Bab 10 - Her Dad

1420 Words
Rani berjalan memasuki rumah sakit dengan membawa tas besar di bahunya dan tote bag di tangan kanannya. Dia baru kembali dari rumah untuk mengambil beberapa pakaian dan peralatan yang Deeva butuhkan di rumah sakit. Papa dan Mamanya menginginkan dia untuk tinggal kembali bersama, namun sampai saat ini Rani belum berani mengiyakan permintaan mereka. Menurutnya, tak ada gunanya pindah rumah sekarang. Toh, selama Deeva dirawat di rumah sakit, Rani tak pernah tidur di rumah. Dia hanya menyuruh Tami untuk menjaga rumah ataupun menjaga Deeva saat dia ada keperluan mendadak. Pekerjaan kantornya pun selama Deeva dirawat selalu dia kerjakan di sini. Alexa, asistennya dengan cekatan bolak-balik kantor dan rumah sakit hanya untuk mengantarkan berkas yang dia perlukan. Beruntung, dia mempunyai bos yang bisa menolerir ketidakhadirannya selama ini. Keadaan Deeva memang terlihat cukup stabil beberapa hari terakhir ini. Kemoterapi yang Deeva lakukan berjalan dengan cukup baik menekan sel-sel limflosit ganas, namun itu tak bisa jadi acuan karena bisa sewaktu-waktu kondisi Deeva menurun seperti sebelum-sebelumnya. Rani berjalan ke arah kamar Deeva dengan membawa tas berisi pakaian nya dan peralatan Deeva dibahu kirinya dan membawa Rantang berisi makanan favorite Deeva di tangan kanannya. Kemoterapi yang dijalani Deeva membuatnya tidak mau makan ataupun memuntahkan kembali makanan yang baru saja ia makan, sehingga Rani membuatkan Deeva makanan favoritenya berupa sayur bening, ampal jagung serta telur gulung. Rani berharap tubuh Deeva dapat menerima asupan makanan yang sengaja ia buatkan, mumpung dalam beberapa hari kedepan Deeva tidak ada jadwal Kemo. Senyum tak lepas dari wajah Rani saat membayangkan bahwa Deeva akan memakan masakannya, namun senyumnya membeku saat melihat Deeva sedang tertawa gembira dengan seseorang duduk di hadapan Deeva. Hampir saja dia menjatuhkan rantang yang dia bawa jika saja Deeva tidak melihat dan menyapanya. "Mommy!!" Teriak Deeva gembira saat melihat Rani datang sembari melambaikan tangannya penuh semangat. Raut muka Rani memperlihatkan keterkejutan saat Pria itu membalikkan badan, tubuhnya limbung dan tanpa sadar mundur saat matanya tanpa sengaja bertemu dengan iris mata abu-abu itu. "Al... Alfian.... " seru Rani tak percaya. Dia hanya menatap sinis sebelum mengalihkan pandangan dan tersenyum hangat kepada Deeva, seolah tak memperdulikan keberadaannya. "Ka...mu mau ngapain di sini?" tanya Rani dengan terbata. "Daddy ke sini mau minta maaf sama Deeva mi" jawab Deeva riang, sembari memeluk erat lengan Alfian. "Daddy?" Rani tak percaya dengan yang dikatakan Deeva. "Iya mi, daddy bawain banyak hadiah buat Deeva." Deeva menunjuk deretan kado yang tersusun di atas meja di depan sofa. "Terus daddy juga minta maaf karena baru bisa jengukin Deeva selama ini karena sibuk sama kerjaan. Deeva senang deh daddy di sini," ucapnya riang. Rani menatap Alfian tak percaya dengan yang dikatakan Deeva, ia menatap Alfian sinis, permainan apa lagi yang akan dilakukan Alfian sekarang, terlebih setelah ia memberitahu Deeva siapa dirinya sebenarnya? Hati Rani ditutupi oleh kemarahan, ingin rasanya ia menarik paksa tangan Alfian lalu mendorongnya keluar dari ruangan,tapi saat melihat senyum cerah Deeva dan rona bahagia di wajah Baby girl. Ia hanya bisa diam dengan segala ketakutan yang ada di benaknya. Rani diam membiarkan Alfian berinteraksi dengan Baby girl-nya. Membiarkan Alfian menaikan perannya untuk saat ini, setidaknya dia bisa melihat senyum sumringah Deeva yang jarang dia lihat beberapa hari ini. "Mommy bawa apa?" tanya Deeva riang mengembalikan Rani ke alam sadarnya. ia sedikit terkejut sebelum akhirnya menatap Deeva dengan senyum yang sama. "Makanan kesukaan Deeva, Deeva belum makan, kan?" ucap Rani seolah tak peduli dengan Alfian yang terus menatapnya tajam. "Beneran mi?" ucap Deeva tak percaya. Rani mengangguk lalu tersenyum kearah malaikat kecilnya. "Mi, Deeva boleh makan disuapi daddy?" tanya Deeva membuat Rani dan Alfian terkejut. Rani menatap kearah Alfian yang membeku, terdiam bingung menjelaskan kepada Deeva kalau Alfian tidak mungkin mau menyuapinya makan. "Deeva suap sama Mom.." "Aku mau kok, ayo sini daddy suap," ucap Alfian memotong ucapan Rani. ia kembali menatap kearah Alfian yang sekarang sedang membelai lembut pipi Deeva. Rani tersenyum sinis sebelum akhirnya berjalan ke samping ranjang Deeva. Saat mendekati Alfian ia kembali menahan napasnya menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan. Dia meletakkan rantang ke nakas di samping ranjang Deeva, lalu berjalan ke arah sudut untuk mengambil meja kecil untuk meletakkan makanan. Mencoba untuk tidak memperdulikan tatapan tajam Alfian, dan tersentak saat tangan Alfian merebut meja itu, lalu dengan kesan tak peduli dia meletakan di atas ranjang Deeva. . Deeva terlihat bersorak senang melihat makanan yang Rani bawa, ia terus merceloteh betapa tidak enaknya makanan rumah sakit yang beberapa hari ini ia rasakan. Rani memandang ke arah Alfian yang sedikit tertegun saat melihat makanan yang dia bawa. Baru teringat bahwa makanan ini juga makan kesukaan Alfian. Senyum tipisnya tercetak saat melihat Alfian meneguk air liur. Dia mengingat saat-saat ia dan Alfian masih tinggal bersama, ingat betapa lahapnya Alfian memakan sayur bening dan ampal jagung yang ia buat. Makanan sederhana namun begitu bermakna di hati Rani. "Kalau mau kamu makan aja. Aku buat banyak tadi, Deeva juga nggak akan habis makan ini sendirian," kata Rani akhirnya membuka suaranya untuk pertama kali. Rani mengambilkan piring untuk Alfian lalu menuangkan nasinya. Manik mata Alfian terlihat berbinar saat melihat melihat piring nasi yang diletakan di hadapannya. Rani berjalan menuju arah sofa tempatnya biasa beristirahat. Ia memandang kearah Alfia yang terlihat telaten menyuapi Deeva lalu memakan makanan untuuk dirinya sendiri. Mata Rani mulai berkaca-kaca memikirkan betapa hangatnya keluarga mereka, jika saja Alfian bisa menerima Deeva sejak awal. Pikiran bahagia yang ada dibenak Rani bergantikan dengan pikiran buruk tentang apa gerangan Alfian datang kesini dan memberitahukan Deeva bahwa dirinya adalah ayah kandung Deeva. Rani takut Alfian hanya akan memberikan janji manis dan kasih sayang palsu kepada Deeva. Rani kembali mengingat perkataan Alfian yang ia lontarkan saat itu. Dia tak habis bagaimana mungkin ada ayah yang tega menukarkan nyawa darah dagingnya sendiri dengan kesenangan pribadinya. Hati Rani begitu teriris mengingat kejadian itu. Tanpa terasa Rani menjatuhkan air matanya, namun dengan cepat ia menghapusnya. Ia tidak ingin Deeva kembali melihat ia menangis, setidaknya ia harus menjadi orang yang kuat dihadapan Baby girlnya. "Mommy," panggil Deeva membuat Rani menghentikan lamunan nya lalu memandang ke arah Deeva yang tersenyum senang. "Deeva mau jalan-jalan," ucapnya dengan nada suara manja. Rani tersenyum lalu berjalan kearah Deeva dan Alfian yang sedang bercengkrama. Rani tersenyum tipis saat melihat makanan yang tadi ia bawa habis tak bersisa dimakan Deeva dan Alfian, dengan cepat Rani membersihkan sisa makanan nya lalu bergerak mengambil kursi roda Deeva. "Mommy Deeva nggak mau pake kursi roda" ucapnya membuat Rani bingung. "Deeva mau digendong sama daddy aja, boleh ya daddy?" ucap Deeva sembari menggoyangkan tangan Alfian meminta persetujuan darinya. Rani menatap Alfian seraya menggeleng pelan meminta Alfian menolak secara halus permintaan Deeva, namun Alfian seperti tak merespon malah mengalihkan pandangan nya lalu menatap Deeva lembut. "Boleh" ucap Alfian pada akhirnya membuat Deeva melompat kegirangan. "Ayo Mommy ikut juga" ajak Deeva membuat Rani mengangguk lemah. Alfian menggendong Deeva dengan tangan kanan nya. Deeva kembali tersenyum ceria menampilkan dua lesung pipinya yang begitu menggemaskan. Rani memperbaiki topi rajut Deeva sebelum akhirnya mengikuti mereka berjalan keluar. Rani mengikuti Deeva yang berada di gendongan Alfian. Ia terlihat begitu bahagia senyum ceria tak pernah lepas dari pipinya, wajahnya terlihat berseri sehingga menutupi wajah pucatnya. Deeva terlihat begitu manja , sifat yang hampir tak pernah Deeva perlihatkan kepadanya. Namun, saat ia bersama Alfian ia seperti Deeva yang lain, bukan lagi Deeva yang mandiri tapi Deeva yang manja seperti anak-anak yang lain yang begitu manja kepada Ayahnya. Deeva terus bercerita semua tentang dirinya, apa yang ia suka, apa yang ia lakukan di sekolah, teman- teman nya, apa yang paling ia benci, dan apa yang paling ia rindukan. Alfian terlihat mengangguk mendengarkan semua yang dikatakan Deeva, sesekali ia menanggapi perkataan Deeva. Tanpa sadar beberapa kali tangan kanan Rani menyentuh tangan kiri Alfian yang terjuntai, membuat mereka dipandang beberapa orang yang berada di rumah sakit sebagai keluarga yang harmonis. Rani menatap Deeva dengan mata yang berkaca-kaca. Melihat Deeva seperti ini akhirnya ia mengetahui apa yang Deeva inginkan. Seorang ayah, seorang ayah yang dapat memahaminya, seorang ayah yang terus mendengarkan semua celoteh anaknya, seorang ayah dapat menggendong dan menyediakan d**a serta bahunya untuk tempat bersandar juga merengkuhnya dalam hangat pelukan. "Ra" panggil Alfian untuk pertama kalinya saat mereka berada di depan koridor rumah sakit. "Ra" panggil Alfian sekali lagi membuat Rani tersadar. "Iya" ucapnya pelan "Deeva kayaknya tidur, sebaiknya kita kembali ke kamar" ucap Alfian pelan membuat Rani mengangkat kepalanya. Ia melihat Deeva tertidur dengan wajah yang berseri.Deeva meletakan kepalanya dilekukan leher Alfian, sedangkan kedua tangan nya ia lilitkan dilehernya. Rani tersenyum simpul sebelum akhirnya mengganguk mengikuti Alfian membawa Deeva kembali ke ruangan nya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD