Masih Ada? (1)

1472 Words
Pak Cecep Beberapa bulan ini aku beradaptasi dengan lingkungan penjara. Bagaimana pun ini lingkungan baru. Aku tidak mudah langsung akrab dengan sesama para tahanan. Ada di antara mereka yang merasa senasib sehingga menjadi teman dekat dan seperti saudara sendiri. Ada juga yang mereka yang enggan. Mereka terlalu sombong, bahkan menyapa pun tak mau. Dari gelagatnya mereka seperti tahanan istimewa. Fasilitas-fasilitas yang mereka dapatkan berbeda dengan para tahanan lain. Aku rela menerima kondisi kamarku yang ukurannya sama seperti ukuran sel para tahanan lain pada umumnya. Namun rasa jengkelku muncul saat mengetahui lebih jauh lingkungan di sini, aku merasa ada ketidakadilan di sini. Aku mendengar bocoran dari tetangga sel sebelahku. Dia katakan bahwa sel pun bisa diperjualbelikan. Tidak aneh, negeri ini memang negeri korporasi. Semuanya bisa ditransaksikan. Hukum jadi komoditi yang dan para pemodal besar tentu saja dapat dipastikan yang bisa membeli hukum di negeri ini. Awalnya aku merasa tidak percaya ada kamar seperti hotel atau rumah mewah di sini. Setelah aku berkesempatan melihatnya langsung, rasa sangsiku hilang seketika. Beberapa tahanan ada yang mendapatkan kamar istimewa. Tidak aneh mereka memang punya modal besar. Harta yang mereka korupsi juga mungkin takkan habis oleh besaran denda yang harus mereka tanggung. Juga takkan habis selama mereka tinggal di penjara. Barangkali mereka hanya menganggap menjadi tahanan hanyalah bagian dari resiko yang tidaklah seberapa dibandingkan dengan harta kekayaan yang mereka korupsi. Meski di dalam penjara mereka tetap bisa kaya. Ukuran kamarku 1,5 x 2,5 m. Sementara kamar istimewa 2,5 x 4 m. Anehnya penghuni kamar istimewa bisa melakukan berbagai yang dilakukan oleh tahanan lain. Mereka bisa mendengarkan musik dan menggunakan barang-barang elektronik seperti hape, televisi, DVD player, perlengkapan memasak dan sebagainya. Aku punya dua kabar yang menyenangkan sekaligus mengejutkan. Dikatakan menggembirakan ya memang membuatku lega. Pak Joko dan Pak Subroto, direktur utama PT. ABC juga sudah mendekam di sini. Impas. Aku puas dan senang. Memang mereka berdua layak berada di tempat ini, sama sepertiku. Dikatakan mengejutkan, dan ini sama sekali tak bisa kuterima. Mereka mendapatkan kamar yang ukurannya lebih luas. Mereka termasuk kelompok tahanan istimewa dengan fasilitas yang wah. Kupikir harta mereka takkan habis tujuh turunan. Jelas saja, perusahaan mereka bergerak dalam bidang pertambangan dan energi. Sementara nasibku memang menyedihkan. Sejak masa vonis dan denda yang kutanggung cukup berat. Kelihatannya hartaku sudah habis. Aku mendapatkan kabar dari istriku, mereka sudah pindah rumah. Tidak masalah jika ini semua berlaku untuk para koruptor. Hanya saja, jika hukum di negeri ini masih pilih-pilih, jelas aku sangat menyayangkan. Aku setuju-setuju saja jika para koruptor itu dibuat hidupnya jadi sangat miskin dan dihukum seberat-beratnya. Namun apakah bisa negeri ini mewujudkannya kalau para hakim, jaksa, dan penegak hukum lainnya masih bisa dibeli? * Ini pertemuan yang sama sekali tak kuharapkan. Tapi pertemuan tak bisa kuhindari. Kami bertemu di masjid. "Kok buru-buru sekali, Pak Cecep?" sebuah suara menghentikan langkahku. Terpaksa aku membalikkan badan. Pak Joko tersenyum menyeringai. Di sampingnya Pak Subroto juga ikut menyeringai. Keduanya memakai rompi warna oranye persis dengan yang kukenakan. "Ngobrol-ngobrol dulu sebentar, Pak?" Aku malas menjawab sapaan mereka berdua. Aku malas berbasa-basi. "Sorry, saya harus segera pergi, waktu sholat juga sebentar lagi habis." Pak Joko dan Pak Subroto duduk di teras masjid. Sementara aku masih berdiri mengambil jarak dengan keduanya. "Masih lama pak, lumayan kita ngobrol-ngobrol 15 menitan," ucap Pak Subroto. "Betul sekali, Oh ya, kok kita baru pertama kali ini ya ketemu. Padahal kita sudah cukup lama di sini." Pak Joko menimpali. Aku mulai terpancing untuk berbicara. "Ya, saya juga baru pertama kali ketemu dengan Bapak-Bapak di masjid ini," sindirku tak bersahabat. Hari-hari sebelumnya aku memang belum pernah melihat mereka shalat. Pak Subroto berubah jadi cemberut. Pak Joko berkata, "Hari-hari sebelumnya kami masih sibuk." "Oooh, begitu," timpalku datar tanpa ekspresi. "Bagaimana, Bapak betah tinggal di sini?" tanya Pak Joko. "Saya betah-betah saja kok. Makan tidak kurang. Tiga hari sekali. Apalagi tambah betah jika tinggal di kamar ber-AC. Fasilitas lengkap sudah seperti menyewa hotel saja," aku menyindiri mereka. Mereka tertawa kompak. "Oh iya, makanya harus punya banyak fulus banyak dong. Dengan fulus, semuanya berjalan mulus. Nggak ada fulus, mampuuuss," kata Pak Joko, "Seperti Anda, Pak," lanjutnya. Pak Subroto terpingkal-pingkal. Aku pun membalikkan badan mereka yang masih tertawa. * Hari ini ada acara tabligh akbar. Para tahanan diminta untuk mengikuti pengajian ini. Para sipir dan pengurus di penjara pun juga ikut. Para penyidik dari KPK juga ikut. Sebenarnya aku malas mengikuti acara-acara seperti ini. Buat apa? Toh aku juga bukan orang yang baik. Aku sudah terlanjur jadi tahanan dan menjadi penjahat. Buat apa? Para tahanan yang lain pun beragam meresponnya. Beberapa tahanan istimewa mereka tetap asyik di sel tahanan mereka. Mereka bisa membuka koneksi internet melalui smartpohe, ipad, atau laptop. Jika ketahuan, petugas segera menindak mereka. Namun diantara mereka ada yang tetap saja ngeyel. Aku mendapatkan info Pak Subroto membawa laptop. Saat petugas mau mengambilnya, dia membanting laptop itu hingga tak bisa digunakan lagi. Penasaran data apa yang dia simpan di laptop sampai-sampai lebih baik rusak ketimbang jatuh ke tangan petugas. Selain yang bermalas-malasan, ada yang terlihat para tahanan yang tampak semangat. Beberapa tahanan terlihat lebih relijius. Mereka rajin shalat wajib dan shalat-shalat sunnah pun mereka kerjakan. Apa itukah yang disebut hidayah? Kekuatan apakah yang membuat mereka menjadi berubah seperti itu di sini? Aku sendiri merasa sangsi apakah mungkin tempat seperti ini kondusif bagiku untuk berubah. Entahlah, yang jelas untuk saat ini, aku masih menjadi pengamat di habitat baruku ini. Sore itu selepas Asar aku tidak keluar dari masjid. Beberapa orang terlihat keluar karena acara belum dimulai. Sebagian yang lain terlihat-tiduran di masjid. Hari ini ada acara tabligh akbar bulanan. Aku duduk menempati barisan yang masih kosong. Acara dimulai dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan seorang petugas pembinaan di lapas. Dia memakai peci putih dan koko lengan panjang warna abu-abu tengah berdiri di atas. Semua orang di dalam masjid mendengarkan dengan sangat khusyuk. Tak lama kemudian, seorang berperawakan sedang naik mimbar. Dari wajahnya kulihat seperti orang Arab, wajahnya putih bersih, hidungnya mancung, berjenggot rapi dan kumisnya terlihat bekas dicukur. Dia mengenakan sorban hitam dan jubah putih. Setelah mengucapkan salam. Dia membacakan mukadimah berbahasa Arab yang terdiri dari hamdalah dan shalawat kepada Nabi Muhammad. Dia mengutip beberapa ayat Al-Qur'an. Kemudian dia mulai menjelaskan materi ceramahnya dengan bahasa yang lugas, tegas, dan suaranya enak didengar. Materi yang dibawakannya menurutku sangat berkesan. Dia mengajak para pendengarnya untuk melakukan refleksi diri. Aku menyimak ceramahnya. "Selama manusia hidup dari zaman dulu sampai hari ada tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab manusia. Yaitu pertama, darimana manusia berasal? Kedua, apa yang harus manusia lakukan di dunia? Ketiga, kemanakah manusia setelah mati meninggalkan dunia ini?" Ustaz itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya. Dia memandang dari arah kanan ke kiri. Tatapannya beradu denganku. "Pertanyaan pertama, darimanakah manusia berasal? Ada beberapa jawaban terkait pertanyaan ini. Ada yang menjawab bahwa manusia berasal dari materi. Jawaban ini dilontarkan oleh Charles Darwin. Jawaban dianut oleh banyak orang-orang sosialis dan atheis. Mereka percaya akan adanya evolusi materi. Sehingga menurut paham ini, manusia pun merupakan hasil evolusi dari kera seperti yang terdapat dalam buku The Origin of Species. Kalau begitu, jika kita menyakini pemahaman ini, jelas kita memosisikan diri kita, manusia tidak ada bedanya dengan hewan. Sebuah pandangan yang sangat merendahkan dan menghina. Ada juga kalangan yang menjawab bahwa manusia berasal dari tuhan, namun urusan tuhan sudah selesai. Tuhan tidak memiliki hak untuk mengatur hidup manusia. Manusialah yang bebas mengatur dirinya sendiri karena mereka dikaruniai akal untuk berpikir. Inilah paham sekular-kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara. Paham ini dicetuskan oleh para filosof Barat seperti John Locke dan Montesquieu. Pemahaman yang sangat keliru, bagaimana bisa seorang pembeli hape membuat sendiri buku panduan penggunaan produknya? Yang paling mengetahui cara memakai dan merawat produk ya tentu saja produsennya. Yang paling mengetahui bagaimana seharusnya berkata, bersikap dan berbuat agar selamat ya tentu adalah penciptanya. Sementara Islam memberikan jawaban yang sangat tepat. Allah yang telah menciptakan manusia sekaligus menurunkan aturan kepada kita melalui Al-Qur'an dan teladan real dari Rasulullah. Itulah yang kita sebut sebagai syariat Islam." "Pertanyaan kedua, Apakah yang harus dilakukan manusia selama hidup di dunia? Karena orang atheis terlalu menuhankan materi, menganggap bahwa manusia berasal dari materi, maka eksistensi manusia di dunia menurut mereka tidak lebih dari sekadar untuk memenuhi kepuasan materi semata. Demi mencapai kepuasan materi mereka menghalalkan segala cara, bahkan menetapkan sendiri aturan main untuk mendapatkan kepuasan materi. Pun juga dengan orang yang berpemahaman sekular, meskipun mereka percaya eksistensi Tuhan, tapi mereka membuat aturan sendiri untuk memuaskan hawa nafsu mereka selama hidup di dunia. Bagi mereka hidup di dunia hanya untuk bersenang-senang dan mendapatkan kenikmatan. Mereka tak yakin bahwa ada kehidupan lain setelah kehidupan dunia. Terlebih lagi orang atheis tak percaya, karena manusia setelah mati akan kembali menjadi materi. Tidak lebih dari itu. Sementara Islam memandang bahwa manusia diciptakan Allah dan hidup di dunia ini bukanlah untuk bersenang-senang. Manusia mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai hamba, yang harus mengabdi atau beribadah kepada Allah yang telah menciptakan-Nya." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD