Hukuman pertama

1979 Words
Mansion Keyro 03:45 dini hari Semua pelayan yang ada di kediaman keluarga Keyro hanya bisa diam ketakutan ketika mereka mendengar kepala keluarga ini sedang marah besar kepada putra kesayangan mereka, suara Faisal begitu menggema seram hingga ke telinga para pelayan yang kamar nya berada jauh di belakang mansion. Faisal Keyro sudah hilang kesabaran melihat kelakuan putra satu-satu nya yang sudah jelas akan menjadi penerus perusahaan Keyro itu pulang dalam keadaan mabuk berat di bopong kedua teman nya. Melihat kondisi Gio, amarah Faisal langsung naik ke ubun-ubun, wajah penuh kerutan akibat usia menua itu terlihat merah padam saat ini, sorot mata Faisal pun tak kalah menakutkan, merah dan tajam. "Kapan kamu bisa berubah Gio !!" bentak Faisal murka "bagaimana kalau media tahu kelakuan kamu selama ini !, kamu mau mempermalukan papa, iya !!" Gio yang setengah sadar dan setengah mabuk hanya diam menunduk sembari memijat pangkal hidung nya, dia tidak mendengar dengan jelas semua amarah Faisal karena kepala nya sangat pusing saat ini. Tapi walau begitu Gio hafal apa saja yang akan Faisal bahas ketika memarahinya, sebab Gio sudah sering terkena semprot sepert ini, pasti Faisal akan membahas tentang masa depan perusahaan yang kelak akan Gio pegang dan tentang nama baik keturunan Keyro yang tampak sangat sempurna di mata masyarakat. "Papa sudah berusaha menyembunyikan nilai buruk mu setiap tahun dari media, agar mereka tidak mengendus betapa bodoh nya otak mu itu jika di sekolah !" omel Faisal terdengar sangat frustasi "pa udah dong, biarin Gio istirahat dulu, kasihan dia" sela Prisilla sendu, dia wanita yang sangat Faisal cintai dan wanita yang begitu Gio cintai. "Jangan bela anak mu terus Silla, ini sudah keterlaluan. Sebentar lagi dia kelas tiga, lulus dan kuliah, kalau kerjaan dia hanya mabuk dan foya-foya bagaimana dia bisa memegang perusahaan Keyro nanti nya !" "tapi kondisi Gio tidak memungkinkan saat ini pa, dia sedang mabuk dan dia sama sekali tidak akan mendengarkan ocehan papa itu" ucapan Prisilla benar, seketika itu Faisal berdecak kesal dan melangkah pergi dari ruang tamu masih dengan emosi panas di d**a nya. "Mama antar ke kamar ya" ajak Prisill meraih lengan Gio agar berdiri, Gio tersenyum manis ke arah ibu nya itu dan berusaha untuk menahan diri untuk tidak merepotkan Silla selama perjalanan ke lantai dua dimana kamarnya berada. ***** SMA bunga harapan 06:00 Seperti hari biasa Kiran aja datang ke sekolah lebih awal, di saat teman lain mungkin masih mandi Kiran sudah duduk cantik di bangku nya. Sudah menjadi rutinitas bagi Kiran menjadi orang pertama yang memasuki gerbang sekolah dan itu bukan karena dia terlalu rajin tapi karena dia menghindari tatapan menilai dari para siswa siswi ketika dia berjalan di tengah-tengah mereka. Kiran benci tatapan itu, tatapan di sertai bisikan yang jelas Kiran dengar. Mereka secara gamblang memperlihatkan ketidaksukaan mereka akan adanya Kiran, tapi Kiran mencoba untuk bertahan setidak nya satu tahun lagi sampai hari kelulusan tiba dan dia bebas dari lingkungan orang-orang penilai ini. Terkadang Kiran Kiran segera mengeluarkan kotak bekal nya, hari ini dia menjalani metode diet tinggi kalori namun rendah karbohidrat. Jadi Kiran akan sarapan hanya dengan dua butir telur rebus dan air putih saja. Kiran melahap sarapan nya itu secepat yang dia bisa agar nanti di saat teman lain sudah datang mereka tidak melihat Kiran yang sedang makan. Sepuluh menit telah berlalu, dua butir telur itu sudah mengganjal lambung Kiran sampai pulang sekolah nanti. Dia sangat berharap metode diet ini akan lebih banyak menurunkan berat badan nya. Tepat lima menit setelah Kiran selesai satu persatu murid mulai berdatangan, mereka menaruh tas di meja masing-masing kemudian keluar tetapi tidak untuk Bagas, teman sekelas Kiran itu malah berjalan mendekati meja Kiran. "Heh gendut, gue nyontek soal fisika dong" ujar nya pongah, tidak ada raut memohon sama sekali tak seperti orang lain ketika ingin menyontek "aku cuman bisa ngajarin, nggak bisa ngasih jawaban nya gitu aja" balas Kiran sembari membuang nafas panjang Bagas mendecih "elo berani sama gue !" bentak Bagas menggebrak meja Kiran membuat gadis tembam itu tersentak kaget "gue ketua kelas disini, semua murid sungkan sama gue. Seharus nya elo juga kayak gitu !" Kiran memberanikan diri menatap lelaki itu "karena kamu ketua kelas seharusnya memberi contoh yang baik, jangan nyontek" karena tersulut emosi Bagas melempar tas Kiran sampai kotak bekal tadi keluar dari dalam tas Kiran yang memang tidak di resleting, melihat kotak biru muda itu Bagas segera mengambilnya. Senyum remeh muncul di bibir Bagas "pantesan aja elo gendut, pagi-pagi gini udah habis satu box nasi !" ejek nya tertawa menyebalkan "balikin !" Kiran merebut kotak bekal tersebut kemudian beralih membereskan peralatan belajar yang sudah berserakan di lantai tapi mungkin pagi ini dewi fortuna sedang menyertai Bagas, sebab mata lelaki itu menangkap buku fisika Kiran sedikit terlempar jauh dari posisi tas Kiran sehingga Bagas langsung mengambil benda tersebut. "Bagas kembalikan buku !!" pinta Kiran hendak meraih buku yang sudah Bagas jauhkan dari jangkauan Kiran dengan mengangkat buku itu tinggi-tinggi, berkat tinggi badan Bagas dia menang sekarang karena Kiran tidak bisa mencapainya "Bagas !!" "ayo ambil kalau bisa" ujar Bagas tertawa girang mulai berlari kecil keliling kelas "kalau elo bisa ambil nih buku sebelum bel masuk gue janji nggak akan maksa untuk nyontek" kata Bagas kini berjarak lima meter dari Kiran, ada senyum mengejek tercetak tipis di wajah menyebalkan Bagas. Sekuat tenaga Kiran mengejar lelaki menyebalkan itu, tubuh gempal nya memang sedikit mengganggu sebab dia sudah ngos-ngosan hanya dengan tiga kali keliling ruang kelas sedangkan Bagas terlihat tak ada tanda lelah sama sekali hingga akhirnya Kiran menghela nafas pasrah mendengar bel masuk berbunyi nyaring. Jam pelajaran pertama semua berjalan lancar, namun di jam pelajaran kedua Kiran harus di serang rasa panik ketika Bagas tidak mengembalikan buku fisika nya meski pak Ahmad si guru fisika killer itu sudah masuk dan meminta untuk semua murid agar mengumpulkan tugas mereka. Kiran berusaha memanggil Bagas, dia melempar beberapa gumpalan kertas ke arah Bagas yang hanya berjarak dua bangku di sisi kanan nya. Entah di sengaja atau tidak, Bagas sama sekali tidak merespon, dia terus menunduk dan sibuk menulis. "Ran, buku kamu mana ?" tanya Fanya kebingungan, dia sudah menyetor buku ke depan dan biasanya Kiran lah orang pertama di kelas itu yang menyetor tapi sekarang Kiran belum berdiri sama sekali "buku aku di bawa Bagas" bisik Kiran, terdengar begitu panik "Kiran ! mana buku kamu" seru pak Ahmad membuat Kiran membeku seketika, semua tatapan para siswa pun terarah ke Kiran. "Bu-buku nya,, ada di Bagas pak" balas Kiran gugup, mendengar itu semua murid beralih menatap Bagas. "Apa an !!" bantah Bagas cepat "elo nuduh gue nyontek hah !" bentak Bagas sengit "buku fisika ku kan emang kamu bawa Gas" ujar Kiran "emang elo punya bukti !" sentak Bagas, seakan dia di fitnah saat ini "se nakal-nakal nya gue, gue nggak pernah nyontek !" "halah ! kalau g****k ya g****k aja. Se isi kelas juga tahu kalau elo itu tukang nyontek !" Fanya bersuara, dia membela Kiran karena dia percaya dengan apa yang Kiran katakan kalau Bagas membawa buku fisikanya. "Elo berani sama gue !" geram Bagas emosi, mata tajam nya begitu seram menatap Fanya dan Kiran "DIAAAM !!!" suara menggema pak Ahmad menghentikan adu mulut antar bangku itu. Mereka tidak ada yang berani bersuara lagi, bahkan bernafaspun seperti kesalahan bagi mereka jika sudah melihat aura pak Ahmad menggelap seperti ini "Kirania berdiri di lapangan sampai pelajaran saya selesai, setelah itu pulang sekolah bersihkan toilet lantai dua" suruh pak Ahmad mutlak tanpa bisa di debat sama sekali. Sebagai hukuman pertama tentu saja Kiran tidak terima akan semua ini, dia sudah mengerjakan soal tersebut tapi Bagas menghancurkan semua nya. "Ta-tapi pak" "diam Fanya !" sela pak Ahmad menghentikan Fanya yang masih ingin membela Kiran "saya tidak pernah pilih kasih kepada murid saya, meski Kiran salah satu murid berprestasi tapi sekali dia salah, dia tetap saya hukum" "pak, kenapa bapak nggak cek dulu di tas nya Bagas ada atau enggak buku nya Kiran" kata Anindi berharap buku Kiran benar ada di sana tapi Bagas jauh lebih pintar dari pada yang mereka kira, Bagas sudah menyembunyikan bukti karena dia tahu efek dari kelakuan nya ini. Sehingga Kiran harus menjalani hukuman dari kesalahan yang tidak pernah dia perbuat. ****** Berbeda dengan Kiran yang dikeluarkan pak Ahmad karena tidak mengumpulkan tugas, Gio, Hardi, Bram dan Arash memilih tidak mengikuti pelajaran karena asyik nongkrong di rooftop sembari menghisap tembakau. Mereka be empat perokok aktif, apalagi Gio yang sangat candu akan benda itu. "Besok malam ada balapan di surkuit biasa" ujar Hardi sembari membacakan broadcast balapan yang dia terima dari grub whatsappnya. "Berapa taruhan nya ?" sahut Gio menyedot sekali lagi tembakau di sela jemarinya, Gio merasa sangat tenang ketika menghembuskan asap beracun itu dari bibir nya "satu motor sport keluaran terbaru" balas Hardi "gue ikut" ujar Gio cepat "gue masih dendam sama Hazel" desis nya sinis "elo yakin bisa kalahin dia ?" tanya Bram meremehkan, sebab Bram tahu kalau Hazel bukan lawan receh. "Ck !" decak Gio "gue akan buat dia malu" kata Gio sambil menginjak putung rokok yang sudah habis tembakau nya "gimana kalau bokap elo tahu" timpal Arash mewanti-wanti "dia nggak akan tahu, karena nanti malam dia ada perjalanan bisnis ke eropa" kata Gio tersenyum lebar "elo emang bandel banget ya, nggak ada kapok-kapok nya di marahin pak Faisal" ujar Hardi terkekeh kecil "se nakal-nakal nya gue, papa nggak akan berani sampai mukul gue. Karena hanya gue harapan penerus usaha Keyro" kata Gio membanggakan diri "beruntung banget ya jadi elo, isi dompet kayak nggak ada habis nya" puji Bram menepuk pelan pundak Gio dan hanya senyum miring congkak yang Gio perlihatkan kepada ketiga sahabat nya itu. ******* Bel pulang sekolah berbunyi setengah jam lalu sedangkan Kiran harus menyelesaikan hukuman terakhirnya membersihkan toilet lantai dua. Melihat kondisi nya saja sudah membuat Kiran menghela nafas panjang, toilet di lantai dua terkenal kotor dan bau karena kelas di sana rata-rata lebih banyak siswa nya dari pada siswi, jadi sudah bisa di tebak bagaimana jorok nya toilet lantai dua. Kiran meletak kan tas nya di salah satu bangku tak terpakai diluar toilet, kemudian dia segera mengambil peralatan kamar mandi dan mulai mengerjakan hukuman nya. Dia harus cepat karena tidak akan ada angkot di atas jam empat sore sedangkan sekarang sudah jam tiga. Kiran membawa hukuman ini sesantai mungkin, dia menganggap kalau ini seperti olahraga baginya yang sedang menjalani diet. Keringat Kiran mulai membasahi seragam nya, badan gempal Kiran sekali lagi membuat nya mudah lelah, bahkan nafas Kiran mulai tidak beraturan. "Wah ada pekerja baru nih !" seru an seseorang membuat Kiran menoleh ke arah pintu toilet, disana ada Hardi dan Bram "elo di hukum ?" tanya Hardi, Kiran mengangguk kecil sebagai jawaban Hardi manggut-manggut "yaudah lanjutin gue mau kencing" ujar nya berjalan masuk ke salah satu bilik yang sudah bersih sedangkan Bram hanya diam di ambang pintu menunggu Hardi. Setelah Hardi menyelesaikan keperluan nya, lelaki itu pun keluar namun Kiran harus menegur Hardi karena bau di kamar mandi bekas Hardi kencing sangat menyengat "ya elo aja lah yang siram, elo kan lagi tugas disini" suruh Hardi tidak peduli "tapi tadi sudah bersih, seharus nya kamu yang siram" balas Kiran sedikit takut, karena ini pertama baginya berbicara dengan siswa most di sekolah ini. "Elo berani nyuruh-nyuruh gue ?" tanya Hardi menatap tajam mata Kiran membuat Kiran harus sedikit menunduk "di sekolah ini nggak ada yang berani merintah gue !! paham !" bentak Hardi mengejutkan Kiran, gadis itu sampai mundur beberapa langkah "udah udah, mending kita pulang aja" ajak Bram malas dengan kondisi itu, dia menarik pundak Hardi untuk ikut pergi dengan nya meninggalkan Kiran yang terpaksa mengepel ulang toilet itu. "Nggak biasa nya sih elo jorok kayak gini !" sindir Bram melirik jijik teman nya itu Hardi terkekeh kecil "gue cuman lagi ngerjain dia aja, gue sengaja nggak nyiram air kencing gue" "hah ? buat apa !" seru Bram heran "ya abis gue jijik lihat dia di toilet, badan gendutnya, terus keringet dia,, eeeuuuhhh geli gue !" tawa Bram pecah seketika, apalagi melihat ekspresi Hardi mengernyit tidak suka hanya dengan bercerita tentang Kiran di toilet tadi. "b*****t bener emang elo !"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD