bc

Gilang dan Aisyah

book_age18+
0
FOLLOW
1K
READ
billionaire
family
arranged marriage
single mother
heir/heiress
drama
bxg
city
small town
like
intro-logo
Blurb

Gilang Al Kahfi adalah seorang putra tunggal dari keturunan darah biru, dia dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan seorang gadis kaya raya dan manja. Namun, Gilang Al Kahfi menolaknya dan memilih kabur. Dia memilih menjadi seorang marbot di sebuah masjid kecil. Hingga pertemuannya dengan Aisyah membuat kehidupannya berubah.

chap-preview
Free preview
Bab. 1
Gilang adalah putra tunggal dari keluarga terpandang, yang terdiri dari ayahnya, Chandra, ibunya-Diana, dan Rania-adiknya. Keluarga Gilang dikenal sebagai salah satu keluarga terkemuka di kotanya, memiliki reputasi yang tak ternoda dan kekayaan yang melimpah. Namun, di balik kehidupan glamor mereka, ada konflik yang sedang memuncak. Sejak beberapa waktu belakangan ini, Gilang mulai berkonflik dengan kedua orang tuanya terkait perjodohannya. Ayah dan ibunya telah mengatur pernikahannya dengan seorang gadis bernama Amanda, yang merupakan putri dari keluarga sahabat mereka. Namun, Gilang tidak merasa siap untuk menikah. Ia ingin menentukan nasib sendiri dan tidak ingin dijodohkan seperti boneka. Hari itu, dalam makan malam keluarga, suasana terasa tegang. "Gilang, kamu tahu bahwa pernikahan dengan Amanda adalah pilihan terbaik bagi keluarga kita," kata Chandra dengan suara tegas. Gilang menatap ayahnya dengan tatapan penuh ketidaksetujuan. "Tapi Pa, Gilang tidak mau dijodohkan. Bagaimana bisa aku menikahi seseorang yang tidak aku cintai?" tolak Gilang dengan tegas. "Kamu 'kan belum bertemu dengan Amanda! Bagaimana kamu bisa mencintainya? Kenalan aja dulu," tutur sang ibu. Diana mencoba menjembatani celah antara suami dan anaknya. "Sayang, kamu tahu bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang cinta. Ini tentang kesejahteraan keluarga dan hubungan antar-keluarga yang sudah terjalin lama," sambung Diana Namun, Gilang tetap teguh pada pendiriannya. "Tapi Gilang ingin mengejar impian Gilang sendiri. Gilang tidak ingin hidup dalam bayang-bayang perjodohan ini, Ma." kata Gilang dengan suara lembut jika berbicara dengan sang ibu. Chandra meletakkan garpu dan pisau dengan keras di atas piringnya, menandakan ketegangan yang semakin meningkat. "Gilang, janganlah keras kepala. Kamu harus memikirkan kehormatan dan citra keluarga kita." Gilang merasa semakin terpojok. Dia mencoba mengekspresikan perasaannya dengan lebih tulus, "Papa, Mama, Gilang minta maaf. Tapi Gilang tidak bisa melangkah ke pelaminan dengan perasaan yang dipaksakan." Diana menangis pelan, mencoba meyakinkan Gilang kembali. "Sayang, bukan maksud kami membuatmu tidak bahagia. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, seperti yang kami lakukan selama ini." Namun, Gilang tetap teguh pada pendiriannya. "Maaf, Ma. Tapu, Gilang tidak bisa melangkah maju jika itu bukan keputusan Gilang sendiri." Chandra menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Baiklah, Gilang. Kami akan memberimu waktu untuk memikirkannya. Tapi ingatlah, keputusanmu akan mempengaruhi banyak hal, tidak hanya hidupmu sendiri." Gilang mengangguk dan merasa lega mendengar kata-kata tersebut. Namun, dia tahu bahwa pertempuran ini belum berakhir. Dia harus memperjuangkan kebebasannya, meskipun itu berarti berhadapan dengan kedua orang tuanya dan tradisi keluarganya. *** Diana duduk di ruang santai mereka, menunggu Gilang pulang dari kegiatannya. Hatinya berdebar-debar karena dia tahu bahwa malam ini dia harus menghadapi putranya tentang perjodohan dengan Amanda. Setelah beberapa saat, langkah kaki Gilang terdengar di lorong, dan Diana merasa detak jantungnya semakin cepat. "Selamat malam, Ma," sapa Gilang dengan senyum tipis saat masuk ke ruang tamu. "Selamat malam, Sayang," jawab Diana dengan lembut, mencoba menutupi kegelisahannya. "Mau bicara apa?" tanya Gilang, melihat ekspresi wajah ibunya yang agak tegang. Diana menghirup napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara. "Gilang, ada sesuatu yang ingin Mama bicarakan denganmu." Gilang mengangguk, menunjukkan bahwa dia siap mendengarkan apa pun yang ingin diucapkan ibunya. "Sudah lama Papamu dan Mama membicarakan pernikahanmu dengan Amanda," Diana memulai pembicaraan dengan hati-hati. Gilang menegakkan tubuhnya, menunjukkan ketertarikannya pada pembicaraan ini. "Gilang tahu, Ma. Tapi Gilang sudah memberitahu bahwa Gilang tidak ingin dijodohkan." Diana menatap mata putranya dengan penuh kasih sayang. "Gilang, Mama mengerti perasaanmu. Tapi, kamu harus memahami bahwa pernikahan ini tidak hanya tentang kamu dan Amanda. Ini juga tentang kedua keluarga dan masa depan mereka." Gilang menggelengkan kepala dengan keras. "Tapi Gilang tidak bisa menikahi seseorang yang tidak Gilang cintai, Ma. Itu tidak adil bagiku atau baginya." Diana menyadari bahwa dia harus mencoba pendekatan yang berbeda. "Gilang, bagaimana kalau kamu setuju untuk bertemu dengan Amanda lebih dulu? Bukan berarti kamu harus langsung menyetujui pernikahan. Tapi minimal, berikanlah kesempatan padanya untuk memahami kamu, dan kamu juga bisa lebih mengenalnya." Gilang memikirkan saran ibunya itu sejenak. "Tapi Gilang yakin perasaan Gilang tidak akan berubah, Ma. Gilang tidak ingin memberikan harapan palsu padanya." Diana tersenyum lembut. "Kamu tidak perlu berjanji apa pun pada Amanda. Yang penting adalah memberinya kesempatan untuk memahami kamu, dan kamu juga bisa mengetahui lebih banyak tentangnya. Siapa tahu, mungkin perasaanmu akan berubah seiring waktu." Gilang termenung sejenak. Dia tahu bahwa ibunya berbicara dari hati. "Baiklah, Ma. Gilang akan bertemu dengan Amanda terlebih dahulu. Tapi Gilang tidak bisa menjanjikan apa pun." ucapnya. Diana merasa lega mendengar keputusan putranya. "Terima kasih, Sayang. Mama yakin kamu akan bertindak dengan bijaksana." ucap Diana. *** Gilang kini duduk sendiri di kamarnya yang sunyi, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang sama, pertanyaan yang telah menghantuinya sejak pertama kali dia mendengar tentang perjodohan dengan Amanda. Apakah dia harus menikahi gadis itu? "Demi harta, tahta, dan nama baik... tetapi tanpa cinta. Apakah ini yang diinginkan oleh Mama dan Papa? Apakah ini yang diinginkan olehku?" gumam Gilang pada dirinya sendiri. Dia merasa terjebak dalam dilema yang sulit. Di satu sisi, dia merasa tanggung jawabnya sebagai putra sulung untuk melanjutkan tradisi keluarga. Keluarga mereka adalah salah satu yang terpandang di kota ini, dan sebuah pernikahan dengan Amanda akan memperkuat hubungan mereka dengan keluarga itu. Tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengabaikan keinginannya sendiri, keinginan untuk menemukan cinta sejati dalam hidupnya. "Tapi bagaimana aku bisa menikahi seseorang yang tidak aku cintai? Bagaimana aku bisa mengorbankan kebahagiaanku untuk kepentingan keluarga?" Gilang berkata pada dirinya sendiri, suaranya penuh dengan kebingungan dan keputusasaan. Dia menutup mata sejenak, mencoba merenungkan pilihan-pilihannya. Tetapi semakin lama dia memikirkannya, semakin rumit dan bertambahnya keraguan di dalam hatinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan terjadi jika aku menolak perjodohan ini? Akan ada konsekuensi yang harus aku tanggung," ucap Gilang pada dirinya sendiri, suaranya terdengar ragu. Namun, dia juga tahu bahwa dia tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri. Dia tidak bisa mengekang hatinya untuk melakukan sesuatu yang mungkin membuatnya tidak bahagia seumur hidupnya. "Mungkin aku harus bicara dengan Mama dan Papa, dan membuat mereka memahami bahwa aku tidak bisa melakukan ini... bahwa aku tidak bisa menikahi seseorang yang tidak aku cintai," Gilang berpikir keras, mencoba mencari jalan keluar dari kebuntuan ini. Tapi ketika dia membayangkan wajah ayahnya yang tegar dan ibunya yang penuh perhatian, dia merasa ragu-ragu. Dia tidak ingin membuat mereka kecewa. Dia tidak ingin mengkhianati kepercayaan dan harapan yang telah mereka tempatkan padanya sejak kecil. Gilang bangkit dari kursinya dan mulai berjalan mondar-mandir di kamar. Pada suatu titik, dia berhenti di depan cermin dan menatap wajahnya sendiri dengan tajam. "Gilang, kamu harus membuat keputusan. Kamu harus berani menghadapi konsekuensinya," ujarnya pada dirinya sendiri, mencoba membangkitkan keberanian di dalam dirinya. Dia merasa hatinya berdebar kencang, tapi dia tahu bahwa dia harus bertindak. Dia tidak bisa terus menunda atau menghindari masalah ini. Dia harus menghadapinya, walaupun sulit. "Aku harus bicara dengan Amanda. Aku harus membuatnya mengerti bahwa aku tidak bisa menikahinya tanpa cinta," kata Gilang pada dirinya sendiri dengan tekad yang teguh. Dia merasa sedikit lega setelah membuat keputusan itu. Dia tahu bahwa itu hanya langkah awal, tapi setidaknya itu adalah langkah ke arah yang benar. Dia harus berbicara dengan Amanda, mengungkapkan perasaannya dengan jujur, dan melihat bagaimana gadis itu bereaksi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.1K
bc

TERNODA

read
198.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
53.4K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook