Part 7

1239 Words
Sementara itu di perusahaan Solera Group atau lebih tepatnya di dalam ruangan CEO, Hana tengah fokus membaca laporan keuangan perusahaannya. Tok tok tok “Masuk!” Hana tersenyum mendapati Kayla yang menjabat sebagai sekretarisnya. “Maafkan saya telah mengganggu, Bu. Saya hanya ingin mengingatkan setelah jam makan siang nanti kita harus mengikuti rapat dengan para pemegang saham di PCY Group,” ujar Kayla dengan sopannya. Kedudukan Hana di kantor lebih tinggi darinya, makannya ia harus bersikap profesional. “Baik. Terima kasih telah mengingatkan saya,” jawab Hana sambil tersenyum. **** Saat ini Jihan tengah bersenang-senang dengan teman sosialitanya di sebuah kafe paling hits di Jakarta. “Sepertinya minggu depan aku tidak bisa ikut berkumpul seperti biasanya,” sahut Lidya. “Loh kenapa, Lid?” “Karena minggu depan aku akan menghadiri acara wisuda anakku di Inggris,” jawab Lidya. “Wah, selamat Lid.” Mereka bergantian memberi ucapan selamat kepada Lidya. Di tengah-tengah obrolan mereka tiba-tiba datang sekumpulan ibu-ibu arisan yang duduk di depan meja mereka. Jihan terlihat kurang nyaman setelah melihat kedatangan ibu-ibu arisan itu, karena salah satunya terdapat ibu mertuanya yang saat ini tengah menatap sinis ke arahnya. Mega mengerutkan keningnya melihat perubahan raut wajah Jihan. “Kenapa, Han? Kayaknya kamu gelisah gitu?” “Enggak apa-apa,” jawab Jihan. Sayup-sayup Jihan mendengar pembicaraan ibu mertuanya dengan teman-temannya. “Rit, kudengar salah satu cucumu telah kembali ke Jakarta, apakah benar?” tanya salah satu teman arisan Rita. “Iya itu benar, cucu perempuanku telah kembali ke Jakarta setelah empat belas tahun tinggal di LA,” jawab Rita sambil melirik sinis ke arah menantu yang tak pernah diakuinya itu. Di sisi lain Jihan terkejut mendengar perkataan Rita. “Jadi mereka sudah kembali?” batin Jihan. “Lalu kapan kau akan memperkenalkan cucu perempuanmu kepada kami.” “Nanti, saat acara ulang tahun perusahaan suamiku. Aku akan memperkenalkan cucuku keduaku kepada kalian,” jawab Rita. “Bukankah kau memiliki tiga cucu perempuan?” “Itu tidak benar, aku hanya memiliki dua cucu perempuan, yaitu Aerina Putri Pramana dan Nabila Aksara Hartanto.” “Lalu anak perempuan kedua Chandra dengan menantu barumu itu?” “Dia bukan cucuku. Mereka berzina, jadi anak mereka tidak ada sangkut pautnya dengan keluargaku.” Rita sengaja menekan semua perkataannya agar Jihan malu. Lidya dan Mega saling lirik, diam-diam mereka menertawakan Jihan yang saat ini mati-matian menahan rasa malunya. Sebenarnya mereka berdua tidak menyukai Jihan, karena Jihan terlalu sombong dan sering menganggap putrinya paling pintar. **** Sejak tadi Chandra berdecak kesal karena meeting belum dimulai juga, mereka masih menunggu kedatangan mantan mertuanya itu. Walaupun dalam hatinya ia merasa cemas harus bertemu kembali dengan mantan mertuanya itu. Pintu ruangan meeting terbuka. Muncullah dua orang wanita cantik dengan setelan rapi. “Maaf atas keterlambatan kami.” Hana dan Kayla membungkukkan badannya. Mereka tadi sempat terjebak macet saat menuju kantor PCY Group. Chandra terpaku melihat wanita cantik yang sejak tadi menjadi pusat perhatian semua orang. Sosok yang selama ini dicari-carinya hingga ia sempat kehilangan akal, karena tidak menemukan keberadaan mereka. Pandangan Hana sempat bersinggungan dengan Chandra selama beberapa detik, sampai akhirnya Hana memutuskan pandangannya. “Kalau begitu kita mulai meetingnya.” Selama meeting berlangsung Chandra tidak fokus, ia selalu mencuri-curi pandang ke arah mantan istrinya. Hana terlihat sangat cantik persis seperti empat belas tahun yang lalu. Ia jadi menyesal karena harus bercerai dari Hana. Karena terlalu asyik memandangi Hana, Chandra tidak sadar meetingnya sudah selesai. Ia melihat satu persatu peserta meeting meninggalkan ruangan begitu pula dengan Hana dan Kayla. “Bisakah kita bicara sebentar?” Chandra menahan tangan Hana yang akan keluar dari ruangan meeting. Hana dan Kayla pun tidak jadi keluar dari ruang meeting. “Aku mohon ... hanya lima menit.” Hana menghembuskan napasnya, percuma dia menolak Chandra. Ujung-ujungnya pasti ia tidak diizinkan keluar dari ruangan itu. “Oke hanya lima menit, tidak lebih!” Chandra tersenyum mendengar jawaban Hana. “Terima kasih. Bisakah kalian keluar sebentar, saya ingin berbicara empat mata dengan Bu Hana.” Chandra meminta Dika dan Kayla meninggalkan mereka berdua di ruangan itu. “Baik, Pak.” Dika dan Kayla pun keluar dari ruang meeting meninggalkan Chandra dan Hana berdua. **** Sementara itu di dalam toilet, Jihan berusaha meredam emosinya agar tidak terpancing oleh omongan mertuanya. Ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan orang-orang. Jihan pun membasuh kembali wajahnya dengan air. “Tenanglah Jihan, kamu pasti bisa menghadapi si tua itu,” gumam Jihan sambil menatap dirinya dari balik kaca toilet. Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam toilet. “Kenapa kabur? Apakah kamu merasa malu dengan perkataanku?!” Rita tersenyum sinis ke arah Jihan. Jihan diam saja, ia tidak berniat menanggapi perkataan mertuanya, lebih tepatnya ia malas meladeni perkataan ibu mertuanya yang sering berkata sinis dan melukai harga dirinya. Rita meneliti setiap inci wajah dan tubuh Jihan, lalu ia menyunggingkan senyum sinisnya. “Jika dilihat-lihat kamu memang sangat cantik, tapi sayang wajahmu tidak secantik hatimu.” Rita semakin gencar memancing emosi Jihan. “Kamu tega menghancurkan rumah tangga orang lain dan membuat putraku menjauh dari keluarganya sendiri demi kamu yang—“ “Cukup, Bu! Mau sampai kapan Ibu menghinaku? Suka tidak suka aku adalah menantumu, istri dari putramu satu-satunya!” “Bahkan kamu berani membantah ucapanku, beda sekali dengan Hana. Dia tidak berani membantah ucapanku!” cecar Rita. Ia sengaja membanding-bandingkan Hana dengan Jihan. “Walaupun Hana lebih baik dariku, tetap saja putramu lebih memilihku,” jawab Jihan tak kalah sinisnya. “Kamu—“ “Kenapa memang benar ‘kan, putramu lebih memilih aku. Bahkan dia rela meninggalkan keluarganya sendiri demi hidup bersamaku.” Plak! Plak! Seolah tak cukup menampar Jihan, Rita juga menjambak rambut panjang milik Jihan. “Dengarkan ini dengan baik! Sampai aku mati pun aku akan berusaha mengungkapkan kebusukanmu di hadapan putraku dan semua orang. Dan satu lagi, akan aku pastikan mulai saat ini kamu akan mengalami penderitaan secara perlahan!” Rita mencengkram rahang Jihan lalu melepaskannya dengan kasar hingga kepala Jihan terbentur ke dinding. Rita pun pergi meninggalkan Jihan sendirian di dalam toilet itu. **** Saat Aeri tengah membereskan peralatan sekolahnya ke dalam tasnya, Nayla beserta antek-anteknya menghampiri Aeri. “Kita belum sempat berkenalan, perkenalkan namaku Nayla Pramana dan ini sahabat-sahabatku.” Lalu Siska, Nana, dan Sani memperkenalkan diri mereka bergantian. Tasya dan Nadya menatap tidak suka ke arah mereka, karena mereka tahu seperti apa Nayla dan gengnya. Nayla dan gengnya diam-diam sering membully murid yang menurut mereka lemah. Dan itu semua telah diketahui oleh Tasya dan Nana saat mereka pergi ke gudang sekolah. Mereka berdua menemukan murid kelas X yang tengah dibully oleh Nayla and the genk. Kevin menghampiri mereka, lalu mengajak Aeri pulang, lebih tepatnya ia ingin menghindarkan Aeri dari Nayla and the genk. Ia mempunyai firasat buruk terhadap mereka berempat. “Ayo kita pulang!” Kevin langsung menarik tangan Aeri. Setelah Kevin dan Aeri keluar dari kelas mereka, Nadya menatap tajam ke arah Nayla dan antek-anteknya. “Aku mempunyai firasat buruk kepada kalian, sepertinya kalian ingin mendekati Aeri karena dia dekat dengan Kevin ‘kan,” tuduh Nadya. “Mau aku mendekati Aeri karena apa bukan urusan kalian!” “Tentu saja urusan kami, karena Aeri adalah sahabat kami!” Mereka berenam saling menatap tajam sampai akhirnya Tasya dan Nadya memutuskannya terlebih dahulu dan keluar dari dalam kelas menyisakan Nayla dan gengnya. Diam-diam Nayla menampilkan smirknya. “Menarik, sepertinya aku harus memanfaatkan Aeri untuk mendekati Kevin. Setelah itu aku akan menjauhkan mereka berdua dan membuat Aeri dibenci oleh orang-orang,” batin Nayla.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD