Part 13

1694 Words
Di sisi lain Jihan terus saja mengumpat karena gagal mempermalukan Kayla di depan umum. Dan itu semua gara-gara Zacky. Jika Zacky tidak ada mungkin ia berhasil mempermalukan Kayla di muka umum. “Kenapa tadi Zacky pakai muncul segala, sih. Kalau dia enggak ada gue ‘kan udah permaluin perempuan songong itu di depan umum!” gerutu Jihan. Tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi, Jihan pun langsung merogoh ponselnya yang ia simpan di dalam tas. “Halo?” “....” “Iya, Mas. Aku juga kangen sama Mas.” “....” Tiba-tiba raut wajah Jihan berubah menjadi sendu. “Maaf, malam ini kita enggak bisa ketemu.” “....” “Hari ini mas Chandra pulang cepat, dia enggak lembur. Jadi, enggak mungkin kalau kita ketemu malam ini, Mas.” “....” “Iya. Mas bawa oleh-oleh untukku, ‘kan?” “....” “Serius?” “....” “Ahh! Makasih, Mas. Mas emang yang terbaik!” pekik Jihan kegirangan. “...” “Ya, aku juga mencintaimu.” Pip Jihan tersenyum semuringah. Ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, lalu melajukan mobilnya meninggalkan area parkiran mall yang baru saja didatanginya. Setelah menerima telepon dari orang spesial itu, mood Jihan sedikit membaik. Bahkan ia melupakan kekesalannya kepada Kayla dan Zacky. ***** Di sisi lain Aeri tengah menunggu ibunya memasak makan malam. Dua hari yang lalu mereka pindah ke apartemen. Tentu saja kepindahan mereka mendapat penolakan keras dari keluarga Lee terutama dari Reyhan, karena mereka merasa khawatir pada Hana dan Aeri. Namun setelah melewati perdebatan panjang akhirnya mereka menyetujui keputusan Hana. Aeri menghampiri ibunya. “Mom, Aeri bantu, ya.” “Enggak usah, mendingan sekarang kamu tunggu aja di meja makan,” jawab Hana. Tangannya sibuk memegang spatula. “Tapi Aeri bosan, Mom,” keluh Aeri. “Kalau kamu bosan, kamu nonton tv aja atau enggak main game dulu,” saran Hana. Aeri mendengus. “Enggak, ah!” Hana menghela napasnya, sepertinya Aeri benar-benar kebosanan. “Ya udah, kalau gitu kamu cuci buah-buahan yang ada di meja, terus kamu potong-potong menjadi kecil,” titah Hana. Senyuman Aeri terbit mendapat lampu hijau dari Hana. “Oke Mom.” Aeri pun mengambil buah-buahan dalam kulkas, lalu ia cuci di wastafel hingga bersih, setelah itu ia potong-potong buah-buahan itu kecil-kecil sesuai perintah ibunya. Namun ditengah-tengah kegiatannya memotong buah-buahan, tiba-tiba saja ada yang membunyikan bel. “Sayang, coba liat siapa yang bertamu,” titah Hana. “Iya, Mom.” Aeri pun menghentikan kegiatan memotong buah-buahannya. Sebelum pergi ke depan, Aeri mencuci dulu tangannya. Begitu pintu Aeri membukakan pintu, ia melihat sosok laki-laki jangkung yang tengah tersenyum memamerkan deretan gigi putih bersihnya. “Hai." “Ternyata kamu, Vin, kirain siapa.” Aeri pun membuka lebar-lebar pintu apartemennya, lalu ia menyuruh Kevin masuk ke dalam apartemen. “Tumben enggak ngabarin dulu?” Yang ditanya malah cengengesan. “Hehehe ... iya, di apart aku sendirian, jadi aku ke sini. Emangnya kamu lagi ngapain? Aku ganggu, ya?” Mendadak Kevin menjadi tidak enak karena takut mengganggu Aeri atau pun Hana. “Enggak ganggu, kok. Aku lagi bantuin Mommy motong buah-buahan,” balas Aeri sambil tersenyum simpul. “Wah, kebetulan. Aku lapar, nih. Numpang makan, ya?” Kevin kembali cengengesan. “Terserah.” Aeri pun kembali ke dapur. Tentu saja ia melanjutkan kembali kegiatan memotong buah-buahan. “Siapa yang datang, Sayang?” tanya Hana penasaran. “Kevin,” jawab Aeri yang kini kembali disibukkan dengan kegiatan memotong buah-buahannya. Hana menoleh dan benar saja, ia melihat Kevin yang berdiri tepat di belakangnya. “Malam, Aunty,” sapa Kevin, lalu ia mencium tangan Hana. “Malam, Vin. Kamu ke sini mau ngerjain tugas, ya?” Wajar Hana berkata seperti itu, karena setiap kali Kevin berkunjung, pasti dia akan mengerjakan tugas dengan putrinya. “Bukan, Aunty. Aku ke sini bukan mau mengerjakan tugas, tapi aku ke sini karena enggak ada teman di apartemen,” balas Kevin sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Loh, memangnya kakakmu belum pulang?” Seketika Hana panik, karena ia teringat kembali kejadian tadi di mall. Kevin menggelengkan kepalanya. Raut wajahnya sengaja ia buat sesedih mungkin. “Belum, katanya kakak akan pulang agak telat. Tadi dia WA aku.’ Rasa-rasanya Aeri ingin muntah melihat Kevin tengah memasang wajah sedih seperti itu. “Ya udah, kamu di sini aja. Aunty sekarang lagi masak, sekalian kamu juga makan malam di sini.” Hana mengelus rambut Kevin yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Kevin tersenyum. Ia sangat nyaman mendapatkan perlakuan seperti itu dari Hana. Hana sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri, karena ibunya telah lama berpulang ke hadapan Sang Pencipta. “Aunty, bolehkah aku peluk Aunty?” izin Kevin. Hana tersenyum. “Kenapa harus izin, tentu aja boleh.” Setelah mendapatkan izin dari Hana, Kevin pun memeluk erat tubuh Hana. Pelukan Hana seperti pelukan seorang ibu. Ia sangat merindukan ibunya. Hanya Hana yang dapat mengobati rasa rindu terhadap ibunya itu. Hana yang mengerti keadaan Kevin pun mengusap pelan rambut Kevin sambil berkata, “anggaplah aku Ibumu, Vin.” Tiba-tiba suasana berubah menjadi haru. Tanpa disadari air mata Aeri sudah menetes melewati pipi chubbynya. Hati kecilnya tiba-tiba merindukan sosok ayahnya. Bukan Sean, melainkan Chandra—ayah kandungnya. “I Miss You, Dad. Kuharap Daddy juga merindukanku biar bukan hanya aku saja tersiksa, tapi Daddy juga sama tersiksanya denganku,” batin Aeri. “Ekhemm ...” Aeri tersentak. Ia melihat Kevin yang sudah berdiri di hadapannya dengan memasang senyum bodohnya. “Mau dibantuin enggak?” tawar Kevin. Aeri mengerjap, sejak kapan Kevin berdiri di hadapannya? “Ah, lama.” Kevin pun merebut pisau yang tengah dipegang oleh Aeri, lalu menggeser posisi Aeri. Kevin melanjutkan kembali pekerjaan Aeri yang sedang memotong buah-buahan. “I-itu—“ “Jangan banyak ngelamun, nanti kesambet loh,” sambar Kevin memotong ucapan Aeri. Karena masih merasa linglung Aeri pun duduk di kursi meja makan sambil memperhatikan Kevin yang tengah sibuk melanjutkan pekerjaannya. ***** Saat ini Jihan tengah sibuk membuka paket yang khusus dikirim untuknya. “Ya ampun! Tas Gucci keluaran terbaru!” pekik Jihan sangat excited. Di tengah kebahagiaan Jihan mendapatkan hadiah tas Gucci dari seseorang, Nayla datang menghampiri ibunya. “Wah, bagus banget tasnya, Bu. Dari siapa?” “Bagus ‘kan, ini oleh-oleh dari teman Ibu. Kemarin dia habis dari luar negeri.” Ya, teman. Teman spesial tentunya. “Teman Ibu baik banget kasih hadiah tas Gucci keluaran terbaru. Dia kaya, ya?” Seketika Jihan gelagapan “I-iya. Ayahmu udah pulang belum?” Jihan mencoba mengalihkan pembicaraan sebelum Nayla bertanya lebih jauh. “Belum, mungkin sebentar lagi.” Jihan mengangguk. Tangannya meremas tali tas Gucci itu. Ia gugup dan gelisah, takut putrinya bertanya lebih jauh tentang temannya. “Bu, Nayla ke kamar dulu, ya,” pamit Nayla yang memang tujuan awalnya pergi ke kamar, namun saat melewati kamar orang tuanya ia tidak sengaja melihat ibunya membuka sebuah paket yang berisi tas Gucci keluaran terbaru. “Iya.” Setelah memastikan Nayla masuk ke dalam kamarnya, Jihan pun segera menelepon seseorang. “Mas.” “....” “Makasih tas Gucci keluaran terbarunya, aku suka.” “....” “Itu pasti Mas, besok kita bertemu.” “....” “Iya, Mas. Aku juga udah enggak sabar.” “...” “Udah dulu, ya, Mas, mas Chandra baru pulang.” Saat Jihan mendengar suara deru mesin mobil suaminya berhenti di depan rumah. “...” Pip Jihan pun bergegas turun ke bawah menemui Chandra—suami tercintanya. “Mas udah pulang?” tanya Jihan yang tentunya hanya basa-basi saja. “Kalau aku belum pulang mana mungkin sekarang aku berdiri di hadapanmu!” Chandra menjawab dengan ketus. Ayolah, dia sangat lelah pulang-pulang istrinya menanyakan hal bodoh. Jihan pun hanya tersenyum masam mendengar jawaban Chandra, tetapi jika dipikir-pikir ia juga yang salah malah menanyakan hal bodoh. “Sini tas kerja sama jasnya, biar aku yang bawa.” Jihan mengambil alih tas kerja dan jas kantor milik Chandra. “Kalau begitu aku akan siapkan air hangat dulu.” Jihan bergegas pergi ke kamar mereka dan diikuti oleh Chandra. ***** Sementara itu, di rumah keluarga Hunatama tengah terjadi keributan yang disebabkan oleh kakak beradik yang tak lain Dean dan Sena. “Sena, kembaliin handphone Kakak!” teriak Dean. “Enggak mau!” Sena pun berjalan ke arah ayahnya yang tengah menonton televisi. Sean menatap jengkel ke arah putri bungsunya yang berdiri tepat di hadapannya. “Awas, Sen, Daddy lagi nonton TV!” “Dad, Kak Dean punya pacar loh,” adu Sena mengabaikan protesan daddynya barusan. “Jangan dengerin dia, Dad. Cepat kembalikan handphone Kakak!” “Eitssss ... tidak bisa! Liat ini, Dad. Dia pacarnya Kakak.” Sena memperlihatkan foto seorang wanita cantik berseragam pramugari, tetapi secepat kilat Dean merebut kembali handphone miliknya. Sean mengerutkan keningnya. “Loh, bukannya itu salah satu pramugari OSH Airlines?” Dean terlihat salah tingkah. Apalagi saat Sean menatap ke arahnya menuntut jawaban darinya. “I-iya d-dia bekerja menjadi pramugari di OSH Airlines.” Dean terlihat sangat gugup terbukti dari cara bicaranya yang tergagap-gagap dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Wah, pacar Kakak pramugari?” Dean menatap tajam ke arah adiknya. Sena yang ditatap seperti itu nyalinya menjadi ciut. Sena pun menundukkan kepalanya. “Sudah berapa lama kamu mengenalnya?” tanya Sean. Acara yang tengah ditontonnya seketika tidak lagi menarik minatnya. “Sudah lama. Dia teman SMAku,” jawab Dean yang kini tengah malu-malu. “Sudah berapa lama kamu berpacaran dengannya?” Sean mulai menginterogasi putra sulungnya. “Baru tiga minggu,” jawab Dean yang tidak bisa bohong kepada daddynya. “Masih baru ternyata,” sahut Sena yang kini tengah memakan keripik dari dalam toples. “Kapan-kapan ajak dia makan malam bersama kita, Dad ingin mengenal seperti apa perempuan yang mampu menaklukkan hati anak Dad yang selalu menampilkan wajah datar ini,” goda Sean. Sena cekikikan mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh ayahnya. “Iya Dad, akan Dean usahakan kalau Elisa tidak sibuk,” jawab Dean. “Akhirnya sold out juga Kakakku yang galak ini,” goda Sena. “Apa lo bilang?!” Secepat kilat Sena langsung kabur dari kakaknya. “Dasar Mak Erot!” ejek Dean. Sementara itu Sean hanya bisa geleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak sulung dan bungsunya yang mirip sekali kartun Tom and Jerry.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD