Chapter 09: Roti Lapis Penuh Misteri

1241 Words
[Kleigh’s POV] Klang! Klang! Dag! Dag! Dag! Suara konstruksi dari pembangunan ulang desa memenuhi telingaku, ini sudah hari kelima sejak aku bangun dari kondisi koma—begitulah yang dikatakan oleh Paman Edmund padaku. Dia, untunglah, tidak memiliki cidera serius dan bisa sembuh cepat menggunakan nen untuk pemulihan. Paman Edmund juga menjadi salah satu orang tersibuk di desa karena membantu setiap korban dan berusaha untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dokter kiriman dari Denadarys datang. Kini aku sudah bisa duduk dan menatap semua aktivitas dari jendela. Ah, aku dirawat di salah satu gudang kosong yang selamat dari pembakaran dan disulap menjadi bangsal rumah sakit. Bibi Gulliba bersama tiga El bersaudara sering datang mengunjungiku dan membuatku merasa bahwa aku tidak sendirian. Elaine juga beberapa kali mengunjungiku sambil membawa beberapa makanan meski dia bilang bahwa dia dipaksa oleh Paman Edmund untuk membawakannya padaku. Yah, apapun itu, aku tetap berterimakasih atas kebaikan mereka semua. “Kleigh? Bagaimana keadaanmu?” Kutolehkan kepalaku dan melihat Nona Firabell, perawat dari Denadarys yang didatangkan lebih dulu daripada dokter utama. Ini bisa dikatakan mereka diutus sebagai umpan untuk melihat seberapa parah kondisi di tempat kejadian dan menjaga dokter Denadarys tetap aman jika terjadi sesuatu. Nona Firabell adalah perawat dengan sikap ramah dan hangat, dia lebih tua empat atau lima tahun dariku, tetapi dia terlihat seperti sosok seorang ibu. Aku selalu merasa nyaman di sekitarnya dan membuatku sejenak lupa akan rasa sakit di lengan kiriku. “Lebih baik daripada kemarin, Nona Firabell.” “Hmm? Baguslah, biar kucek suhu tubuhmu dulu.” Aku mengangguk patuh dan diam saja saat Nona Firabell memulai rutinitas pemeriksaan untuk melihat apakah ada komplikasi di dalam tubuhku setelah penjahitan lengan kiriku untuk menutup luka. Dengan menggunakan nen, aura biru muda bagai gelembung-gelembung beraroma menenangkan mulai mengelilingi tubuhku. Ini adalah salah satu alasan aku bisa merasa tenang di sekitar Nona Firabell, nen miliknya sangat nyaman untuk dirasakan di kulitku. “Yep, yep, semua sudah normal. Mungkin butuh satu atau dua hari lagi sampai kau bisa berjalan. Apa kau perlu perawatan rehabilitasi untuk membantumu berjalan? Karena tidak sadar terlalu lama, mungkin akan sulit untuk berjalan lagi pada awalnya.” Nona Firabell menarik kembali energi nen tersebut dan mencatat perkembanganku di buku catatan besar berisi data para pasien di sini. Aku menggeleng pelan dan melemparkan senyuman kecil. “Tidak usah, Nona juga memiliki banyak pasien lain selain diriku. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengurusi berbagai hal, Nona. Aku akan mencari caraku sendiri untuk berjalan dengan baik.” Nona Firabell nampak terkejut, wajahnya sedikit memerah. Eh, apa dia juga sakit karena kelelahan merawat kami semua? “Aku—” “HOIII! KLEIGH KAU MELUPAKAN JAM MAKAN SIANGMU LAGI, HUH?” Brak! Pintu ruanganku dibuka kencang dan sebuah keranjang terbuat dari rotan terlempar ke arahku hingga menabrak jidatku cukup keras. “Adududuh! Sakit, Elaine!” Tentu saja aku tahu siapa pelaku kekerasan dalam rumah sakit ini. Siapa lagi jika bukan putri tunggal dari Paman Edmund, Elaine Demetra, gadis berambut cepak pirang dan wajah galak. Dia berdiri di ambang pintu dengan wajah kesal saat menatap pada kami berdua. “Nona Firabell, bukankah kau harus melihat pasien lain juga? Mereka mungkin sudah menunggumu sejak tadi.” Ucapan Elaine membuat Firabell terpecah dari lamunan dan bersiap-siap untuk segera pergi. “Ah, kau benar! Terima kasih, Elaine! Kleigh, beristirahatlah dan minum obatmu dengan rutin, mengerti?” Setelah berkata demikian, Nona Firabell pergi dengan wajah memerah dan menutup pintu. “Baiklah …,” jawabku telat. Kini tatapanku berganti ke arah Elaine, dia masih berada di dalam sini dengan tangan terlipat dan juga wajah seolah ingin memakanku hidup-hidup. Yaa, aku tidak bisa menyalahkannya juga semenjak dia harus repot-repot mengurus orang cacat yang tidak bisa apa-apa sepertiku ini. Tentu saja Elaine merasa kesal. “Kau boleh pergi, El. Aku akan menitipkan ini pada Nona Firabell saat dia kembali untuk pemeriksaan nanti sore,” ucapku sambil mengangkat keranjang berisi roti lapis buatan Elaine, aku tahu dia masih memiliki projek di rumah dan tidak bisa berlama-lama di sini. Namun, bukannya setuju untuk pergi, Elaine justru memandangku penuh kekesalan dan dia duduk di atas ranjang, tepat di sebelahku. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana.” “Eh?” Aku mengerjap penuh bingung. Mengapa dia tiba-tiba bersikap aneh seperti ini? Elaine berdecak kesal. “Cepat makan saja, aku akan membawa keranjang itu kembali bersamaku. Jadi tidak perlu menitipkan pada perawat Ibukota itu.” “Nona Firabell—” “Yah, perduli setan tentang siapa namanya.” Elaine benar-benar kesal. Uwah, ini sangat gawat jika terus dibiarkan. Aku harus segera berbuat sesuatu sebelum Elaine berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan. Sungguh, aku tidak akan bisa bertahan jika Elaine sampai marah. “Uh, apa aku berkata sesuatu yang membuatmu kesal, El?” “Tidak ada, aku tidak kesal.” Ah, dia kesal. Sebelas tahun bersama sebagai teman masa kecil cukup membuatku mengerti perubahan suasana hati serta hal-hal tentang Elaine seperti dia benci menunggu dan sangat suka benda berbau oli serta besi terbakar. Aku tahu selera Elaine sangat aneh, tetapi El adalah El. Dia tetap sosok gadis cilik pemberani dan teman terbaik yang selalu ada di sampingku meski tahu bahwa aku hanya seorang anak sebatang kara tanpa kelebihan apapun. “Baiklah, aku akan makan duluan.” Kubuka penutup keranjang itu dan sedikit terpana melihat isi dari roti lapis yang dia buat hari ini. Telur dadar, tomat segar, daun sawi, hingga beberapa potong daging sapi pemberian tetangga menghiasi tengah roti lapis tersebut dan menciptakan sensasi mendebarkan di setiap gigitan. Ini sangat enak sampai aku tidak bisa berhenti mengunyah. “El, ini sangat enak! Kau memang pandai memasak!” pujiku spontan dan terus mengambil potongan roti lain, uwah, andai saja aku bisa makan makanan enak seperti ini setiap hari, pasti hidupku serasa di surga. Dengan hati senang, aku kembali memuji Elaine sambil menatap ke arahnya. “Kau pasti akan jadi ibu dan istri yang baik, El, percayalah padaku.” Blush! Elaine langsung memerah ketika mendengar pujian itu, dia buru-buru mengalihkan wajah dan merebut keranjang di tanganku secara paksa sebelum aku sempat memakan semua roti lapis di sana. Elaine turun dari atas ranjang dan berlari ke ambang pintu ruangan, dia sama sekali tidak mau berbalik untuk menunjukkan wajah. “Eeeeh, kok diambil lagi?” keluhku dengan wajah kecewa. “T-terserahku, dasar Kleigh bodoh! Tukang makan! Tukang nekat!” Brak! Pintu ditutup keras dan meninggalkanku bersama rasa lapar yang masih tersisa. Aaah, mungkin pujianku terlalu berlebihan sampai-sampai Elaine merasa jengah dan pergi karena kesal. “Maaf, Elaine! Aku akan berusaha untuk memuji lebih hati-hati lagi lain kali!” monologku sendirian di bangsal ruangan. Aku kembali menatap ke luar jendela untuk melihat cuaca cerah hari ini. “Aku jadi ingin jalan-jalan di luar ….” Tok! Tok! Tok! Pintu diketuk dengan sopan, itu pasti bukan Elaine. “Masuklah,” jawabku dan pintu langsung terbuka, menampilka figur dua pria dalam balutan setelan rapi dan membawa buku catatan serta alat foto. Salah satu dari mereka—si pria pembawa buku catatan—dengan wajah ramah dan kacamata bundar menempel di atas hidung maju lalu memperkenalkan diri. Entah mengapa aku merasakan hawa tidak enak dari mereka berdua. “Kami dari Earupress datang ke desa ini untuk mewancarai anda, Kleigh si Pahlawan Cacat, yang dengan heroik mengusir naga menggunakan keberanian. Bolehkah kami tetap di sini dan mengajukan beberapa pertanyaan sederhana?” Pria itu kemudian melirik ke arah lenganku yang kini buntung dan terbalut perban untuk melindunginya dari debu serta kotoran yang bisa menimbulkan infeksi. Deg! Firasat burukku ternyata benar. Baiklah, apa yang harus kulakukan sekarang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD