Elo ikut syuting Rayya

2608 Words
Rayya dan Elo sudah sampai di rumah Elo. Elo memasukkan motornya ke dalam teras depan rumahnya. Mereka melepas helm dan jas hujan mereka. Mereka pun masuk ke dalam rumah. “Jangan lupa janjimu” kata Elo mengingatkan Rayya agar tak lupa membuatkannya makanan yang enak untuk ia makan. “Iyee. Bawel nya ya ampun” olok Rayya sambil berlalu menuju dapur. Rayya membuka kulkas untuk melihat persedian makanan di rumah Elo. Rayya tercengang dengan apa yang dia lihat. Rayya langsung berbalik badan untuk memarahi Elo. “Lo ini bodoh ato gimana sih?” tanya Rayya pada Elo yang sedang menonton televisi. “Apaan sih tiba-tiba lu tanya begitu?” tanya balik Elo yang tak menengok pada Rayya sama sekali. “Ini ngapain lu masukin roti ke kulkas? Ya keras dong jadinya!! g****k!!” ucap Rayya yang tiba-tiba berteriak sambil melempar bungkusan roti tawar ke Elo. Elo yang mendapat pukulan tepat di kepalanya langsung menoleh dan melotot ke arah Rayya. “Yaa karena gue takut rotinya berjamur. Salah satu cara biar menghambat itu kan dengan dimasukkan ke dalam lemari es. Ini gue yang terlalu pinter ato lo nya yang kagak lulus sekolah?” tukas Elo. Rayya semakin geram dengan pola pikir Elo. “Yaa masa lo makan roti keras? Kagak rontok tuh gigi?” tanya Rayya heran. Elo menjawab dengan gelengan kepala. “Gigi gue aman-aman aja kok” jawab Elo sambil menunjukkan barusan giginya yang bersih dan rapih. Rayya menggeleng pasrah. “Yaudah sini in rotinya” suruh Rayya. “Ogahh, ambil sendiri” tolak Elo sambil kembali melihat televisi. “Lu mau gue masakin ato nggak sih?” tanya Rayya dengan nada kesal khas nya. “Ya mau lah anjir, lu kan udah janji” jawab Elo. “Yaudah sini in rotinya. Kasih nya yg baik ato gue nggak mau masakin buat lo” pinta Rayya. Elo mendengus kesal. Elo mengambil kasar bungkusan roti tawar di sampingnya dan bangkit dari posisi duduknya. Elo menyerahkan roti itu pada Rayya. “Makasih banyak dede emesh” goda Rayya sambil menerima roti tawar itu dari tangan Elo dan berlalu meinggalkan Elo yang geregetan melihat tingkah Rayya. Rayya lanjut mempersiapkan bahan untuk dimasak. Setelah menerima roti dari Elo, Rayya membuka kembali kulkas untuk mencari bahan yang ia butuhkan dan ternyata ada. Ia mengeluarkan telur dua butir, s**u cair, keju slice dan sosis. Rayya juga mengambil setoples gula dari lemari atas. Rayya merilekskan ototnya dan bersiap untuk memasak. Rayya sudah selesai memasak. Ia tak butuh waktu lama untuk membuat french toast andalannya. Rayya menyeka keringatnya dan meletakkan semua hasil kerjanya di piring. Rayya juga sudah menuangkan sedikit saos sambal untuk cocolan french toast sosis. Rayya menghampiri Elo yang masih asyik menonton televisi. Rayya menjitak kepala Elo. Elo menoleh sambil mengelus kepalanya. “Aww! Apaan sih?” pekik Elo yang masih kesakitan. “Lo masih mau masakan gue ato nggak? Kalo nggak gue habisin semuanya” titah Rayya. “Yaa masih mau lah, anjir! Mana? Bawa sini aja, gue males makan di meja makan” suruh Elo. Rayya mengernyitkan dahinya. “Hellooo, enak aja lo. Udah gue masakin, masih aja ngelawan yaa. Ambil sana, biarin gue duduk sebentar. Capek” ucap Rayya sambil mendaratkan pantatnya ke kursi di samping Elo. Elo mendengus kesal dan beranjak dari tempatnya. Elo sudah mengambil piring berisi delapan potong cheese french toast dan empat gulung sausage french toast. Elo duduk di samping Rayya yang asyik menonton televisi. “Apa bedanya yg kotak sama yg di gulung?” tanya Elo sebelum mengambil makanannya. “Udah nggak usah banyak bacot lo, makan tinggal makan juga” jawab Rayya yang kelelahan memasak di dapur. Elo mengambil roti yang kotak terlebih dahulu. Ia memakannya polosan. Di gigitan pertama, Elo langsung takjub dengan rasanya. Elo terus mengunyah gigitan pertamanya. Rayya menyeringai melihat reaksi Elo yang sepertinya puas dengan masakan Rayya. “Woaahhh. Enak, enak!” seru Elo sambil menghabiskan sepotong roti di tangannya. Raya kembali tersenyum miring setelah mendapat pujian dari Elo. Rayya tersenyum miring setelah mendengar pujian keluar dari mulut Elo “Lu bisa puji orang juga ternyata” celetuk Rayya. Elo menoleh heran. “Ya bisa lah anjir. Gue itu jujur orangnya, kalo nggak enak yaa nggak enak, kalo enak yaa enak. Ngapain juga bohong. Kalo soal rasa, lidah gue nggak bisa bohong” balas Elo sambil mencomot roti yang digulung. Elo lalu memakan sebagian. Ia menganggukkan kepalanya lalu mencocolkan roti itu ke saos sambal. Ia langsung melahap sisanya. Rayya hanya menggelengkan kepalanya. Rayya mengambil satu potong roti kotak lalu ia cocolkan ke saus sambal. Elo yang melihat kelakuan Rayya, spontan merasa jijik. “Lu agak gila ato gimana sih? Kan itu rasanya manis, emang enak ya kalo dicocol sambel?” tanya Elo. Rayya menoleh sebentar ke arah Elo, lalu memakan utuh satu potong roti itu. “Enak kok. Enak banget malah. Coba aja” jawab Rayya setelah mengunyah habis makanan dari mulutnya. Elo menggeleng dan masih memasang wajah jijiknya. Rayya tersenyum kecil. “Cobalah. Lu nggak akan tahu gimana rasanya kalo belum coba” suruh Rayya. Elo kembali menggeleng. “Haisshhh, kelamaan!” seru Rayya sambil mengambil sepotong roti yang manis lalu ia cocolkan ke dalam saus dan menyaupkannya ke Elo. Elo menolak dengan cara menghindar. “Ish coba aja duluuu. Buka mulut lo” suruh Rayya sambil berusaha memasukkan roti tersebut ke dalam mulut Elo. Elo otomatis mengatupkan mulutnya kuat-kuat. “Ih ya tuhan. Ini gak akan buat lo mati, percaya deh sama gue. Buktinya gue aman-aman aja kan” kata Rayya. Elo masih saja mengatupkan mulutnya. “Duh, lu manja banget dah. Buka mulut lo cepet!” pekik Rayya yang mulai kesal. Elo tetap mengatupkan mulutnya dan menggeleng. “Ohh, lu suka dipaksa yaa” goda Rayya sambil mendekati Elo. Elo akan bangkit tapi ia kalah cepat. Rayya sudah menahan tubuhnya untuk berdiri. Rayya berdiri tepat di hadapan Elo. “Cepet buka mulut lo” ucap Rayya dengan nada mengintimidasi. Elo yang merasa terancam mau tak mau menuruti kemauan Rayya yang sedang berubah menjadi psikopat. Elo membuka mulutnya sedikit. “Yang lebar!” seru Rayya. Elo spontan membuka mulutnya lebar-lebar. Rayya langsung menjejalkan roti yang sedari tadiia pegang ke dalam mulut Elo. Elo mengunyah roti itu sambil memejamkan matanya dalam-dalam, takut ada sesuatu. Namun, semakin lama ia mengunyah, justru rasanya semakin nikmat. Elo menoleh ke arah Rayya sambil menautkan kedua alisnya. “Gimana? Enak kannn?” tanya Rayya yang sudah menghilang aura psikopatnya. “Iya loh, gila. Kaya rasa banget. Gue nggak nyangka bisa se enak ini. Rasanya kek mau meninggoy” komentar Elo. Rayya tersenyum senang. “Makanya jangan ragukan lidah gue” sombong Rayya. Elo mendengus setelah mendengar kesombongan Rayya. Mereka lanjut untuk menghabiskan makanan mereka. Habis sudah makanan mereka. Rayya bersandar di kursi, memberi ruang untuk perutnya. Elo yang sedang memperhatikan Rayya hanya menggeleng heran melihat kelakuan wanita yang jauh lebih tua dari dirinya itu “Woah udah lama banget gue nggak sebangga ini setelah makan masakan gue sendiri” gumam Rayya. Elo notis ada sesuatu di mulut Rayya. “Lo kalo makan selalu belepotan gini ya?” tanya Elo saat melihat ada sisa saus di ujung bibir Rayya. Elo langsung mengelapnya dengan ibu jarinya. Rayya tertegun sebentar setelah mendapat perlakuan dari Elo. Rayya yakin pipinya sedikit memerah. Setelah mendapatkan kesadarannya kembali setelah sekian detik, Rayya memarahi Elo. “Anjing! Beraninya lu pegang-pegang wajah gue!” teriak Rayya. Wajah Elo tampak tak berekspresi, hanya mengedipkan matanya beberapa kali. “Yailah bersyukur dikit kek udah di bersihin tuh saos nya. Nggak tau terima kasih” sewot Elo. Rayya kembali dibuat kesal oleh kelakuan Elo yang sangat menjengkelkan. “Yaudah, makasih” ucap Rayya terpaksa. Elo tersenyum miring. “Yang ikhlas!” suruh Elo. Rayya sudah bersungut-sungut. Namun Rayya mengurungkan niatnya untuk marah. Ia justru berpikiran untuk menggoda Elo. “Makasih banyakk dede emesh yang manjah” goda Rayya dengan nadanya yang ngondek. Rayya kemudian mencolek dagu Elo. Elo tak menyangka kalau Rayya akan melakukan itu padanya. Ia melotot pada Rayya, memintanya untuk berhenti. “Ada apa dede emeshku? Mau jatah?” goda Rayya. Elo menggeleng kuat setelah mendengan ucapan Rayya. “Lo makin lama makin nggak waras yaa” olok Elo. Rayya tertawa kecil seperti banci-banci diluaran sana. “Jangan malu-malu atuh. Kalo mau mah bilang aja” kata Rayya yang masih menggoda Elo. Elo menelan ludahnya. Ia seperti berada di kandang macan yang siap menerkam. “Ish udahlah tidur sana lo! Makin malem, lo makin gila tau gak!” seru Elo. Rayya tertawa melihat reaksi Elo seperti tadi. “Hahaha yaudah lah gue tidur duluan ya. Bye!” pamit Rayya sambil berlalu meninggalkan Elo yang masih diam di posisinya. Elo menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan. “Lo harus tenang, Elo. Dia aktris, wajar jika aktingnya realistis banget” pikir Elo dalam hatinya. Esok harinya, Rayya menikmati hari liburnya dengan rebahan dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah. Sedangkan Elo harus berangkat ke sekolah. Tiba hari dimana Rayya siap untuk beraktivitas lagi. Seperti biasa, pagi sampai petang Rayya berubah menjadi nenek-nenek dan malamnya Rayya kembali ke wujud aslinya. “Eh, lo anterin gue syuting sekarang ya” titah Rayya yang sudah siap untuk berangkat. Elo terheran-heran dan terkaget-kaget. “Eh, eh, kok dadakan banget sih?” tanya Elo heran. “Kan udah gue bilang kemarin, gimana sih lu” cerca Rayya. “Yaudah gue ganti baju dulu, ntar” ucap Elo sambil pergi mengganti bajunya. Selesai mengganti bajunya, Elo mengambil kunci motor dan menyuruh Rayya untuk mengambil helm nya. Mereka berdua keluar dari rumah. Elo mengunci pintu depan rumahnya. Elo mengeluarkan motornya dan disusul Rayya di belakang Elo. Elo mengunci pintu gerbang dan menghidupkan motornya. “Ayo naik” suruh Elo. Rayya pun naik ke atas motor Elo lalu berpegangan di pinggang Elo. “Udah” ujar Rayya singkat. Elo lalu melajukan motornya dengan kecepatan rendah. “Dimana lokasi syuting lo?” tanya Elo. Rayya mengambil handphone nya dan memberikan rute lokasinya dari google maps. “Noh, disini” jawab Rayya sambil menyodorkan handphone nya. Letaknya berada tiga kilometer dari posisi mereka sekarang. “Ya trus lo mau gue liatin handphone sambil nyetir? Gila ya lo” sergah Elo. “Yaudah gua sebutin tempat yang paling deket sama lokasinya” ucap Rayya. Rayya lalu mencari tempat yang ia maksud. “Tempatnya deket sama mall Ambarawa, cuma jarak dua ratus meteran. Lo tau mall Ambarawa kan?” lanjut Rayya. “Okay” jawab Elo singkat. Ia lalu menambah kecepatan motornya hingga membuat Rayya berpegangan erat di pinggang Elo. Rayya sampai mencengkeram erat pinggang Elo. “Geli anjir, jangan kuat-kuat!” seru Elo. “Ya lo juga kalo nyetir kayak mau bawa gue ke alam barzah. Lo mau ngeprank malaikat?!” teriak Rayya. Elo tertawa kecil namun Rayya tak bisa mendengarnya karena saking kencangnya angin yang menerpa wajahnya. Mereka sudah sampai di lokasi yang Rayya tiujukkan tadi. Elo berhenti di taman dekat lokasi syuting. “Lo jangan pulang ya. Ikutin di belakang gue tapi jangan deket-deket. Pasti banyak yang curiga sama keberadaan lo di samping gue. Ato lo berkerumun sama fans-fans gue disana” Rayya menunjuk ke arah kerumunan fans Rayya yang entah jumlahnya ada berapa. “Lo mau gue teriakin nama lo? Najis tau nggak!” pekik Elo. “Ya kagak usah teriakin nama gue, t***l. Diem aja disitu, nyatu sama mereka, biar lo nggak dicurigain sama kru film dan temen-temen gue” suruh Rayya. Setelah Elo pikir, ucapan Rayya ada benanya juga. “Yaudah gue nyatu sama mereka aja deh. Males gue berurusan sama temen-temen lo. Bye” ujar Elo sambil berlalu menuju kerumunan fans Rayya. Rayya sudah mulai melaksanakan syutingnya. Elo melihat dengan seksama bagaimana Rayya bermain peran. Elo tersenyum saat melihat bagaimana profesionalnya Rayya saat bekerja. Lalu terlintas dibenak Elo, “Untuk apa Rayya sebegitu kerasnya dalam bekerja? Aku penasaran, apakah dia tulang punggung keluarga?” Sesi syuting Rayya sudah selesai. Saat itu pukul dua belas lebih lima belas menit. Rayya duduk untuk merilekskan badannya yang lelah. Rayya melihat kerumunan fans Rayya yang jelas jumlahnya berkurang. Ia ingin memastikan kalau Elo masih menemaninya. Elo tersenyum miring saat matanya bertemu dengan mata Rayya. Rayya menunjukkan jari tengahnya. Elo juga membalasnya dengan acungan jari tengah. Rayya tiba-tiba dikagetkan dengan tepukan pundak dari seseorang. Ternyata itu adalah Jonathan, pacar Rayya. Elo memperhatikan mereka berdua mengobrol dan menganalisis pria yang merupakan pasangan Rayya. “Gue kira Rayya jomblo” pikir hati Elo. “Sayang, mau aku antar pulang ke apart?” tawar Jonathan pada Rayya. “Ah nggak usah bebe. Aku bisa pulang bareng mbak Nia. Kamu langsung pulang aja, okay?” tolak Rayya secara halus. “Yahh baiklah kalau begitu. Aku duluan yaa cantik” pamit Jonathan sambil mencium kening Rayya. Jonathan lalu berlalu meninggalkan Rayya. Jonathan melambaikan tangannya pada Rayya “Okayy. Hati-hati di jalan yaa sayang” ujar Rayya sambil melambaikan tangannya. Mbak Nia lalu datang menghampiri Rayya. “Eh, lo jadi pulang sama gue?” tanya mbak Nia sang asisten. Rayya menggeleng. “Gue balik sama temen gue yang disana tuh” tunjuk Rayya ke arah Elo yang masih ada dikerumunan fans Rayya. Mbak Nia memperhatikan Elo. Elo tersenyum dan sedikit membungkukkan badannya untuk memberi salam. “Lu dapet temen model begitu darimana anjir?” tanya mbak Nia penasaran. “Ntar aja gue kasih tau. Gue balik dulu yaa mbak. Bye!” pamit Rayya sambil beranjak dari duduknya dan pergi ke arah Elo. “Yok kita pulang, gue capek banget” kata Rayya sambil melemaskan otot lehernya. “Iye ayo, capek gua berdiri liatin lo syuting” jawab Elo. Mereka lalu berjalan ke tempat dimana motor Elo diparkirkan. Elo menghidupkan mesin motornya. Rayya pun naik motor Elo tanpa disuruh. “Udah” celetuk Rayya. Motor Elo langsung melesat dengan kecepatan sedang. Baru beberapa detik perjalanan, Rayya meminta untuk berhenti sebentar. Elo meminggirkan motornya dan menoleh ke arah Rayya. “Apaan njing?” tanya Elo. “Dingin bat, t***l. Pinjemin gue jaket lu kek” pinta Rayya sambil menggosok lengan atasnya. “Ogah, gue yg nyetir lebih kedinginan daripada lu yang ada dibelakang” tolak Elo. “Lu mau gue mati kedinginan?” sewot Rayya. “Udah jangan cerewet, masukin aja tangan lo ke saku jaket gue” suruh Elo. Rayya pun menurutinya. Elo kembali melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tangan Rayya yang berada di saku jaket Elo, berangsur-angsur menghangat. Posisi tangan Rayya itu membuatnya tak sengaja memeluk Elo. Sampai di rumah, Rayya langsung menghapus make up nya dan mengganti bajunya dengan abju yang lebih ringan dan santai. Sedangkan Elo tinggal melepas jaket dan mengganti celananya dengan celana pendek. “Thanks udah temenin gue syuting” ucap Rayya sebelum ia masuk ke dalam kamar. “Haha, it’s okay lah. Seneng juga, gue jadi bisa liat gimana prosesnya bikin satu scene sinetron” balas Elo. “Yaudah tidurlah. Besok lo harus sekolah” titah Rayya. Elo tiba-tiba menguap sangat lebar. “Anjir, gue abis liat kuda nil nguap” ejek Rayya. Elo kesal, namun ia lebih memilih untuk diam karena ia sudah sangat mengantuk. “Si anjing emang. Yaudah gue mau tidur, sana masuk ke kamar” ujar Elo mengusir Rayya dari hadapannya. “Okay, sekali lagi, thanks yaa. Lu harus gini terus sampe kutukan gue di cabut sama nenek tua itu” ucap Rayya sambil berlalu masuk ke dalam kamarnya. “Iyeee, udah tidur sana. Lo makin malem makin ilang kewarasan lo” suruh Elo. BLAM! Pintu kamar Rayya tertutup. Elo merebahkan dirinya di sofa ─yang sekarang menjadi tempat tidurnya─ dan merilekskan otot kakinya. “Kalo dipikir, Rayya emang cantik sih. Gue jadi penasaran sama latar belakangnya dia. Sepertinya dia adalah tulang punggung keluarga, dilihat dari gigihnya dia bekerja” analisis Elo sebelum ia tidur. Elo lalu mengusir pikiran itu dan memejamkan matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD