Rasa Yang Aneh

1450 Words
Tepat pukul lima lebih dua puluh menit Vilien sampai di apartement. Setelah memastikan pintu terkunci, segera masuk ke dalam kamar mandi. Sambil menunggu bak mandi terisi air hangat, Vilien membuka lilitan kain yang menutupi luka robek. Meringis saat kain yang menempel tepat pada robekkan sedikit susah dilepas karena darah yang mengering merekatkan kain pada kulit. Ia pun mengambil baskom berukuran besar untuk merendam kaki dengan air hangat, agar kain terlepas. Selesai membersihkan tubuh dan luka kaki, Vilien merebahkan diri ke ranjang sejenak. Menatap langit langit kamar sambil memikirkan kejadian tadi malam yang berakhir tertidur di atas pohon. Untung saja bangun sebelum matahari terbit, andai dia bangun sedikit terlambat pasti dirinya dipikir pencuri. Penampilan acak acakan dengan menenteng koper berisi uang. Mengingat koper itu, lantas Vilien terduduk dan beranjak meraih koper yang tergeletak di meja belajar. Sesaat terdiam mengamati uang yang tertata rapi, setelahnya melempar ke arah bawah ranjang. Menghembuskan nafas kasar dan kembali melemparkan tubuh ke ranjang. Kelas yang miliki Vilien hari ini pun masuk siang dan hanya dua jam saja. Di apartement mewah yang hanya di tempati Zayden seorang, pagi ini tampak berbeda. Mentari baru saja muncul dan pria itu telah sibuk di depan laptop. Masih mengenakan baju tidur dengan atasan terbuka lebar menampilkan perut kotaknya, Zayden tampak serius menggali dan mencari semua informasi seseorang. Bukan menemukan titik terang malah dirinya dibuat frustasi hanya karena ingin tahu latar belakang gadis yang mengganggu hidupnya sejak kemarin. “Siapa dia sebenarnya,” gumam Zayden kesal pun frustasi. Setelahnya membanting laptop ke sofa samping tempat ia pun duduk. Zayden beranjak dari sofa menuju balkon. Membuka kain yang ada di tubuh, menyisakan celana dalam saja. Detik kemudian melompat ke kolam, berenang menuju ujung kolam yang menyuguhkan ramainya kota di pagi hari. Melipat tangan pada teras kolam dengan dagu tergeletak di atasnya, sedangan hampir seluruh tubuh masih di dalam air. Hanya kepala saja yang timbul. Kembali termenung memikirkan kehadiran gadis baru. Kesal dihantui bayang Vilien, Zayden berteriak. Kemudian berenang ke arah tepi. Ia harus mendatangi gedung Auston untuk mendapatkan informasi yang jelas akurat. Mengenakan jeans biru longgar berpadu baju lengan panjang berwarna putih, Zayden mulai memacu mobil menembus udara panas kota Los Angeles. Mobil sport yang terbuka bagian atas, kaca mata hitam yang terpasang menutupi mata sipit, serta rambut gondrong yang melambai diterpa angin seolah rayuan untuk para pengemudi wanita yang sedang melintas di jalur sama. Beberapa wanita pun melempar sesuatu ke dalam mobil Zayden, dari bunga, coklat, parfum dan pakaian dalam yang sialnya mengenai wajah pria itu. Tidak hanya mengenai bahkan kaca mata wanita itu menggantung di kepala. Zayden sontak mengumpat kesal. Akibat bagian sebelah kaca mata wanita itu sempat menutupi pandangan. Belum selesai, celana dalam berenda pun tiba-tiba mendarat di kemudi. Ya, seorang wanita sexy mensejajarkan mobil untuk melempar baju dalam, setelah berhasil wanita itu segera menginjak dalam gas hingga mobil Zayden tertinggal jauh. Zayden hanya bisa menghela nafas dan menggeleng pelan sambil terkekeh geli. Tak lama, sampailah Zayden di halaman gedung megah milik Auston. Sampai di lobby semua pegawai menunduk sembilan puluh derajat sebagai penghormatan untuk salah satu cucu Auston. Tersenyum, oh tidak mungkin. Berjalan cuek menuju satu-satunya lift yang akan membawanya ke ruangan Ryo. “Angin apa yang membawamu ke sini, sepupu?” seru Ryo begitu pintu terbuka. Sangat tahu siapa lagi yang berani masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. “Angin ribut,” jawabnya santai sambil melangkah menuju sofa. “Sepertinya sangat serius,” ucap Ryo sambil melepas kaca mata bening lalu beranjak menghampiri sepupunya ke sofa. “Siapa gadis itu?” tanpa basa basi Zayden melontarkan pertanyaan begitu Ryo mendaratkan b****g ke sofa. Mengangkat sebelah alis, “Kau sudah tahu. Untuk apa kau pertanyakan lagi?” Zayden mencondongkan tubuh, “bukankah sangat aneh jika orang asing tidak bisa dilihat data detail latar belakang keluarganya?” “Tidak ada yang aneh. Kau sangat ingin tahu tentang dia?” jawab Ryo seolah tahu maksud sepupunya. “Untuk apa aku datang ke sini jika tidak ada hal yang sangat ingin ku ketahui,” sahut Zayden sambil menuang wine ke dalam gelas. “Kalian satu kampus dan satu kelas, tanya saja langsung dengannya,” ucap Ryo Sambil beranjak meninggalkan sofa, kembali ke kursi kebesarannya. Zayden meletakkan gelas cukup kasar ke meja kaca. Berdiri cepat menyusul Ryo, lalu duduk di seberang kursi yang terhalang meja besar. “Siapa dia?” “Seorang gadis bernama Vilien,” jawab Ryo tanpa melihat tatapan serius Zayden. “Maksudku, dari mana asalnya?” Zayden ingin tahu. “Pergilah kau! Jangan mengganggu aku bekerja,” usir Ryo. “Jawab saja dan aku akan pergi!” kini Zayden berdiri sambil berkacak pinggang. Tatapan serius malah terlihat lucu kerena mata sipit yang dimiliki. “Aku sudah menjawab,” kekeh pun tak peduli. Meski dalam hati Ryo sangat ingin tertawa melihat tatapan sepepunya. “Sepupu sialan!” umpatnya. Kemudian berbalik menuju pintu. Belum sempat memegang gagang pintu, Zayden terdiam mendengar kalimat Ryo. “Carilah wanita lain jika hanya untuk bermain-main. Aku akan membunuhmu jika sampai kau menyakitinya,” peringat Ryo. “Kau akan melihat kami berpasangan dan aku akan mengejekmu,” sahut Zayden yang berbalik dan mengedipkan sebelah mata. Ryo melempar pulpen ke arah Zayden tapi pria itu segera keluar dan menutup pintu sehingga pulpen mengenai daun pintu dan jatuh membentur lantai hingga menimbulkan suara. Sedangkan Zayden mengusap d**a lega. Segera berjalan cepat masuk ke dalam lift. Selama di dalam lift, ia merutuki kesalahannya telah meluangkan waktu mendatangi sang sepupu tapi tidak mendapatkan informasi apa-apa. Tidak ada tujuan lain, selain menuju ke kampus. Zayden melajukan dengan kecepatan sedang. Mobil yang semula terbuka, ia tutup. Namun, setelah belokkan menuju satu-satunya jalar ke arah kampus, Zayden melihat Vilien keluar dari lorong menuju pemberhentian bus. Ia pun tersenyum miring. Segera menepikan mobil sedikit jauh dari tempat Vilien duduk. Semakin tersenyum dalam hati melihat gadis itu yang tidak menyadari keberadaannya. Melangkah santai tanpa beban, saat jaraknya dengan Vilien dekat ia pun menarik kerah bagian belakang. Sontak gadis itu menjerit. “s**t!” Zayden mempercepat langkah tanpa peduli dengan Vilien yang harus susah payah jalan mundur. Melempar gadis itu ke dalam mobil pun memakaikan sabuk pengaman. “k*****t kau!” umpat Vilien lagi dengan suara keras sedikit serak. Zayden yang baru saja duduk di depan kemudi harus duduk menghadap ke samping. “Honey lemon,” ucapnya sambil mengangkat tangan, meminta kepada Vilien. “Huh?” linglung. Seketika otak Vilien kosong. “Berikan honey lemon yang ada di dalam tasmu sebagai upah tumpangan ini,” jelas Zayden. Masih menggantung telapak tangan menunggu Vilien menyerahkan botol yang dimaksud. Kedua bola mata Vilien membulat sempurna. Ini pemaksaan, ia tidak meminta tapi pria di depannya ini memaksa lalu meminta bayaran. “Aku tidak meminta tumpangan kepadamu!” bantah Vilien. “Tapi kau sudah duduk di dalam mobilku,” sahut Zayden cepat dengan smirk menjengkelkan. “Aku akan keluar,” ucap Vilien sambil membuka sabuk pengaman lalu menarik kunci pintu tapi pintu tak kunjung terbuka. Vilien menggebrak pintu satu kali dengan wajah kesal. Tentu saja tidak bisa, pria yang tersenyum jahat itu telah mengunci otomatis. Dengan kasar Vilien membuka tas, menyerahkan botol berisi air lemon yang di campur dengan madu. Zayden merebut cepat botol itu lalu menyimpan di lubang samping kemudi yang memang untuk tempat minum. Setelahnya menyalakan mesin dan meninggalkan area itu. “Bagaimana kau bisa mengenal sepupuku?” Zayden membuka suara setelah beberapa menit senyap. “bukan urusanmu,” ketus Vilien menjawab. “Kau menyukainya?” “Tidak penting,” jawab Vilien dengan raut wajah masih kesal. Membuang nafas kasar. “jangan mengulangi lagi datang ke tempat itu,” kali ini suara Zayden terdengar datar. “Siapa kau, berani mengatur hidupku,” jawaban Vilien tak kalah dingin. “Tempat itu sangat berbahaya,” kembali Zayden mengingatkan meski gadis di sebelahnya enggan menanggapi ucapannya. “Bahaya atau tidak, siapa pun tak perlu ikut campur,” tegas Vilien. Zayden memutar kasar kemudi dan berhenti tepat di parkiran biasanya. Tidak langsung turun, ia buka sabuk pengaman dan menatap penuh kepada Vilien. Mencondongkan tubuh hingga jarak diantara mereka sangat tipis. Zayden mengamati lekat garis wajah Vilien hingga tercium wangi segar yang berbeda. “Aku serius,” ucapnya pelan. Detik berikutnya menjauhkan diri dan keluar dari mobil. Sedangkan Vilien, ia masih terdiam dengan jantungnya berdetak tidak seperti biasanya. Banyak pria tampan yang ditemui, tapi pria barusan sangat berbeda. Ada rasa sesuatu yang aneh bagi dirinya. Tatapan seriusnya tidak menakutkan tapi menenangkan. Benar-benar rasa yang aneh. “Aku tahu mobilku sangat nyaman. Angkat bokongmu dari mobil mahalku!” seru Zayden yang entah sejak kapan pintu mobil terbuka dan berdiri di samping Vilien sambil melipat tangan di depan d**a. Sedikit tersentak, lantas segera Vilien meraih tas dan keluar dari mobil Zayden. Berjalan cepat untuk menjaga jarak dengan pria itu. Sedangkan Zayden yang berada di belakang terkekeh rendah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD