Part 8

2687 Words
Terjadi keheningan di ruangan yang hanya terdapat dua orang itu, yaitu Chandra dan Hana. Sejak tadi tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Mereka asyik dengan pemikirannya masing-masing. “Jika tidak ada yang ingin dibicarakan saya akan pergi.” Hana bersiap keluar dari ruangan meeting, namun Chandra kembali mencekal tangannya. “Bagaimana dengan kabarmu dan Aeri? Apakah kalian baik-baik saja?” “Sejauh ini baik-baik saja, lalu bagaimana dengan kabar Anda?” Chandra tersenyum miris, bahkan sekarang Hana berbicara formal kepadanya. “Keadaanku tidak baik-baik saja setelah kepergianmu, Na.” Hana memalingkan wajahnya ke arah luar jendela, ia tidak bisa memandang wajah mantan suaminya. “Maafkan aku ...” Chandra sempat menjeda perkataannya sebelum akhirnya ia kembali melanjutkan perkataannya, “maaf atas apa yang telah aku lakukan empat belas tahun yang lalu.” Hana tidak ada niatan membalas perkataan mantan suaminya. “Aku sangat bersalah kepada kalian aku tidak bermaksud—" Perkataannya langsung dipangkas oleh Hana. “Tidak ada gunanya lagi Mas meminta maaf kepadaku!” Hana membelakangi Chandra, ia tidak mau Chandra tahu jika ia tengah menangis. "Tapi--" “Mas asal kamu tahu, aku sampai berpikir apa kekurangan diriku. Kenapa Mas sampai tega main api di belakangku!” bentak Hana. “Tidak ada kekurangan dalam dirimu, Na. Bagiku kamu sangat sempurna.” Chandra menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa melihat Hana terluka seperti itu. “Maaf ...” Chandra berusaha membawa Hana ke dalam pelukannya, tetapi Hana menolak. “Lalu kenapa Mas main api dengan perempuan tidak tahu diri itu!” “Cukup!” “Bahkan Mas berani berteriak kepadaku demi membela perempuan tidak tahu diri itu!” Hana semakin kecewa dengan Chandra. Hana pun pergi meninggalkan Chandra sendirian di ruangan itu. Ia sudah tidak sanggup jika harus mengungkit kisah pahit yang sudah mati-matian ia kubur dalam-dalam. Tetapi dengan mudahnya Chandra kembali mengungkit kisah pahit itu. “Maaf ...” Chandra hanya bisa menatap sendu punggung Hana yang perlahan pergi menjauh meninggalkan dirinya sendiri dengan luka yang dalam. ****** Jihan kembali menghampiri teman-teman sosialitanya setelah membenarkan penampilannya yang berantakan karena ulah ibu mertuanya. “Kenapa lama, Han?” “Tadi toiletnya penuh,” jawab Jihan dengan gugup. Nova mengerutkan keningnya. “Sebentar, itu kenapa keningmu?” “Ah ... ini, tadi aku kebentur dinding toilet.” Jihan pun berusaha menutupi lukanya dengan poninya. “Oh ...” Sementara itu Lidya dan Mega diam-diam tertawa, mereka sangat yakin luka itu didapat karena ulah ibu mertua Jihan. Tadi mereka sempat melihat Rita pergi ke toilet setelah Jihan pergi. ***** Motor sport milik Kevin berhenti di pekarangan rumah keluarga Lee. Aeri pun turun dari motor dengan bantuan Kevin. Begitu pun saat membuka helm, Kevin membantunya. “Ri, kalau bisa kamu jangan terlalu dekat dengan Nayla dan teman-temannya,” ujar Kevin sambil merapikan rambut panjang Aeri yang acak-acakan. Aeri mendongakkan wajahnya. “Kenapa?” “Aku tidak menyukainya karena mereka itu sombong, tukang bully, egois, dan ambisius.” Selain itu Kevin tidak ingin Aeri dimanfaatkan oleh Nayla untuk mendekatinya. “Begitu.” Diam-diam Aeri menampilkan smirknya. “Ternyata buah tidak jauh dari pohonnya!” ***** Sejak tadi Irena dan Kayla berusaha menenangkan Hana yang tidak berhenti menangis setelah bertemu dengan Chandra. “Coba kamu ceritakan apa yang telah Chandra lakukan sama kamu?” tanya Irena dengan hati-hati. Hana pun menceritakan semua yang terjadi antara dia dan Chandra setelah meeting. “Sudahlah, lupakan semua perkataan dia. Lebih baik kamu fokus dengan hidupmu yang sekarang. Chandra adalah masa lalumu, tidak baik jika diungkit kembali,” nasihat Irena. Hana menganggukkan kepalanya mendengar nasihat kakak iparnya. Tiba-tiba ponsel milik Hana berdering. Hana pun segera mengambil ponselnya yang ia simpan di tasnya. “Siapa?” tanya Irena. “Mami Rita,” jawab Hana. Hana pun mengangkat panggilan masuk dari mantan ibu mertuanya yang sampai saat ini masih berkomunikasi dengan baik dengannya. ***** Keadaan Chandra sama kacaunya dengan Hana. Setelah pertemuan itu, Chandra mengunci pintu ruangannya. Ia tidak mengizinkan siapa pun masuk ke dalam ruangannya termasuk Dika—sekretarisnya. “Arghhh!” Chandra berteriak frustrasi. Keadaan ruangannya sangat berantakan, kertas dan barang-barang Chandra berserakan di mana-mana. Chandra meremas rambutnya frustrasi. Ia sangat menyesal, kesempatan kembali berhubungan baik dengan Hana redup kembali karena ulahnya sendiri. Seharusnya ia tidak membentak Hana tadi. Sementara itu di luar ruangan Chandra, Dika menghela napasnya kasar. Ia merasa iba dengan atasannya itu. Kisah cinta atasannya sangatlah rumit. ***** Mobil mewah Hana memasuki pekarangan rumah keluarga Pramana. Sesuai yang direncanakan, Hana dan Aeri akan makan malam bersama dengan Surya dan Rita. “Selamat malam, Bu. Anda sudah ditunggu pak Surya dan bu Rita di ruang makan,” ujar kepala asisten rumah tangga yang bertugas menyambut Hana dan Aeri. “Baik.” Hana tersenyum kepada kepala asisten rumah tangga itu. Hana dan Aeri di antar menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan, Hana dan Aeri menyapa Surya dan Rita yang sejak tadi menunggu kedatangan mereka. “Mami sangat merindukan kalian.” Rita bergantian memeluk Hana dan Aeri. “Karena kalian sudah datang, bagaimana kalau kita mulai makan malamnya,” ujar Surya sambil tersenyum. Hari ini ia sangat bahagia sekali karena dapat bertemu dengan cucunya. “Nenek sudah membuat sup rumput laut kesukaanmu, Ri dan membuatkan nasi goreng kimchi kesukaan kamu, Na.” Hana dan Aeri tersenyum. “Terima kasih Mi/Nek.” Diam-diam Hana merasa terharu, karena ibu mertuanya masih mengingat makanan kesukaannya. “Oh iya, hampir saja Papi lupa!” Hana, Aeri, dan Rita kompak menoleh ke arah Surya. “Maksud Papi mengundangmu dan Aeri kemari, Papi ingin menyampaikan bahwa minggu depan Papi akan mengadakan acara ulang tahun perusahaan, jadi kalian harus datang, ya.” “Iya, Pi. Kami pasti datang, apalagi Papi yang mengundangnya langsung,” jawab Hana sembari tersenyum. “Menarik, pasti nanti Chandra dan keluarganya akan datang,” batin Hana. ***** Keesokan harinya, Hari ini Aeri berangkat sekolah di antar oleh sopir pribadi keluarga Lee, karena tadi pagi Kevin tidak bisa menjemputnya. Sementara itu, Hana, Reyhan, Juna, dan Gian pagi-pagi sekali sudah pergi ke kantor. Saat Aeri memasuki gerbang tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. “Pagi Aeri,” sapa Nayla sambil tersenyum. “Pagi.” Aeri membalas sapaan Nayla, walaupun dalam hatinya ia merasa ogah membalas sapaan Nayla. Tidak ada orang yang mau bersikap baik kepada orang yang sudah menyakitinya, terutama orang itu telah menghancurkan keluarganya. Akhirnya mereka berdua pun pergi ke kelas bersama. Di sepanjang perjalanan menuju kelas, murid CGS berbisik-bisik membicarakan Aeri dan Nayla yang tampak akur. “Aeri kamu kenal Kevin udah lama?” tanya Nayla penasaran. Aeri menganggukkan kepalanya. “Ya, sejak sekolah dasar.” Sebenarnya Aeri malas meladeni Nayla. Entah apa maksud Nayla mendekatinya. Tidak berbeda jauh dengan Aeri, sebenarnya Nayla juga merasa malas harus berbasa-basi dengan Aeri. “Apa dia enggak tahu atau lupa, ya?” tanya Aeri dalam hati. Sementara itu, Nayla menghembuskan napasnya. “Sudah lama juga mereka saling mengenal, pasti sangat sulit misahin mereka,” pikirnya. Sesampainya di depan kelas IPA-1, Aeri dan Nayla langsung masuk dan duduk di bangkunya masing-masing. Tasya dan Nadya pun langsung menyapa Aeri, lalu mengajak Aeri mengobrol. “Udah ngerjain tugas pak Danu, Ri?” tanya Tasya. “Sudah, apakah kalian juga sudah mengerjakannya?” “Udah,” jawab Tasya dan Nadya bersamaan. “Oh iya, Ri. Kalau bisa kamu ngomongnya jangan baku, biasa aja.” Tasya sedikit tidak nyaman berbicara seperti itu. “Lo gimana, sih. Aeri ‘kan masih baru di Indo, jadi dia belum ngerti bahasa gaul orang Indo,” celetuk Nadya. “Hehehe ... maaf, ya Ri.” Tasya malah cengengesan. “Kalau gitu, kalian bisa ngajarin aku cara ngomong ala anak-anak gaul orang Indo?” Aeri menatap ke arah kedua sahabat barunya. “Boleh, nanti kita ajarin.” Kevin yang baru saja masuk ke dalam kelas, langsung menghampiri meja Aeri. Ia membawa boneka Teddy Bear kecil beserta setangkai mawar. Sontak semua murid IPA-1 memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Kevin dengan boneka Teddy Bear dan setangkai mawar itu. “Ini buat kamu.” Tanpa basa-basi Kevin memberikan boneka Teddy Bear dan setangkai mawar itu kepada Aeri. Aeri mengangkat sebelah alisnya. “Buat aku?” Kevin memutar bola matanya malas. “Iya, aku ‘kan sudah mengatakannya tadi.” Aeri tersenyum. “Makasih, Vin.” Semua murid pun bersorak. Mereka habis-habisan menggoda Aeri dan Kevin sehingga wajah mereka berdua memerah seperti kepiting rebus. “Cieee ...” “PJ woii PJ!” seru Jidan. Di sisi lain, Nayla menatap cemburu ke arah Kevin dan Aeri. Kedua tangannya mengepal di balik meja. Ia tidak suka Kevin memberikan boneka Teddy Bear dan setangkai mawar itu kepada Aeri. Seharusnya itu diberikan kepadanya, bukan kepada Aeri yang notabenenya adalah musuhnya. Ya, musuh. Nayla menganggap Aeri musuhnya, karena sejak kecil dia selalu merebut apa yang seharusnya dimiliki oleh Nayla termasuk ayah, kakek, dan neneknya. “Tenanglah.” Nana berusaha menenangkan sahabatnya yang tengah terbakar api cemburu. Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi sangat nyaring. Semua murid CGS pun masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Daniel si ketua kelas mengisyaratkan Nina—dirigen kelas untuk memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya, setelah itu dilanjut membaca doa sebelum belajar yang dipimpin oleh Adi—seksi rohani kelas. Tak lama setelah itu, pak Danu masuk ke dalam kelas. Dan tanpa basa-basi pak Danu langsung mengajarkan materi baru. Selama pelajaran pak Danu berlangsung, Aeri sangat aktif menjawab soal dan pertanyaan dari pak Danu. Nayla yang paling aktif di kelas IPA-1 pun selalu keduluan oleh Aeri. Dan itu semua membuat Nayla tambah membenci Aeri. “Kita akhiri perjumpaan kita hari ini, jangan lupa kerjakan halaman 89!” titah pak Danu. “Baik, Pak.” “Widih ... kamu pinter juga. Pasti di LA kamu sering juara satu, ‘kan?” Tasya sangat takjub dengan kepintaran Aeri, karena Aeri dapat menjawab semua soal dari pak Danu tanpa ada kesalahan sedikit pun. Aeri hanya menanggapi pujian Tasya dengan senyuman. Ia tidak ingin sombong kepada siapa pun. Aeri dapat menjawab soal dengan benar karena semalam ia mempelajari pelajaran yang akan diajarkan besok. Aeri tersenyum melihat Nayla. Kelihatannya Nayla marah karena posisinya terancam. Ah, Aeri jadi bersemangat ingin mengalahkan Nayla. ***** Tak terasa ini adalah jam pelajaran terakhir di kelas IPA-1 dan membuat mereka semua tegang, karena pelajaran terakhir diisi oleh bu Ida, guru yang paling ditakuti oleh semua murid CGS, karena bu Ida terkenal kejam dan sering kali mengadakan kuis dadakan. “Tutup buku kalian, hari ini kita adakan kuis!” “Bener firasat gue, pasti hari ini bakal ada kuis dadakan,” ujar Johnny mengatakannya dengan pelan karena takut terdengar oleh bu Ida. Bisa bahaya jika bu Ida mendengarnya, nanti ia berakhir dikurangi lima poin. Selama kuis berlangsung, bu Ida terus mengawasi muridnya dengan tatapan tajamnya sehingga tidak ada satu pun yang berani menyontek. Jika mereka ketahuan menyontek maka nilai mereka akan dikurangi lima poin. “Silakan kumpulkan lembar jawabannya ke meja saya. Saya hitung sampai lima, satu...dua...” Mereka pun buru-buru mengumpulkan lembar jawabannya. “Oke, seperti biasa saya akan langsung periksa dan umumkan siapa yang mendapatkan nilai tertinggi,” ucap bu Ida setelah semua lembar jawaban terkumpul di mejanya. “Iya, Bu.” “Aihhh ... kayaknya nilai aing turun,” keluh Rifki si jajaka Bandung. “Gue juga, Ki,” imbuh Mark dan diangguki oleh teman-temannya yang lain. Di saat semuanya mengeluh, Nayla malah percaya diri jika kuis kali ini ia akan mendapatkan nilai tertinggi seperti kuis-kuis sebelumnya. “Kayaknya lo lagi deh yang dapetin nilai tertinggi secara lo ‘kan si peringkat pertama,” ujar Sani. Nayla tersenyum bangga mendengar pujian Sani. Bu Ida telah selesai memeriksa jawaban kuis dan saatnya kini pengumuman siapa yang mendapat nilai tertinggi. Semua murid terlihat sangat tegang, tetapi tidak dengan Nayla. Ia sangat percaya diri sekali akan mendapat nilai tertinggi. “Nayla ....” “Iya, Bu.” Nayla sangat antusias saat namanya dipanggil. “Di kuis sebelum-sebelumnya kamu selalu mendapat nilai tertinggi, tapi sayang sekali, kali ini posisimu harus tersingkirkan.” Senyuman Nayla pun pudar mendengar perkataan bu Ida. “Dan yang mendapat nilai tertinggi adalah ....” “Selamat, Aeri mendapatkan nilai sempurna!” lanjut bu Ida. Mereka tidak percaya jika Aeri ‘lah yang mendapatkan nilai tertinggi, padahal mereka sudah menduga Nayla ‘lah yang akan mendapatkan nilai tertinggi, karena Nayla sangat pintar. Semua murid di kelas IPA-1 pun memberikan tepuk tangan untuk Aeri. “Selamat, Ri.” Tasya menjabat tangan Aeri. Ia sangat senang sekali sahabatnya dapat mengalahkan Nayla. “Cieee ... dapet nilai seratus,” goda Nadya. Tak lupa ia juga memberikan selamat untuk sahabatnya. Sementara itu, Nayla menatap tajam ke arah Aeri. Ia tidak rela posisinya selama ini yang selalu menjadi yang pertama direbut oleh Aeri si murid baru. “Mungkin kali ini lo lagi beruntung, tapi liat aja nanti. Gue Nayla Pramana yang akan mendapatkan nilai sempurna,” batin Nayla. ***** Sementara itu, di gedung PCY Group tepatnya di ruangan direktur, tampak Chandra sibuk membaca dan mempelajari beberapa dokumen yang baru saja sampai padanya tadi pagi. Tok tok tok “Masuk,” ucap Chandra dari dalam ruangannya. Dika pun masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilakan oleh si pemilik ruangan. “Maaf, Pak. Barusan saya mendapatkan undangan ulang tahun dari perusahaan YT Group,” lapor Dika sambil menyerahkan undangan itu kepada Chandra. “Siapa yang memberikan undangannya?” “Sekretaris pak Surya,” jawab Dika. Chandra memandang undangan tersebut lalu menghela napasnya. Kenapa bukan ayahnya langsung yang mengundangnya? Kenapa harus sekretarisnya yang selalu mengantarkan undangannya? Walaupun begitu Chandra harus tetap sadar diri, ayahnya tidak mau bertemu dengannya karena ulahnya sendiri. ***** Malamnya, saat makan malam sedang berlangsung Chandra langsung menyampaikan undangan ulang tahun perusahaan ayahnya kepada istri dan anaknya. “Ekhhemm, kita diundang ke pesta ulang tahun perusahaan Papi,” ucap Chandra. “Kapan acaranya, Yah?” tanya Nayla. “Besok malam.” “Aku harus mempersiapkan segalanya, walaupun nanti kehadiranku tak dianggap oleh mereka, tapi aku harus yang paling menarik di pesta itu agar semua mata tertuju padaku,” batin Jihan. Jihan tidak mau kejadian tahun lalu terjadi kembali, di mana ia direndahkan oleh ibu mertuanya sendiri karena dandanannya yang terkesan sederhana tidak mencerminkan keluarga Pramana. ***** Keesokan harinya Jihan menyiapkan segala keperluannya untuk menghadiri pesta ulang tahun perusahaan mertuanya. Ia pergi ke butik langganannya. Saat Jihan tengah asyik memilih gaun yang cocok untuknya, tiba-tiba saja ia melihat sebuah gaun yang sangat cantik terpasang di sebuah mannequin yang terletak di pojok ruangan. “Gaun itu sangat indah, aku harus membelinya,” batin Jihan. Namun saat Jihan akan mengambil gaun itu, seseorang telah mengambilnya terlebih dahulu. “Hei, itu punyaku!” tegur Jihan. Jihan tidak terima gaun incarannya diambil oleh orang lain. “Benarkah?” tanya wanita itu. “Iya, jadi cepat kembalikan gaun itu!” titah Jihan. “Tapi saya yang terlebih dahulu mengambil gaun ini, Bu, jadi ini milik saya,” balas wanita itu yang ternyata adalah Kayla. “Tapi saya yang terlebih dahulu melihat gaun ini, Mbak!” Jihan masih bersikukuh ingin memiliki gaun itu. Salah satu staff butik menghampiri keduanya yang tengah cek-cok memperebutkan gaun itu. “Ada yang bisa saya bantu?” “Gaun ini milik saya dan dia mengambilnya!” adu Jihan sambil menunjuk wajah Kayla. Kayla hanya memutarkan bola matanya malas. “Tapi saya yang lebih dulu mengambilnya, jadi gaun ini milik saya,” bela Kayla. Dan kembali terjadi perdebatan antara keduanya, hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian pengunjung butik. “Stop!” Mereka pun menghentikan perdebatan mereka mendengar teriakan staff butik itu. Kayla menghampiri staff butik itu, lalu ia pun membisikan sesuatu ke telinga staff butik itu. Staff butik itu pun tersenyum. “Maaf Bu, tapi gaun ini milik Mbak ini. Jadi saya harap Ibu memilih gaun yang lainnya, kalau begitu saya permisi,” pamit Staff butik itu. “Mana bisa seperti itu, kamu belum tahu siapa saya! Saya adalah istri Chandra Pramana, CEO perusahaan PCY Group!” Tanpa tahu malu Jihan berteriak dengan lantangnya—memamerkan jika ia bukanlah orang sembarangan. Sementara itu, Kayla memutar bola matanya malas. “Semua orang juga tahu kalau Ibu adalah istri pak Chandra, jadi tidak usah diperjelas, Bu.” “Jadi perebut suami orang aja bangga,” cibir Kayla sambil berlalu ke kasir. “Kamu!” Jihan menggertakkan giginya. Tangannya terkepal erat menandakan ia tengah emosi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD