Chapter 2

2857 Words
"Jika kata sederhana adalah dirimu maka sesederhana itulah aku mencintaimu, Rayya Farasya.. ". -Jonathan Regulus - Hari-hari Rayya berubah sedikit demi sedikit. Jika dulu dirinya sendiri kini dirinya memiliki fans yang selalu mendukungnya, dan terlebih ada seseorang yang mengisi kekosangan hatinya. Ya, lelaki yang berhasil mengisi kekosangan hatinya adalah Jonathan Regulus. Semua berawal dari pertemuan singkat awal karirnya dan berubah menjadi sebuah perasaan yang jatuh dalam benaknya. Sedikit cerita tentang diriku yang mulai mengenalnya. Dia yang selalu perhatian padanya dan selalu ada untuknya. Berbagai hal kecil nan sederhana Jonathan berikan pada Rayya. Dari hal kecil itulah yang membuat sebuah perasaan hadir pada hatinya. Teringat pada suatu hal yang pernah dilakukan Jonathan pada Rayya. Sikap Jonathan yang pernah membela habis-habisan pada Rayya membuat dirinya jatuh pada Jonathan. Dan mugkin inilah alasan perasaan Rayya yang mulai bersemi. Semua terjadi ketika Rayya tengah syuting. Pada saat istirahat siang Nazia mendatanginya. '' Rayya.., habis ini kita syuting di taman.'' Ucap Nazia bohong ''Lho iya kah? apakah pak hendra mengatakan itu? aku tak dengar tadi hmm..''. Jawab Rayya mengingat-ingat perkataan pak hendra saat syuting Nazia melirik ke arah Rayya. Apakah Rayya akan percaya dengan perkataannya ya? ''Iya Ray.., umm tadi pak hendra bilang pas kamu pergi ke toilet.'' Jawab Nazia mencoba menyakinkan Rayya '' Oh jadi gitu ya.., Terus nanti kita syuting dimana Zi? '' Tanya Rayya ''Di taman Rayyaaa.., Oh iya syutingnya entar jam 1 dimulainya.'' Imbuh Nazia berbohong lagi ''Wah bentar lagi. Ya udah ayo Zi kita ke taman sekarang.'' Ajak Rayya ''Enggak kamu duluan aja Rayy..''. Tolak Nazia ''Lha kenapa Zi? " Tanya Rayya ''Gua mau ambil barang dulu di lantai dua jadi lu duluan aja.'' Jawab Nazia beralasan pada Rayya ''Yahh..''. Jawab Rayya kecewa ''Entar gua nyusul kok Rayy.., Lu pergi duluan aja okey? '' Ujar Nazia menyakinkan Rayya sekali ''Okey.. , Gua duluan ya.'' Pamit Rayya '' Okey..''. Huft, Akhirnya tuh cewek pergi juga. Haha selamat menikmati kehancuranmu Rayya Farasya .. Nazia tertawa puas ketika ia berhasil melakukan rencananya dan di sisi lain Jonathan melihat rencana licik yang Nazia lakukan pada Rayya. Jonathan tersenyum sinis seakan dirinya memiliki sebuah rencana untuk Rayya. Waktunya menjalankan misi.. ######## Rayya sedang duduk manis di taman sembari menunggu kedatangan para Kru. Rayya terus melihat Jam yang menunjukkan pukul 2 siang. Dan sudah satu jam dirinya menunggu para Kru untuk syuting. Kenapa mereka gak datang-datang ya? Padahal udah satu jam dirinya menunggu . Pikir Rayya Rayya mengambil ponselnya dan menelfon nomer Nazia namun ponselnya tiba-tiba mati. Ternyata ponselnya kehabisan baterei. Rayya bersandar pasrah di bangku. Ia mencoba menikmati sejuknya udara yang berhembus menyapanya. Tiba-tiba Hujan datang mengguyurnya. Rayya kaget dan menutupi dirinya dengan tas kecil miliknya. Aku harus kembali ke Studio! Gumam Rayya Rayya berlari dengan kencang. Menerjang hujan yang deras. Ia tak peduli jika dirinya kehujanan karena dirinya harus kembali secepatnya. 5 Menit kemudian Rayya sampai di studio dan ketika Rayya memasuki studio para Kru beserta pak hendra yang menatapnya dengan tajam dan marah. Rayya berjalan ke arah para kru dan pak hendra. "RAYYA FARASYA, DARIMANA SAJA KAMU? '' Tanya Pak Hendra dengan sinis ''Saya menunggu kalian semua di taman pak .. ''. Jawab Rayya ''Ngapain kamu di taman? Kau tau tidak jika saya menunggu kamu satu jam lebih! Kau taruh dimana otakmu itu ? Kau seorang artis dan dimana sikap professionalmu itu Rayya? '' Tanya Pak Hendra dengan penuh penegasan ''Tadi Na.. ''. ucap Rayya yang ingin mengungkapkan perihal Nazia yang mengatakan lokasi syutingnya di taman namun Nazia menyelanya ''Rayya hanya alasan aja pak, Emang ya kalo udah tenar mah lupa daratan dan tanggung jawab.'' Sahut Nazia dari samping Rayya menoleh ke arah Nazia dengan tatapan kecewa " Apa maksud kamu zi? bukannya kamu tadi bilang ke aku ya? '' Sialan lu Rayya! Awas lu ya. Maki Nazia dalam hati. "Gua? Sejak kapan gua bilang? Orang gua dari tadi gak bersama lu. Gila ya lu. Apa jangan-jangan lu sedang pacaran dengan orang diam-diam di taman Ray? ". Fitnah Nazia memberikan seulas senyum sinisnya "Apa maksudmu Zi!? " Tanya Rayya ketakutan. Baginya tak mungkin dia pacaran di tengah lokasi syuting. Pak Hendra hanya menatap Rayya dengan malas dan marah. "Rayya, Katakan yang sebenarnya. Jujurlah.. Kamu tau bukan jika aku tak menyukai kebohongan. " Ujar pak Hendra "Rayya yang benar pak.. Karena Nazia lah yang tadi menjebak Rayya.. ". Ujar seseorang dari belakang. Ya, Datanglah seorang laki-laki yang merupakan bintang besar juga. Dia adalah Jonathan Regulus. Di tengah masalah yang dihadapi Rayya, Jonathan datang dari belakang membela Rayya. "Apakah yang kamu katakan benar Jonathan Regulus? " Tanya Pak Hendra "Ya pak, semua yang saya katakan adalah benar. " Jawab Jonathan dengan tegas "Ceritakan semua padaku Jonathan Regulus. " Perintah Pak Hendra "Baiklah, Seperti yang saya katakan tadi pak jika Rayya dijebak oleh tipu muslihat Nazia.. ". Ujar Jonathan "Atas dasar apa kamu mengatakan kebohongan itu! Dan mana buktinya jonathan Regulus! " Maki Nazia melototkan matanya pada Joshua "Aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku dan buktinya ada di Video ponselku ini. Mau ku tunjukkan Nazia? " Tantang Jonathan pada Nazia "Tunjukkan padaku Jonathan.. ". Ucap Pak Hendra "Baiklah pak.. ". Jonathan membuka ponselnya dan memutarkan video rekaman dimana Nazia yang menipu Rayya. Semua terlihat jelas dan kini Nazia terlihat gusar nan pucat wajahnya. Pak Hendra telah melihat semuanya. Ia menatap mata Nazia dengan marah. "Tidak ku sangka kamu melakukan semua ini Nazia! Demi apa kamu fitnah Rayya!?" Tanya Pak Hendra dengan tegas "Tidak pak.., saya hanya.. ". Ujar Nazia terbata-bata "Syuting hari ini kita tunda dan kamu Nazia ikut saya ke kantor sekarang! " Titah Pak Hendra Semua para kru syuting bubar dari lobby. Dan mulai membereskan semua perlengkapan syuting. Nazia mengikuti langkah pak Hendra sedangkan Rayya terdiam melihat semuanya. Melihat seorang laki-laki yang selama ini ia kagumi membelanya. Jonathan menghampiri Rayya. Ia memegang bahu Rayya dengan lembut "Kamu pasti cape bukan? Ayo kamu ganti baju dulu.. Setelah itu kamu mau gak makan bareng aku? " Tanya Joshua dengan Memberikan perhatian lembut Pada Rayya. Rayya menganggukkan kepalanya dan mulai mengikuti langkah jonathan dari belakang. Karena langkah pelan Rayya , Jonathan mensejajarkan langkahnya dan menggandeng tangan Rayya. Rayya hanya bisa terdiam menahan perasaannya. Hangatnya genggaman tangan Jonathan membuat hati Rayya kian merasakan Berseminya Cintanya. Hai Kamu, Sosok yang membuatku mulai menyadari perasaan. Perasaan yang sangat hangat hingga aku menyadari bahwa kamulah sosok bahagiaku.. Sekarang maupun di masa depan... ####### Semua berlalu dari pertemuan menjadi sebuah kisah yang terbungkus rapi dalam hangatnya kalbu. Membentuk sebuah kata 'Asmara' . Asmara yang kian memuncak dalam kalbu hingga tak terbendung lagi. Ya, Semua itu Kini dirasakan oleh Artis yang kian naik daun Rayya Farasya bersama Jonathan Regulus. Berawal dari sebuah pembelaan yang dilakukan oleh Jonathan waktu itu kini semakin hari menjadi kedekatan yang penuh asmara. Teringat pada kala itu, tepat saat acara peresmian film terbaru mereka. Acara yang berlangsung sesuai prosedur dikacaukan oleh Jonathan. "Aku mau ngomong, boleh?" tanyanya, membuat satu studio menoleh padanya. Jujur, ia adalah salah satu orang yang tidak terlalu disorot karena perannya sebagai pemeran pendukung. Jonathan berdeham pelan, ia mulai mengatur nafasnya. Kakinya melangkah pelan ke arah Rayya yang jantungnya mulai berdegup kencang. Rayya duduk dengan gelisah, ia sesekali melirik Jonathan yang semakin mendekat ke arahnya. Blush, pipinya memerah. Beruntunglah hal itu tertutup oleh make up yang di kenakannya. Sibuk menentramkan hatinya. "Aku akan membuat pengakuan di depan kalian semua. Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Aku belum pernah merasakan sensasi ini sebelumnya pada wanita. Dan aku yakin kalau rasa ini adalah cinta. I love you, Rayya Farasya. Tak perlu alasan untuk mencintaimu. Aku hanya bisa merasakannya, di sini." senyum terulas di bibir Jonathan saat mengatakan hal itu dengan tangan menunjuk dadanya. Hening. Rayya membeku di tempat duduknya. Ia menatap tak percaya pada Jonathan. Jatuh cinta? Apakah baru saja Jonathan mengatakan kalau ia jatuh cinta padanya? Seolah melihat keraguan di mata Rayya, Jonathan menggenggam tangan Rayya lalu membawanya ke dadanya. Rayya menengadah, bertemu dengan tatapan Jonathan yang lembut. Ia bisa merasakan detak jantung Jonathan, kecepatannya sama seperti miliknya. "Aku mencintaimu tanpa ada karena. Jadi, maukah kau menjadi kekasihku? Menapaki hidup bersama, menjalani liku kehidupan dengan cengkerama bersamaku?" Studio langsung heboh. Mereka menyoraki Jonathan, ada yang mendukung tapi ada juga yang terang-terangan tak menyukai. Rayya melunglai karena bahagia. Ia terkulai dalam pelukan Jonathan. Sepertinya ia tak perlu menjawab pertanyaan Jonathan. Semua itu sudah jelas saat Rayya menggangguk pelan dalam dekapan Jonathan. Sekarang mereka resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Namun Rayya tak memperhatikan ekspresi seseorang yang menatap mereka dengan geram. Seolah akan menelan Rayya hidup-hidup hanya dengan tatapannya itu. Sayang, itu hanya terlihat sepersekian detik saja. Selebihnya ia terlihat antusias, seperti rekan-rekan kerja lainnya. Menutupi perasaan yang berkecamuk di dadanya. Menumpahkan sumpah serapah dalam otaknya. "Aku akan mengantarmu pulang, sayang." bisik Jonathan di telinga Rayya. Rayya menengadah. Pandangan mereka bertemu. Dan tanpa mereka sadari, pelukan itu semakin erat seolah tak mau terpisah. Seoenuhnya mengabaikan seisi studio yang heboh menggoda mereka. Rayya merasa itu adalah satu-satunya kebahagiaan absolut yang pernah ia rasakan. Hatinya menghangat, dengan Jonathan yang akan mengisi hari-harinya. Ia berharap Jonathan menjadi pelabuhan terakhir pelayaran cintanya. Ia ingin menetap untuk selamanya. Bukan persinggahan untuk cinta sesaat. Ping... Bunyi halus terdengar dari saku Jonathan. Ia mengeluarkan handphonenya. Saat ini acara sudah selesai dan ia akan mengantarkan Rayya pulang. By❤ : Aku ingin bertemu denganmu sekarang juga! Ku tunggu di tempat biasa sepuluh menit setelah kau baca pesan ini! Jika lewat, jangan harap bisa menemuiku lagi! Jonathan kelabakan. Ia menatap Rayya dengan sendu. "Aku sepertinya tidak bisa mengantar mu sayang. Aku lupa ada janji. Maafkan aku, lain kali kita akan jalan merayakan status baru kita." Jonathan membelai rambut Rayya dengan lembut. Ia menatapnya dengan wajah memelas. Luluh, Rayya menggenggam jemari Jonathan. "It's okay. Aku bisa pulang dengan mbak Nia." Jonathan mengecup kening Rayya pelan. Ia melambaikan tangannya sebelum masuk ke mobilnya. Matanya melirik jam, tinggal delapan menit lagi, semoga saja ia tidak terlambat. Hatinya kacau. Cepat ia memarkirkan mobilnya dengan asal. Ia melihat sebuah sosok yang sedang mengetuk-ngetuk jemarinya sambil menatap jam di dinding. Rambutnya terurai bergelombang, jatuh dengan syahdunya. Malam ini ia mengenakan dress merah menyala dengan belahan sepanjang betis sampai paha. Punggungnya terekspos dengan indahnya. Begitu seksi, lengkap dengan make upnya yang begitu menawan. Membuat pandangan Jonathan terfokus padanya. Tanpa sadar ia menelan ludahnya saat melihat belahan d**a wanita itu yang kini menatapnya dengan kesal. "Nazia, kau pasti menunggu lama. Maafkan aku." sesal Jonathan. Ia mengambil tempat duduk di depan Nazia dengan mata yang tak mau terlepas menatap Nazia. "Aku ingin penjelasan!" tekannya. Ia menatap Jonathan tajam. Tangannya terlipat di depan, hal itu justru menambah keseksian nya di mata Jonathan. "Hmm, soal apa?" "Kejadian di studio tadi. Apa maksudmu menembak Rayya di hadapan publik? Kau ingin membuatku cemburu atau marah? Kau itu milikku, hatimu itu untukku. Aku tahu kau tergila-gila dengan ku. Aku tahu segala perhatianmu itu untuk memikatku. Aku tahu semua kelakuan mu yang begitu memuja ku." Nazia dengan angkuhnya mengatakan hal itu. Ia menatap Jonathan dengan tajam, penuh percaya diri saat berkata. Ia yakin Jonathan begitu menyukainya, bukankah ia ada disini setelah membaca pesan bernada ancaman itu? Padahal ia tahu, Jonathan sudah berjanji mengantar Rayya pulang. Jonathan menunduk, ia memainkan jemari tangannya. Nafasnya terdengar amat kasar, gusar. "Aku memang tergila-gila padamu. Aku akui itu. Aku mencintaimu, Nazia Almaira." Jonathan berkata dengan lembut, ia menggenggam jemari lentik Nazia. Meremasnya pelan. "Lalu kenapa kau meminta Rayya menjadi kekasihmu jika pilihan hatimu adalah aku?" "Aku punya alasan. Itu demi kesuksesanku. Kau tahu, karir Rayya begitu cemerlang. Padahal kami merintis di waktu yang sama. Tapi aku tetap mendapat peran pendukung saja selama ini. Tidak begitu diinginkan seperti Rayya. Aku ingin memanfaatkan keberuntungannya." Nazia terdiam, ia menatap Jonathan tak percaya. Namun tak lama kemudian seulas senyum tercetak di bibirnya. "Maksudmu, kau hanya memanfaatkan kepopuleran Rayya?" "Of course, babe. Cintaku hanya untukmu. Hatiku telah terpatri namamu. Segalanya untuk mu. Rayya hanyalah batu loncatan menuju jalan kesuksesan ku selanjutnya. Aku hanya ingin dirimu saja, bukan Rayya. Jadi jangan cemburu sayangku, i am yours." Betapa semesta tahu caranya mempermainkan hati manusia. Menyembunyikan kebenaran dengan begitu apiknya. Menampilkan wajah palsu penuh drama tiap manusia. Penuh teka teki dan juga misteri di baliknya. Menuntun untuk mempelajari segala yang terjadi. Membuka tabir dengan begitu perlahan sehingga ia tak sadar kebenaran sudah terpampang nyata dengan elegannya. ####### Mbak Ijah tersenyum dengan lebarnya saat ia keluar dari studio. Ia telah berphoto bersama dengan idolanya. Bahkan ia memeluknya. Betapa hatinya membuncah karena bahagia. Namun, senyumnya memudar saat melihat pak Kuncrit—kawan sepermainannya dulu di kampung— berkacak pinggang sambil melotot. Mbok Ijah melangkah dengan malas ke arahnya. Ia jadi teringat dengan kejadian pagi tadi sebelum ia masuk ke dalam studio. "Ijah,  Elingo bojomu ndek kampung. Dekne pasti bingung goleki Awakmu. Awakmu iki ya budal ra jaluk izin hisik ya ngene iki awakmu garai angel aku ae jah paijah*.'' gerutu pak Kuncrit sambil membelai janggutnya yang semalam sudah di cukur habis, menyisakan bulu halus yang menggelitik. (* Ijah, ingat lakimu di kampung. Ia pasti kelabakan cari kau. Kau ini ya, pergi tak minta izin lebih dulu, bikin susah aku saja ) "Kajen atuh, lalaki teu guna gitu, nyahona kukulunut we eweh dahareun tapi teu daekkeun gera digawe. Nyieun jangar sirah, mending kadeiu we ah ngaleungitkeun kapusing." "Ya kan, Dekne wis tuo ijah. Greget aku karo koe*.'' (*dia itu sudah tua Ijahh, greget aku sama kau) "Halah, ngomong we ari geus teu bogoh mah. Geus sarangek ngalakonanna ge." Pak Kuncrit menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memang susah menghadapi wanita keras kepala ini. Ada saja alasannya itu, padahal ia sudah berlaku salah. "Kau ini ya, ku bilang kau pulanglah. Ngapain pula kau dateng ke acara gak berguna kek gini hah? Mereka itu menipu kau dengan akting mereka." Mbok Ijah menatap tajam pak Kuncrit yang sedari tadi menghalangi langkahnya. Ia curiga temannya ini sudah dipengaruhi oleh suami tak bergunanya yang tahunya mengomel saja. Hatinya kesal ketika mengingat raut wajah suaminya saat ia pergi, begitu tenang. Menyebalkan sekali memang. Suruh siapa ia tak menghalanginya untuk pergi, sekarang ia meminta temannya untuk membujuknya. Cara yang klasik. "Kumaha abdi we rek kamana ge. Sampeyan abdi ieuh sanes nu anjeun. Kunaon oge anjeun sibuk nguruskeun lalakon imah batur. Keur kahaletan, anjeun nyarios moal ngurusan hirup abdi deui. Ari ieu naon? Nyarios we ari masih bogoh ka abdi mah. Ngaku we heh Kuncrit, si kerempeng berkepang dua." Wajah pak Kuncrit merah padam mendengar omongan mbok Ijah. Ayolah, ia hanya pusing mendengar ocehan Midun—suami mbok Ijah— yang terus menerornya setiap jam makan. Membuat ia mual dan tak nafsu makan saja. Midun tahu kalau mbok Ijah pergi ke ibu kota tapi ia hanya bisa memantau saja. Ia tak bisa mendekati mbok Ijah sebab ia pasti terkena semburan letupan amarah mbok Ijah yang bahkan melebihi letupan gunung merapi yang meletus tiba-tiba. Begitu menakutkan. Oleh karenanya ia mengorbankan pak Kuncrit untuk menghadapi mbok Ijah. "Hei, sembarang kali kau cakap. Badan gemukku ini kau bilang kerempeng. Dan hei, aku ini botak. Sejak kapan aku berkepang dua heh.." pak Kuncrit melotot. "Alah, meni alim ngakukeun. Baheula teh maneh begeng kos tiang listrik versi pendekna. Can paripolah kos awewe wae, ceuk b***k zaman ayeuna mah... cabe-cabean, itu iya. Rambut gondrong ngaleleuwihan lebetna hutan Kalimantan. Keur mah kutuan deuih. Asa jijik ningali na ge pas harita teh." Frustasi, pak Kuncrit memelas. Ia menatap mbok Ijah dengan tatapan sedih. "Kunaon deuih ari maneh? Teu cocok ekspresi eta dina raray nu tos keriput kitu. Moal aya abg nu ningali maneh." omel mbok Ijah. "Jah, bantu aku kali ini sajalah. Aku pusing dengar ocehan si Midun, laki lu itu." "Cicingkeun we, kitu doang ge meni riweh. Ges ah, rek ka lebet. Maneh indit ditu." Tanpa memedulikan pak Kuncrit lagi, mbok Ijah melesat dengan cepat. Ia sudah tak sabar bertemu dengan idolanya. Ia begitu mengagumi akting Rayya yang begitu profesional saat memerankan peran manula. Begitu mengesankan. Memikat hatinya begitu erat. Ia pengagum berat nomor wahid Rayya Farasya. "Pulang kau, Midun sudah tunggu kau di rumahku." tarikan pak Kuncrit mengembalikkan mbok Ijah kembali ke masa kini. Ia tersentak. Dengan cepat ia menghempaskan tangan pak Kuncrit. Mbok Ijah berusaha untuk pergi, mengabaikan pak Kuncrit yang sudah bersiap untuk mengomel panjang kali lebar lagi. Ia sudah tak peduli akan segala bujuk rayu pak Kuncrit. "Kau tahu, idola tak bergunamu itu buat kau seperti ini. Kau melawan pada suami kau, kau pula lah yang akan menderita nanti. Kalau gini caranya, ku temui sajalah idola kau itu. Biar ku hajar anak tak tahu diuntung itu." suara pak Kuncrit terdengar menggelegar. Ia menatap pintu masuk dengan tajam. Beranjak melangkah maju, hendak menemui Rayya. Mbok Ijah yang melihat itu kelabakan. Cepat ia menghadang pak Kuncrit. Menghalangi nya dari jalan masuk. Beberapa orang yang merasa terganggu melihat mereka dengan sinis. Namun setelah menyadari kalau ini hanyalah sepasang lansia, mereka menggelengkan kepalanya. "Mbok, kalau mau ribut ya di rumah atuh. Jangan di sini, malu atuh sama anak muda. Udah tua kok masih cemburuan gitu." celetuk seorang wanita berusia sekitar 25 tahunan yang mengenakan blazer berwarna navy blue. Malu akan suasana, mbok Ijah menyeret pak Kuncrit keluar dari studio. Ia sudah menyiapkan teks omelan serta gerutuan dalam otaknya. Siap dimuntahkan layaknya lahar, tinggal menunggu waktu yang tepat saja. Sungguh, ini adalah hari paling menyenangkan dan paling memalukan untuk mbok Ijah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD