bc

Meri Zindagi

book_age18+
702
FOLLOW
1K
READ
drama
twisted
sweet
like
intro-logo
Blurb

Kisah cinta Junaid dan Naura adalah kisah cinta antara pria Pakistan dan gadis Indonesia. Junaid adalah putra dari seorang Akuntan Kedutaan Besar Pakistan di Indonesia. Keduanya adalah teman semasa kuliah.

Mereka saling mencintai dan mempunyai harapan untuk menikah. Akan tetapi begitu banyak konflik yang harus dihadapi untuk mereka mewujudkan impian pernikahan. Perbedaan budaya, hubungan jarak jauh, kondisi ekonomi, kepercayaan, menjadi sumber konflik bagi impian mereka.

Akankah hubungan mereka akan indah dengan berakhir dalam pernikahan? Ataukah harus kandas dengan perpisahan? Akankah Junaid dan Naura bisa memperjuangkan cinta mereka? Atau membiarkan cinta mereka perlahan terkikis dengan konflik yang terus muncul?

chap-preview
Free preview
Part 1. Panggil Aku Junaid!
Setting waktu dimulai dari Bulan November 2009. Pagi hari. Seluruh anggota keluarga sarapan bersama di ruangan makan. Abu Jaan ingin memberikan kesan rumahan budaya Pakistan dalam cara makan kepada Aisha dan Ilham. Makanya kali ini Mereka makan bersama di lantai. Jumlah anggota keluarga itu banyak. Mereka makan melingkari ruangan makan itu. Suasana kekeluargaan pun otomatis muncul. Meskipun Mereka menjaga adab makan yang baik, akan tetapi tidak serta merta hanya ada dentingan suara sendok yang beradu dengan piring di ruangan itu. Sesekali saling berbicara juga diperbolehkan. Terlebih lagi ada beberapa anak kecil dalam keluarga itu. Suasana itu membuat Aisha merasa terbantu untuk mengurangi rasa canggungnya. Aisha pun dapat dengan mudah berbaur dengan Mereka. Rasa haru yang begitu luar biasa tiba-tiba kini Ia rasakan. Aisha tidak ingat, entah kapan terakhir kalinya Ia merasakan suasana kekeluargaan yang seperti ini. Ia pun merindukan almarhum Ayah dan Ibunya, serta Kakak-kakaknya. Aisha merasa sangat terharu. Dalam hatinya, Ia mengucap syukur kepada Tuhannya. Ia bersyukur akan jalan hidup yang telah Allah pilihkan untuknya. Sungguh berliku, hingga akhirnya saat ini Ia bisa sampai di Pakistan dan bertemu dengan keluarga Abu Jaan. Setelah beberapa waktu, akhirnya acara sarapan itu pun berakhir. Beberapa menit kemudian, Mereka menikmati waktu minum teh. Bagi Mereka, waktu minum teh adalah saatnya bercengkrama dengan keluarga. Sedikit berbincang untuk berkomunikasi di sela-sela kesibukan rutinitas masing-masing. "Hai, gadis cantik dan pria tampan! Bagaimana malam pertama Kalian di rumah ini? Bisakah Kalian tidur nyenyak semalam?" tanya Abu Jaan. "Alhamdulillah Abu. Aisha tidur nyenyak tadi malam. Karena Aisha sangat lelah di jalan sepanjang siang dan malam," jawab Aisha. "Alhamdulillah. Ilham juga tidur nyenyak tadi malam, Abu. Bagi Saya, tidak masalah di mana Saya menghabiskan malam. Jika Saya merasa mengantuk, maka Saya akan segera tidur. Tidak peduli dengan tempatnya," jawab Ilham sambil tersenyum. "Alhamdulillah. Senang mendengarnya. Akan tetapi, kemana Kalian bertiga pergi kemarin? Sepanjang hari sampai larut malam?" tanya Abu Jaan. "Bertamasya, Abu! Aku membawa Aisha dan Ilham mengunjungi Mall of Islamabad, lalu makan siang di Rooftop Sky Restaurant. Setelah itu Aku mengajak Mereka mengunjungi Masjid Faisal, juga Masjid Badshahi," jawab Ammad. "MashaAllah. Kalian berdua sudah sampai di Lahore dan mengunjungi Masjid Badshahi? Tadi malam? Benarkah?" tanya Abu Jaan pada Aisha dan Ilham. "Iya. Sungguh, Abu! Apakah Abu marah dengan Kami? Kami pergi tanpa izin. Aku benar-benar minta maaf, Abu," tanya Aisha. "Tidak, tidak! Mengapa Abu harus marah? Tidak apa-apa. Kalian bertiga sudah dewasa. Kalian memiliki hak untuk memutuskan segala sesuatu dalam hidup Kalian. Tidak perlu meminta izin kepada orang tua untuk hal-hal kecil," jawab Abu Jaan. "Oh, Alhamdulillah. Terima kasih banyak atas pengertiannya, Abu Jaan," ucap Aisha dengan senyumannya. "Bukan masalah. Terima kasih kembali, gadis yang sopan," jawab Abu Jaan. "Iya. Aku pikir, sementara Aku berada di Islamabad, itu sebabnya Aku mengajak Mereka mengunjungi tempat-tempat ikonik di Pakistan. Dan Mereka sangat tertarik dengan Masjid. Makanya Aku mengajak Mereka ke Masjid Faisal dan Masjid Badshahi," jelas Ammad. "Oke. Itu ide yang bagus, Ammad! Kamu telah memberikan pelayanan yang baik kepada tamu Kita," jawab Abu Jaan. "Lalu. Bagaimana kesanmu tentang Masjid ikonik Kami, gadis cantik dan pemuda tampan?" tanya Abu Jaan kepada Aisha dan Ilham. "Ini adalah perjalanan baru bagi Aisha, Abu. Namun tidak untuk Ilham," jawab Ilham. "Oh. Mengapa? Apakah Kamu pernah mengunjungi Masjid Faisal dan Masjid Badshahi sebelumnya?" tanya Abu Jaan kepada Ilham. "Abu," panggil Ammad. "Iya?" jawab Abu Jaan. "Abu harus tahu, kalau Ilham pernah tinggal di Pakistan," ucap Ammad. "Oh, benarkah? Kota mana di Pakistan yang pernah Kamu tinggali, tampan?" tanya Abu Jaan. "Karachi, Abu," jawab Ilham. "Oh. Karachi! Kota yang penuh dengan lampu! Sangat menyenangkan," ucap Abu Jaan. "Iya, Abu. Sangat indah," jawab Ilham. "Akan tetapi, apa yang Kamu lakukan dengan tinggal di sana? Apakah Kamu tinggal bersama orang tua Kamu untuk mengikuti Mereka? Atau untuk belajar?" tanya Abu Jaan. "Ilham tinggal di Karachi untuk belajar, Abu," jawab Ilham. "Oh. Oke. Dimanakah Kamu belajar? Apakah Jami'a Tur Rasheed?" tebak Abu Jaan. "Iya benar, Abu. Bagaimana Abu bisa seyakin itu?" tanya Ilham. "Iya Nak. Karena Kamu terlihat sangat saleh, tenang, dan sopan. Akan tetapi dibalik itu semua, Kamu terlihat sangat terpelajar dan kharismatik. Aku bisa merasakan aura itu memancar dari dalam dirimu," jelas Abu Jaan. "Oh. Sungguhkah? MashaAllah. Hadza min fadli robbi," ucap Ilham. "Abu sangat menyanjungku," lanjutnya. "Tidak, tidak! Ini bukan pujian. Ini benar-benar terjadi padamu. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Tentang perasaanku kepadamu," jelas Abu Jaan. "Dan lihat! Apa yang baru saja Kamu katakan? Kamu selalu mengucapkan kata-kata syukur dalam percakapanmu," lanjut Abu Jaan. Kini Mereka semua pun tersenyum. "Oke. Lalu, bagaimana dengan Kamu, gadis cantik? Aku bertanya sekali lagi," tanya Abu Jaan. "Aisha sangat terkesan, Abu. Dan Abu harus tahu! Kemarin Kami tidak hanya mengunjungi tempat itu saja. Akan tetapi Kami juga belajar banyak tentang Masjid Faisal dan Masjid Badshahi," jawab Aisha. "Hmm. Apa maksudnya?" tanya Abu Jaan tidak mengerti. "Kemarin, Kami menjelajahi Masjid Faisal dan Masjid Badshahi. Akhirnya Kami belajar tentang sejarah; arsitektur dan desain; dan semua hal yang terkait dengan keagungan kedua Masjid itu," jelas Aisha. "Oh. Akan tetapi, bagaimana Kalian mempelajari semua itu? Kalian mendapatkan pemandu wisata di sana?" tanya Abu Jaan. "Iya benar. Dan pemandu wisata Kami adalah Ilham, Arsitek Kita!" ucap Ammad. "Oh, benarkah? MashaAllah. Kerja bagus, tampan!" ucap Abu Jaan. Kemudian Ilham memberikan senyum manisnya sebagai balasan. "Baiklah! Aku akan pergi ke ruang perpustakaan. Kalian bertiga, lanjutkan saja perbincangan Kalian! Nikmatilah waktu berbagi pengalaman tentang semua hal! Semoga hari Kalian menyenangkan. Allah Hafiz!" pamit Abu Jaan. "Iya. Tentu saja, Abu. Terima kasih. Semoga harimu juga menyenangkan. Allah Hafiz!" jawab Aisha. "Sampai jumpa! Semoga harimu menyenangkan, Abu!" jawab Ilham dan Ammad pada saat yang bersamaan. "Terima kasih," ucap Abu Jaan sambil berjalan meninggalkan Mereka. "Baiklah. Mari nikmati teh dan samosa Kita terlebih dahulu! Aku pikir Kalian sudah merasa haus, bukan? Setelah percakapan Kita dengan Abu?" saran Ammad. "Hahaha. Iya," jawab Aisha dan Ilham pada saat yang bersamaan. "MashaAllah. Chai ini benar-benar enak dan lezat. Apa Kamu yang telah menyiapkannya untuk Kami, Aisha?" tanya Ilham. "Iya. Akan tetapi bukan hanya Aisha yang menyiapkan teh ini. Kakak Afra mengajari Aku membuat halwa, poori, dan dud pathi," jelas Aisha. "Akan tetapi tunggu, Ilham!" lanjut Aisha. "Iya?" jawab Ilham. "Aku telah mendengarkan satu kata aneh yang baru saja Kamu katakan, ketika bertanya kepadaku. Apa maksudnya?" tanya Aisha. "Oh. Aku tahu. Itu pasti kata chai. Iya kan?" tanya Ilham. "Iya. Kata itu. Apa arti kata itu? Akan tetapi dari konteks kalimatnya, Aku kira sama artinya dengan dud pathi," tebak Aisha. "Hmm. Gadis cerdas! Iya. Orang Pakistan menyebut teh sebagai chai, Aisha! Sedangkan dud pathi adalah salah satu jenis teh," jelas Ammad. "Oh. Aku baru tahu tentang ini," ucap Aisha, diakhiri dengan tawa kecilnya. "Sekarang Kamu mengerti?" tanya Ammad dalam Bahasa Urdu. "Iya. Sekarang Aku mengerti," jawab Aisha dengan senyumannya. Sambil menikmati hidangan chai, Mereka pun masih asyik meneruskan perbincangan Mereka. Selang beberapa menit, datanglah seorang pemuda tampan yang berjalan melewati Mereka. Ammad pun memanggil pemuda itu agar mendekat kepadanya. "Junaid!" panggil Ammad. Junaid pun menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya untuk memandang Ammad. "Iya. Ada apa?" tanya Junaid. "Kemarilah!" jawab Ammad. Tanpa menjawab, Junaid melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana Ammad berada. Beberapa saat kemudian. "Iya Paman?" ucap Junaid. "Aku akan memperkenalkan Kamu dengan tamu-tamu Kita," jawab Ammad. "Baiklah Paman," ucap Junaid sopan. "Katakan hai kepada Nona Aisha!" perintah Ammad. "Hai, Nona Aisha! Panggil Aku Junaid!" sapa Junaid kepada Aisha. Kemudian perkenalan itu berlanjut. Junaid pun jadi mengenal sosok Aisha dan Ilham. Beberapa menit kemudian. "Oh. Sempurna! Kamu memiliki kriteria yang lengkap sebagai seorang pemuda. Sudah tampan, Hafidz Qur'an, muslim yang berkualitas, sopan, sangat pandai dan memiliki pekerjaan yang baik. Oh, semua mimpiku tentang diriku ada padamu! Dan semoga suatu saat Aku bisa mendapatkannya," sambung Junaid sambil tersenyum. "Aamiin," ucap Aisha, Ammad, dan Ilham pada saat yang bersamaan. "Jadi, anak muda! Kamu harus rajin belajar mulai sekarang! Dan wujudkan mimpimu menjadi nyata! Oke?" saran Ilham. "Iya tentu saja, Ilham! Aku akan melakukannya dan mendapatkannya. Akan tetapi, apakah Kamu mau menjadi pemanduku? Kapanpun Aku butuh bantuan untuk belajar?" tanya Junaid kepada Ilham. "Tentu saja iya. Mengapa tidak? Kamu dapat menelepon dan bertanya padaku kapan saja. Nanti Aku balas kalau ada waktu luang," jawab Ilham. "Terima kasih banyak, Ilham! Sekarang Aku merasa bahwa jalanku menjadi seorang Arsitek semakin jelas. Dan sepertinya Aku menemukan sesuatu untuk dipegang," ucap Junaid, diakhiri dengan senyumannya. "Iya. InshaAllah Aku akan bersama Kamu dan mendukung Kamu untuk menjadi Arsitek hebat di masa depan," janji Ilham. "Alhamdulillah. Hatimu begitu mulia, Ilham. Semoga Allah memberkatimu!" ucap Junaid. "Aamiin. Doa yang sama untukmu!" jawab Ilham. "Aamiin," ucap Ammad, Aisha, dan Junaid pada saat yang bersamaan. "Kalau begitu, sekarang ceritakanlah tentang studimu!" pinta Ilham. "Baiklah," jawab Junaid. "Sekarang Aku belajar di college, kelas dua belas di intermediate college," ucap Junaid. "Oke. Program apa yang Kamu pilih? Apakah itu program pre-engineering?" tanya Ilham. "Iya, benar," jawab Junaid. "Oke. Itu bagus! Itu adalah jalan yang benar untuk menjadi seorang Arsitek," ucap Ilham. "Wah, wah. Seru sekali perbincangan Kalian!" ucap Afra yang tiba-tiba datang. Kemudian keempat orang itu memalingkan wajahnya untuk memandang Afra. "Aku bawakan cemilan dan chai masala untuk menemani aktivitas Kalian," ucap Afra kemudian. "Wah. Terima kasih sekali, Kak Afra! Kamu memang Kakak ipar yang paling pengertian di rumah ini. Kamu selalu merawat dan memperhatikan kebutuhan semua orang di rumah ini. Semoga Allah selalu memberkatimu, Kak! Aamiin," doa Ammad. "Aamiin," jawab Afra, Aisha, Ilham, dan Junaid pada saat yang bersamaan. "Baiklah. Nikmatilah samosa ayam dan chai masala ini! Kakak akan istirahat sebentar setelah ini. Sampai jumpa nanti!" pamit Afra. "Terima kasih. Sampai jumpa nanti!" jawab Mereka. "Oh iya. Sekarang ceritakanlah kepadaku tentang Gilgit!" pinta Aisha. "Baiklah Nona," jawab Junaid. "Oh. Maaf! Bagaimana kalau untuk kedepannya, panggil saja Aku dengan sebutan Kakak? Itu lebih nyaman bagiku," pinta Aisha. "Oh. Baiklah Kak Aisha," jawab Junaid, diakhiri dengan senyumannya. Senyuman itu pun menular kepada yang lainnya. "Baiklah. Sekedar informasi untukmu, Kak. Provinsi Gilgit Baltistan terletak sangat jauh dari Islamabad. Butuh sekitar sembilan belas jam untuk sampai kesana dengan mobil," ucap Junaid. "Oh, sungguhkah? Itu adalah perjalanan yang sangat jauh," tanya Aisha. "Iya Kak. Bukan hanya jaraknya yang sangat jauh, namun kondisi jalan juga ikut membuat perjalanan menjadi lama," jelas Junaid. "Oh iya. Aku mengerti," jawab Aisha. "Iya. Akan tetapi, semua area di Gilgit Baltistan sangat indah. Makanya banyak turis yang datang ke sana," ucap Junaid. "Wah. Itu bagus!" ucap Aisha. "Lalu. Akankah Kakak datang kesana suatu hari nanti?" tanya Junaid. "Iya, tentu saja! Itu sudah dalam rencanaku. Karena Aku juga akan datang ke Gilgit Baltistan untuk Durani Welfare Trust Foundation," jawab Aisha. "Oh. MashaAllah. Tuhan memberkatimu, Kak!" ucap Junaid. "Aamiin. Doa yang sama untukmu, anak tampan!" jawab Aisha. Junaid pun tersenyum saat mendengar apa yang dikatakan oleh Aisha. Beberapa saat kemudian. "Hai. Kalian semua! Apakah Kalian masih nyaman berbincang?" tanya Abu Jaan yang tiba-tiba datang. "Iya Abu. Perbincangan yang menarik," jawab Aisha. "Hmm. Dan Aku pikir, percakapan yang tak ada habisnya juga," ucap Abu Jaan. "Hahaha. Iya. Sepenuhnya benar, Abu!" jawab Ammad. "Oke. Aisha dan para anak laki-laki! Lanjutkanlah! Buatlah waktu Kalian menjadi berkualitas! Habiskan waktu yang baik dengan kegiatan yang baik atau pembicaraan yang bermanfaat! Oke!" saran Abu Jaan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook