Zombie 12 - Take a Sample

2250 Words
Zombie 12 - Take a Sample Xavier dan Jessica mulai menyusuri sekitar jalan. Mereka sengaja mencari sempel kulit zombie agak jauh dari terowongan bawah tanah. Soalnya menghindari ketahuannya tempat persembunyian mereka. Di sekitar jalan, sudah banyak sekali bangkai Zombie yang berserakan. Mereka sudah seperti sampah yang tidak terpakai. Rata-rata zombie yang telah mati. Punya luka di kepalanya. Berarti orang-orang sudah tahu bagaimana cara membunuh para monster pengigit ini. Jesicca mulai mengambil sampel kulit zombie yang sudah mati. Selain sampel kulit Zombie, Jessica juga mengambil darah dari zombie yang sudah mati. Darahnya tidak segar seperti manusia. Warna darahnya terkesan lebih merah gelap atau hitam. Mungkin karena para zombie memakan manusia dan bangkai. Pantas saja darahnya jadi menghitam. Jesicca melihat Xavier membawa karung besar. Apa yang Xavier bawa? "Elo bawa apa? Apa elo menemukan senjata?" Tebak Jessica. "Gue bawa Sempel Zombie yang baru gue bunuh tadi. Karung ini isinya Zombie yang baru saja mati. Rasanya memang perlu. Kalau bisa sih sempel zombie hidupnya," jawab Xavier. Jesicca mengangguk-anggukan kepalanya. "Kalau kita mau menangkap satu zombie yang masih hidup. Kita harus persiapkan terlebih dahulu. Kita harus cari bius agar zombienya kita buat pingsan," saran Jessica. "Setuju, gue juga berpikir seperti itu. Setelah ini kita cari rumah sakit atau apotek untuk mengambil cairan bius sebanyak-banyaknya. Elo tahu daerah ini?" Jesicca mengambil sesuatu dalam tasnya. Ia mengeluarkan sebuah peta. "Gue pernah sesekali ke daerah ini. Karena dulu paman gue tinggal di sini. Lihat," Jesicca menujuk petanya. "Ada apotek tidak jauh dari sini. Dugaan gue tepat kan," ujarnya merasa bangga. "Baiklah kita ke sana sekarang. Cari obat bius sebanyak-banyaknya. Kita tidak pernah tahu membutuhkan berapa bius untuk melumpuhkan para zombie. Pokoknya ambil sebanyak-banyaknya. Setlah kita ke apotek. Kita cari juga senjata yang bisa menembakkan biusnya. Ambil barang-barang yang berguna di jalanan. Baik itu senjata atau apapun yang berguna," perintah Xavier. Mereka langsung berjalan menuju apotek. Jessica di beritahu oleh Xavier tentang nama-nama obat biusnya. Pastinya Jessica tidak mengetahui banyak tentang obat bius. Agar dia tidak salah dalam mengambil bius. "Sebelum menjalani operasi, dokter atau perawat biasanya akan memberikan anestesi (obat bius) untuk menghilangkan rasa sakit. Terdapat beberapa macam obat anestesi yang tersedia, jenis yang sesuai untuk kita akan ditentukan oleh dokter. Obat anestesi biasanya diberikan pada pasien sebelum menjalani operasi Anestesi adalah tindakan medis yang bertujuan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada area tubuh," ucap Xavier. Apa itu obat anestesi? Bagaimana cara kerja anestesi? Macam-macam anestesi yang perlu kita ketahui. Berbagai efek samping obat bius. Sebelum menjalani operasi atau tindakan medis lain, dokter atau perawat umumnya akan memberikan anestesi (obat bius) untuk menghilangkan rasa sakit. Meski dapat membuat pasien kebal dari rasa sakit atau nyeri untuk sementara, bukan berarti obat ini tidak menimbulkan efek samping dan komplikasi setelah efeknya mereda. Bagaimana cara kerja anestesi? Cara kerja anestesi adalah menghentikan atau memblokir sinyal saraf dari pusat rasa sakit selama operasi atau prosedur medis tertentu. Dengan memberikan obat bius, dokter dapat melakukan tindakan medis dengan leluasa tanpa membuat pasien kesakitan. Setelah efek anestesi hilang, sinyal saraf secara bertahap akan kembali menjalankan fungsinya seperti semula. Beberapa waktu kemudian, rasa sakit akibat tindakan medis barulah akan terasa. "Macam-macam anestesi yang perlu diketahui. Ahli anestesi akan memberikan jenis obat bius tertentu sesuai dengan kondisi kesehatan dan tindakan medis yang akan dijalani oleh pasien. Dalam dunia kedokteran, terdapat tiga jenis obat anestesi yang umum digunakan. Tiap jenisnya memiliki tujuan dan cara kerja yang berbeda-beda," terus Xavier. Selain menjelaskan tentang anastesi. Xavier juga mencatat beberapa obat yang mengandung anastesi. Agar lebih mudah di temukan oleh Jessica di dalam apotek. Semoga saja mereka menemukan banyak jenis obat bius untuk dapat di pergunakan. Karena sepertinya akan butuh sangat banyak obat bius untuk membuat zombie dalam keadaan tidak sadar. Mereka harus cepat mencarinya. Seperti biasa, mereka harus kembali. Sebelum matahari terbenam. "Elo yakin cuma segini obat yang harus kita ambil?" Tanya Jessica saat melihat list obat-obatan yang harus mereka bawa. "Ya, cuma segitu yang kita perlukan. Elo bisa mencari semua itu kan? Gue mau lihat-lihat obat yang lain. Siapa tahu nanti berguna, jadi gue akan ambil yang nantinya dibutuhkan," instruksi dari Xavier. Xavier memang sangat teliti. Xavier mempunyai jiwa kepemimpinan. Dari tadi Xavier lah yang memimpin pencarian sampel zombie di hari pertamanya besama Jessica. Mereka berdua memang sering di libatkan penelitian ilmiah di kampusnya. Dan memang Xavier yang selalu menjadi ketua kelompoknya. Tidak heran, Jessica begitu nurut pada Xavier. Karena memang Xavier selalu tahu yang terbaik untuk kelompoknya. Sebelum memutuskan sesuatu Xavier pasti menimbang-nimbang dulu segala resiko yang akan mereka hadapi. "Oke, siap gue cari sebelah kanan. Dan elo cari sebelah kiri ya," ucap Jessica. Sekarang Jessica yang memberikan instruksi. Rasanya mereka bergantian memberikan instruksi. Jessica menyusuri rak-rak obat di apotek. Obat-obatannya sudah sangat berantakan. Mungkin ada orang yang mengambilnya atau zombie yang datang membuat kerusuhan di apotek. Jessica menduga kalau obat-obatan yang berantakan ini. Diambil oleh sebagian orang. Karena zombie tidak akan mungkin mengambil obat. Zombie hanya memakan manusia, itu saja. Sisanya Zombie hanya menabrak apa yang ada dihadapannya. Jessica mulai memasukan obat yang ada di dalam list yang diberikan oleh Xavier. Ternyata cukup banyak juga. Mungkin karena apotek yang mereka datangi ini merangkap dengan klinik juga. Jadi ada beberapa obat bius yang mereka simpan. Soalnya tidak semua apotek memiliki obat bius. Perlu izin yang ketat untuk menyimpan obat bius di apotek. Karena tidak semua apotek diperbolehkan menyimpan obat bius. Jessica melihat bercak darah di sekitar rak-rak obat itu. Darahnya terlihat masih segar. Karena penasaran. Jessica mengikuti jejak bercak darah itu. Tidak jauh dari sana. Jessica melihat Zombie sedang memakan manusia. Sepertinya bercak darah segar itu milik manusia yang sedang di makan si zombie itu. Jessica harus hati-hati jangan sampai zombie itu menyadari kehadirannya. Bisa-bisa Jessica menjadi makan siang keduanya. Perlahan-lahan Jessica berbalik badan. Berusaha ketempat Xavier berada. Untuk memberi tahu. Kalau di apotek ini ada zombie. Baru satu zombie yang Jessica temui. Entah lah masih ada lagi atau tidak di apotek ini. Cerobohnya Jessica malah tidak sengaja memecahkan botol obat yang dia senggol. Otomatis zombie yang sedang menyantap makanannya melirik kearah suara. Karena memang zombie sangat sensitif pada suara. Zombie itu mengejar Jessica. Jessica berlari mencari Xavier. "Zombie! Xavier! Ada zombie di apotek ini!" Teriak Jessica semoga saja Xavier mendengar teriakan Jessica. Jessica terus menghindar dari zombie itu. Namun, zombie itu berhasil meraih tangannya. Jessica mencari pisau yang dia bawa untuk menikam zombie itu. Karena Xavier memang melarang menembak zombie, kecuali benar-benar terdesak. Jessica tidak mau membunyikan lonceng makanan untuk para zombie yang berada di luar apotek. "Sial! Tidak ada pisau!" Umpatnya sementara Zombie sudah semakin ganas ingin memakan Jessica. Jleb! Xavier menusuk kepala zombie itu dari belakang. "Elo enggak apa-apa kan Jess? Elo enggak di gigit zombie kan?" Tanya Xavier cemas. "Gue enggak apa-apa kok, elo datang tepat waktu," sahut Jessica. "Kenapa tidak menusuk kepala zombie? Elo kan punya senjata," ujar Xavier. Untunglah Xavier datang tepat waktu. "Pisau gue jatuh kayaknya," jawab Jessica. "Elo kan bisa gunakan pistol itu. Tembak kepalanya!" Tegas Xavier. "Gue enggak mau ngasih lonceng makanan buat kawanan zombie yang ada diluar," balas Jessica. "Elo bisa dimakan zombie tadi. Tembak saja, jika dalam situasi seperti itu. Elo harus lebih hati-hati lagi. Jangan sampai elo jadi zombie. Paham?" Dari nada bicaranya Xavier sangat khawatir dengan Jessica. Tentu sekarang mencari manusia yang masih hidup benar-benar sangat sulit. Apalagi Jessica adalah orang yang lama Xavier kenal. "Iya, iya maaf. Gue cuma panik pisau gue jatuh entah dimana. Makasih ya tadi udah nolongin gue," sesal Jessica. Xavier memberikan pisau belatinya. "Loh kalau elo kasih ini pisau ke gue. Emang elo masih punya pisau?" Tanya Jessica. Xavier merogoh kedua sakunya. "Elo lihat ini. "Tenyata masih ada empat pisau belati di saku celananya. Xavier benar-benar sudah mempersiapkan semua kemungkinan. Padahal di sabuk pinggangnya ada dua pistol tergantung. Tenyata Xavier masih menyimpan lima pisau belati. "Oke deh, gue ambil satu ya." Xavier hanya mengangguk. "Ya udah kita lanjutan mencari obat-obatan," perintah Xavier. "Elo harus hati-hati lagi. Jangan sampai kejadian tadi terjadi lagi." "Iya, tadi gue lihat bercak darah segar. Gue penasaran jadi gue ikutin jejak itu. Tenyata gue lihat zombie itu lagi makan orang. Kemungkinan orang itu dokter atau tenaga medis. Soalnya gue lihat orang itu pakai jas lab. Pas gue mau pergi, gue malah pecahin botol obat. Zombie itu langsung kejar gue," cerita Jessica panjang lebar. "Pokoknya, kalau elo dalam situasi terdesak kayak tadi. Tembak kepala zombie itu tanpa ragu. Jangan pikiran suara tembakan elo itu jadi lonceng makanan bagi zombie yang ada di luar. Elo pikirkan keselamatan elo! Paham?" Tegas Xavier. "Iya, Xavier maaf," sesal Jessica. Xavier ternyata kalau sedang marah seram juga. Sebetulnya bukan marah sih, lebih tepatnya Xavier sedang mengkhawatirkan Jessica. Namun, caranya ya seperti itu. Dengan cara ngomel dan marah-marah pada Jessica. Mereka kembali mencari obat-obatan yang mereka butuhkan. Semoga saja tidak ada Zombie lagi yang menyerang mereka. Xavier mulai masuk ke ruang periksa di klinik itu. Biar bagian Jessica saja yang mencari obat di apotek. Xavier melihat-lihat sekitarnya, siapa tahu ada alat medis yang bisa Xavier bawa. Untuk perluan penelitian lebih tepatnya. Di ruang pemeriksaan klinik ada beberapa alkohol, desinfektan dan ada juga iodid untuk luka. Xavier memasukkan semuanya ke dalam tas. Ada juga beberapa suntikan, kapas, perban, benang dan jarum jahit dan lain sebagainya. Alat-alat itu pastinya akan beguna saat di terowongan bawah tanah nanti. Xavier ingat ada tiga dokter di kelompok Jessica. Mereka pasti membutuhkan alat yang baru saja Xavier masukan tadi. Untuk sekarang ini memang harus lebih memanfaatkan setiap barang yang ditemukan. Soalnya, hari esok belum tentu situasi akan aman seperti hari ini. Hari ini mungkin tidak terlalu banyak zombie di klinik apotek ini. Besok mungkin akan banyak kawanan zombie yang berkeliaran klinik apotek ini. Xavier menemukan buku yang sudah usang. Karena penasaran Xavier mengambilnya. "Secret of zombie," ucap Xavier membaca judul buku itu. Sepertinya buku itu seperti catatan. Judulnya yang misterius membuat Xavier penasaran dan ingin membukanya. Halaman pertama isi buku itu menceritakan tentang adanya wabah zombie di kota tersebut. "Jadi dulu juga pernah ada wabah zombie? Mungkin ini catatan akan beguna nanti," oceh Xavier berbicara sendirian. Xavier melanjutkan membaca buku itu. Disana ada beberapa formulasi yang Xavier tidak mengerti apa yang ditulis. Tulisannya ada beberapa yang memakai aksara kuno. Jadi Xavier tidak memahaminya. Dugaan sementara, buku yang Xavier temukan adalah buku catatan seseorang yang pernah menangani wabah zombie. "Kalau dulu pernah ada wabah zombie, berarti tidak menutup kemungkinan. Vaksin itu akan ditemukan. Mereka bisa mengembalikan para zombie menjadi manusia kembali," terka Xavier. Sayangnya buku catatannya tidak bisa Xavier baca semuanya. Xavier harus bertanya pada orang yang mengerti tentang aksara kuno. Apa Jessica mengerti aksara kuno? Atau profesor Felix? Xavier akan menyimpan catatan itu. Semoga saja nanti bisa berguna, agar vaksin virus zombie ini cepat di temukan. "Xavier, apa ada masalah?" Tanya Jessica. "Enggak. Oh iya, elo bisa aksara kuno?" Tanya Xavier. "Enggak begitu sih. Ayah gue yang bisa. Emang kenapa?" Jessica balik tanya. Xavier menunukan buku yang berjudul Secret of Zombie. "Gue nemuin ini. Buku ini kayaknya buku catatan seseorang tentang zombie. Gue baca halaman pertama. Penulis buku ini menjelaskan bahwa dulu ada wabah zombie terjadi di kotanya. Kalau memang dulu ada wabah virus zombie seperti sekarang. Tidak menutup kemungkinan mereka pernah menemukan vaksinnya. Buktinya kita bisa hidup tanpa adanya zombie," jelas Xavier. "Elo serius itu buku catatan? Bukan novel atau fiksi kan?" Tanya Jessica memastikan. "Elo lihat aja ini," Xavier memperlihatkan halaman pertama buku ini. "Buku ini di tulis dengan pena. Dan banyak sekali catatan didalamnya. Elo lihat juga banyak aksara kuno di sini. Gue yakin penulis ini menulis formulasi vaksin virus zombie. Penulis buku ini sengaja menulisnya dalam aksara kuno. Agar tidak banyak orang yang paham soal ini. Seandainya gue bisa aksara kuno, gue pasti bisa baca tulisan ini," ucap Xavier. "Sayangnya, ayah udah jadi zombie. Kalau enggak ayah bisa membantu baca ini. Ya sudah, bawa saja. Siapa tahu nanti berguna. Gue akan tanya orang-orang dikelompok gue siapa tahu ada yang bisa baca aksara kuno," balas Jessica. "Oke, nanti gue juga mau tanya Professor Felix dulu." "Coba gue lihat dulu sebentar bukunya," pinta Jessica. Jessica jadi ikut penasaran dengan buku yang ditemukan Xavier. Dulu Jessica juga pernah belajar aksara kuno. Namun, tidak selesai belajarnya. Karena menurut Jessica membosankan. Padahal itu ilmu yang sangat berharga. Ayahnya mau mengajarkannya dengan cuma-cuma. Sekarang saat dibuktikan seperti ini. Rasanya Jessica menyesal karena tidak bisa membantu membaca aksara kuno ini. "For.. mu.. la.. tion.." ejah Jessica. "Ya, Xavier sepertinya ini benar-benar formulasi. Gue cuma bisa baca segitu saja. Yang lainnya masih samar. Nanti gue coba baca lagi di terowongan bawah tanah," terus Jessica. "Baiklah, akhirnya kita menemukan sesuatu yang berharga. Ya sudah kita lanjutkan pencarian kita," ajak Xavier. Tanpa saling berbicara lagi mereka masih terus menyusuri setiap klinik apotek ini. Seperti belum banyak orang yang menjamah tempat ini. Banyak sekali peralatan dan obat-obatan yang bisa mereka ambil. Jessica melanjutkan mencari obat-obatan yang ada di list yang Xavier tulis. Sementara Xavier masih melihat-lihat buku yang berserakan di lantai ruangan pemeriksaan itu. Siapa tahu ada buku catatan atau buku yang berguna lagi. Kebanyakan memang buku-buku tentang ilmu pengetahuan medis dan hukum medis. Tidak heran karena tempat ini memang sebuah klinik apotek. Jadi isi bukunya pasti tentang pengetahuan medis semuanya. Tidak hanya buku, ada juga beberapa catatan medis pasien yang pernah berkunjung ke klinik apotek ini. Bukunya berantakan sepertinya karena ulah para zombie. Zombie memang selalu membuat kekacauan dimana-mana. Xavier terkejut saat membaca ada nama nyonya Bregenza di sana. Berarti nyonya Bregenza pernah periksa ke klinik ini. Padahal klink ini sangat jauh dari rumahnya. Xavier penasaran dengan catatan medisnya. Sekarang hukum tidak berlaku lagi bukan? Enggak apa-apa sesekali Xavier membaca catatan medis seseorang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD