya Sila pada Roland. Saat ini mereka berbicara berdua didalam mobil. Sila berharap Roland mau merubah pikirannya dan siap untuk menemui kedua orang tuanya.
"Soal apa sayang? kalau masalah datang kerumah untuk menemui kedua orang tuamu, aku benar-benar belum siap sayang." jelas Roland.
"Dicoba dulu sayang, mereka tidak akan menuntut macam-macam, apa kamu tidak pernah punya keinginan untuk berkenalan dengan keluargaku?? apa selama ini kamu hanya ingin bermain-main denganku??" tanya Sila dengan mengeluarkan segala dugaannya.
"Kenapa kamu berfikiran seperti itu Sila?? tentu saja aku serius menjalani hubungan ini. Tapi, mengertilah Sila menjalin hubungan denganmu dan datang kerumah untuk menemui kedua orang tuamu itu dua hal yang berbeda." jelas Roland.
"Aku masih kulaih belum mempunyai apa-apa, aku ingin memulai usahaku lebih dulu sayang. Sabarlah sebentar lagi ya?? Setelah semuanya sudah stabil, maka aku akan bisa percaya diri untuk memintamu pada kedua orang tuamu." lanjutnya.
"Kita bisa memulainya bersama-sama sayang. Meskipun sekarang kamu belum memiliki apa-apa keluargaku tidak akan merendahkanmu. Mereka ingin tahu siapa kekasih dari putrinya." timpal Sila.
"Please Sila, aku sedang tidak ingin bertengkar. Pembicaraan ini tidak akan ada ujungnya. Meskipun kamu mencoba untuk membuatku berubah fikiran, kurasa itu percuma. Jawabanku masih tetap sama. Aku belum siap, meskipun itu hanya perkenalan." tolak Roland dengan tegas.
Sila menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sepertinya benar yang dikatakan Roland, pembicaraan ini sia-sia dan hanya akan membuat lelah.
"Baiklah kalau begitu. Aku pergi dulu, masih ada pekerjaan setelah ini." pamit Sila.
"Pakai sabuk pengamanmu, aku akan mengantarmu." tawar Roland.
"Tidak usah, aku membawa mobil." jawab Sila dan dengan cepat keluar dari mobilnya Roland.
Setelah kepergian Sila, mobil Roland menjadi hening. Roland menghembuskan nafasnya kasar. Dia merasa lelah. Roland menyenderkan punggung kekursi dengan memejamkan mata berharap dia bisa sedikit lebih tenang setelah beradu mulut dengan Sila. Sejak Sila membicarakan hal ini beberapa hari yang lalu, hubungan mereka sedikit menjadi tegang. Dan hal itu berakhir dengan sebuah pertengkaran kecil dan tidak berkomunisi beberapa hari.
.
.
Disaat Roland masih mengatur emosinya, dia dikagetkan dengan seseorang yang dengan santainya masuk kedalam mobil tanpa permisi dahulu.
"Hai sayang, katanya sudah putus?? tapi, baru saja aku melihat Sila keluar dari mobil kamu?" tanya Nita.
"Kami hanya membicarakan sesuatu yang belum selesai." jawab Roland.
"Jangan berani macam-macam sayang, anak kita tidak akan suka kalau ayahnya main-main dibelakang ibunya." peringat Nita dengan mengelus perutnya yang masih rata.
"Iya, tidak usah khawatir. Katakan pada anak kita, kalau ayahnya akan setia pada ibunya." jawab Roland.
"Apa semuanya sudah selesai?? apa kita harus pulang sekarang??" tanya Roland.
"Iya, kuliah hari ini sudah selesai. Aku benar-benar lelah. Ayo kita pulang, tapi, sebelum itu kita mampir beli bakso dulu ya... anak kita menginginkannya." minta Nita dengan begelayut manja dilengan Roland.
Roland hanya menganggukkan kepalanya dan mulai menyalakan mobilnya, mengendarainya keluar dari pelataran kampus.
.
.
.
.
TBC