Setelah mendengarkan semua cerita Austine, Aulia, Setyo juga si kembar Putra dan Petra tidak bersuara.
Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Bagi si kembar, mereka sudah menduga sejak dulu kalau kepribadian ganda yang diderita oleh Aulia ada kaitannya dengan Austine. Hanya saja, Putra dan Petra tidak ingin menegur atau memarahi Austine karena takut hal itu akan memicu kebencian Austine terhadap Aulia lebih jauh lagi. Jadi, yang dilakukan oleh Putra dan Petra jika kepribadian Aulia yang satu lagi muncul hanyalah mengawasi adiknya itu dengan ketat. Begitu juga dengan kedua orang tuanya. Namun, kedua orang tua mereka tidak pernah tahu kalau hal tersebut dikarenakan oleh Austine.
“Maafin Stevano, Sistine,” kata Austine setelah diam selama beberapa menit. Suaranya menarik perhatian Aulia, Setyo juga si kembar. Austine tersenyum tipis, terkesan lelah dan penuh penyesalan. “Stevano emang jahat sama Sistine dari dulu karena rasa cemburu yang sangat kekanakkan ini. Tapi, Stevano sadar kalau semuanya salah. Kalau nggak seharusnya Stevano memperlakukan Sistine seperti ini dari dulu.”
Aulia menggeleng dan air matanya kembali jatuh membasahi pipi. Cewek itu beranjak dari tempatnya dan kini duduk di samping Austine. Sambil menangis dan tersenyum, Aulia memeluk erat kakak kembarnya itu dan Austine membalas pelukan tersebut sama eratnya. “Sistine nggak apa-apa, kok. Yang penting, Stevano udah mau nerima Sistine apa adanya. Sistine bahagia banget karena sekarang, Sistine bisa memamerkan Stevano ke semua orang.”
“Ih, ngapain pamer-pamer kakak sendiri? Yang dipamerin itu harusnya pacar, dong,” celetuk Setyo tiba-tiba. Celetukkannya itu jelas memancing tatapan bete dari Aulia dan Austine. “Loh? Kenapa lo berdua kompakkan gitu melototin gue? Ada apa? Apa kadar ketampanan gue bertambah pagi ini? Hm, lo berdua tau nggak, kalau kita habis melakukan hubungan yang iya-iya sama pasangan kita, kadar ketampanan atau kecantikkan kita bakalan meningkat, loh.”
Sementara Putra dan Petra mengerutkan kening dan saling tatap karena tidak mengerti dengan maksud ucapan Setyo, Aulia justru menyembunyikan wajahnya di dalam pelukan Austine dan Austine menatap tajam ke arah Setyo. “Sekali lagi lo ngomong hal amburadul kayak barusan dan kayak tadi di depan pagar rumah lo, gue sumpahin lo impoten!”
“Gila! Seram banget nyumpahinnya. Kalau adik lo yang mau ngelakuin itu sama gue, gimana? Lo nggak ada hak buat ngelarang dia, kali.”
“Gue berhak ngelarang dia dan ngurung dia di kamar sekalian, karena dia adik gue, sialan!”
“Baru juga lo anggap adik, kan? Dulu-dulu lo nggak peduli, kan?”
“Gue selalu peduli sama dia dari dulu!”
“Masa? Buktinya mana? Mana, hayo?”
“Gue selalu menghajar semua cowok yang jahatin Sistine dan nyakitin hatinya dia!”
Pengakuan itu membuat suasana menjadi hening. Si kembar mengerjap, pun dengan Setyo dan Aulia. Setyo bahkan sampai menganga dan menunjuk Austine. “Elo? Nonjok semua cowok yang bikin adik lo sedih dan nangis?”
Karena rahasianya ketahuan, Austine langsung berdeham dan memalingkan wajahnya yang mulai terasa panas. Rona merah itu terlihat samar di pipi Austine, membuat Aulia tersenyum lebar dan kembali memeluk kakak kembarnya itu. “Sistine sayang banget sama Stevano! Makasih karena udah melindungi Sistine selama ini.”
Austine melirik Aulia yang tersenyum bahagia dan akhirnya ikut tersenyum. Cowok itu mengacak gemas rambut adiknya dan mencium keningnya penuh kasih sayang. Si kembar yang melihat hal itu kini merasa sangat lega dan pamit untuk bersiap-siap bekerja. Sedangkan Setyo, cowok itu hanya menatap malas ke arah Aulia dan Austine yang masih saja sibuk bermesraan.
“Mentang-mentang udah baikkan sama kakaknya, gue dilupain!” gerutu cowok itu sambil bersedekap dan memasang tampang cemberut.
“Sejak kapan gue selalu mengingat lo?” Aulia melepaskan diri dari pelukan Austine dan mengangkat satu alisnya. “Emang hubungan kita sedekat apa, sampai-sampai lo harus mengeluh kalau gue berakrab ria dengan kakak gue sendiri?”
“Lupa kalau semalam kita resmi jadian?”
“HAH?!”
Seruan ini keluar dari mulut Austine. Cowok itu menatap Aulia dan Setyo bergantian dan kini, tatapannya bertahan pada Setyo. Tatapan yang menyiratkan kalau dalam waktu dekat, cowok itu akan dipastikan mengambang di sungai terdekat tanpa busana dan tanpa identitas dengan nyawa yang sudah tidak melekat di badan.
“Kok histeris gitu?” tanya Setyo dengan nada polos. Cowok itu kini menatap Aulia. “Sayang, kamu nggak cerita ke kakak tercinta kamu ini kalau kita udah pacaran sejak semalam?”
Aulia menggeram kesal dan melempar bantal sofa tepat ke wajah Setyo. Setyo sendiri hanya terbahak dan menggeleng. Dia bersandar dan menyaksikan bagaimana kedua pasangan kembar di hadapannya menatap ke arahnya dengan ide-ide pembunuhan yang tersusun di otak masing-masing.
“Sistine,” panggil Austine dengan nada tegang saambil menatap tegas adiknya itu. “Benar kamu sama si impoten itu berpacaran?”
Impoten, impoten, gerutu Setyo dalam hati dan mendengus pelan. Dia nggak tau aja kalau gue cowok yang hebat di atas ranjang dan adiknya pasti bakalan klepek-klepek serta ketagihan tidur sama gue.
Aulia menggeleng cepat dan menggoyangkan kedua tangannya. “Bohong, Stev! Sistine nggak pacaran beneran sama si setan itu, kok. Itu hanya sandiwara. Semalam kakaknya si setan datang dan si setan langsung ngaku di depan kakaknya kalau kita berdua pacaran. Itu juga sebagai balasan karena si setan selalu bantuin Sistine di saat-saat tidak terduga.”
“Hei!” Setyo menjentikkan jari berulang kali. “I have a name, you know?”
“Jadi,” kata Austine tanpa memperdulikan protes yang dilayangkan oleh Setyo. “Cuma pura-pura? Nggak beneran? Karena, Stevano nggak mau kalau Sistine harus jadian sama cowok impoten kayak dia.”
“Sori, Kak Stevano... saya yang bernama Setyo Rajawali ini adalah seorang cowok sehat yang sudah bisa dipastikan bakalan memberikan banyak sekali keturunan. Perlu dibuktikan sekarang? Nona Aulia, apakah Nona sedang berada dalam tanggal berbahaya? Kalau iya, saya akan langsung menaruh benih di dalam rahin Nona tanpa menggunakan pengaman. Jadi, seminggu kemudian, di dalam rahim Nona Aulia sudah akan ada janin bayi yang lucu, imut dan menggemaskan. Setelah itu, kita bisa langsung menikah. Gimana?”
Jawaban Aulia dan Austine diberikan detik itu juga. Keduanya sama-sama melempar bantal sofa ke wajah Setyo yang langsung mengaduh keras.
###
“Kenapa lo harus ikut juga?”
Pertanyaan bernada kesal itu keluar dari mulut Stevano. Cowok itu terpaksa berjalan di samping Setyo dan berada tepat di belakang Aulia juga Andini. Tadi, Andini mengajaknya untuk pergi ke taman karena cewek itu ingin sekali membeli jajanan pasar dan jajanan khas anak sekolah yang memang selalu ada di setiap sisi taman. Lalu, Andini menyuruh Austine untuk mengajak Aulia dan setibanya di taman, Austine nyaris melempar minuman kalengnya ke arah Setyo yang berjalan di belakang adiknya dan sedang nyengir lebar ke arahnya.
“Kan gue harus menjaga dan melindungi pacar gue tercinta,” jawab Setyo sambil mengedipkan sebelah mata. “Kakak ipar.”
“Ugh! Don’t you dare to call me that! Siapa juga yang mau jadi kakak ipar lo?!”
“Loh? Kalau adik lo cinta sama gue dan nggak mau pisah dari gue, masa lo mau ngelarang pernikahan kita?”
Austine mencoba bersabar demi pacar dan adiknya yang saat ini terlihat sedang tertawa dan mengobrol dengan begitu riangnya. “Lo belum jawab pertanyaan gue. Kenapa lo bisa ada di sini sama adik gue?”
Setyo mengangkat bahu. “Tadi, gue nggak sengaja liat Aulia keluar rumah dan dandanannya rapi banget. Gue maksa ikut waktu dia nggak mau kasih tau ke mana tujuannya. Gue pikir, dia bakalan ketemuan sama Saizou.”
Kening Austine mengerut. “Saizou?”
Setyo diam sejenak. Lalu, nada suaranya terdengar jauh dan menerawang di kedua telinga Austine. “Kakak gue.”
Austine hanya melirik Setyo. Dia bisa menebak dari raut wajah cowok di sampingnya itu kalau hubungannya dengan sang kakak yang bernama Saizou tersebut sangat jauh dari kata bersahabat. Ingin bertanya pun, Austine gengsi banget. Masalahnya, nggak mungkin kan tiba-tiba dia berakrab ria dengan Setyo hanya demi menuntaskan rasa kekepoannya?
“Kepo, ya?”
Suara Setyo yang terdengar tiba-tiba dan diucapkan dengan nada meledek membuat Austine tersadar dari lamunan dan mengerjap. Cowok itu memberikan tatapan tajam andalannya dan Setyo hanya menanggapinya dengan tawa. Sambil menggeleng, cowok itu berlari menunju Aulia yang sedang tersenyum senang karena menikmati es potong rasa cokelatnya, kemudian membuat cewek itu menjerit kesal akibat es miliknya tersebut digigit olehnya.
Di tempatnya, Austine menatap kejadian di hadapannya tersebut dengan senyuman tipis. Dia senang melihat wajah bahagia Aulia dan Andini. Dalam hati, dia bertanya-tanya, apakah Setyo dan Aulia memang tidak memiliki perasaan cinta di dalam hati mereka masing-masing. Soalnya, kalau diperhatikan lebih teliti, hubungan keduanya memang terkesan sulit untuk ditebak. Setyo selalu ada di setiap Aulia membutuhkan bantuan, meski tanpa cewek itu minta. Padahal, yang Austine ketahui, Setyo dan Aulia itu rival sejak SMA. Aulia bahkan menyebut Setyo sebagai nemesisnya.
“Cemburu karena adiknya dekat sama cowok lain?”
Austine menoleh dan senyuman Andini menyambutnya. Cewek itu sedang menyantap jajanan kesukaannya sejak mereka masih kecil, cilok. Ketika Andini mengarahkan satu buah cilok kepadanya, dengan patuh Austine membuka mulut. “Bukan gitu,” jawabnya.
“Terus?”
Lagi, Austine memperhatikan Aulia dan Setyo. Keduanya sedang menunggu penjual takoyaki memasak pesanan mereka. “Cuma bingung. Sistine bilang, Setyo itu nemesisnya semenjak SMA. Tapi, hubungan keduanya justru sulit untuk diprediksi. Beberapa kali—nyaris setiap kali sebenarnya—Setyo selalu menolong Sistine di saat Sistine berada dalam kesulitan. Menurut lo, bukannya aneh kalau seorang cowok selalu menolong dan melindungi cewek, kalau dia nggak punya rasa buat cewek itu? Setyo bahkan selalu melindungi Sistine dari gue sebelum ini.”
“Hm,” Andini nampak berpikir. “Mungkin sebenarnya, mereka berdua sama-sama saling suka, cuma belum sadar aja. Kalau ternyata mereka emang saling suka, lo mau menentang?”
Austine melirik Andini yang nampak enjoy dengan percakapan mereka saat ini. “Kenapa? Gue keliatan seperti kakak super protektif yang nggak rela dan nggak sudi menyerahkan adiknya ke cowok lain? Kakak yang posesif? Sister complex?”
Andini tertawa keras. “Lo sendiri yang mengakui hal-hal tadi dan bukan gue.”
“Wah, kalian lagi ngomongin apa?” tanya Aulia yang mendadak muncul bersama dengan Setyo.
“Nothing,” jawab Andini. “Kata Austine, ada temannya yang naksir sama lo dan mau memperkenalkan kalian. Lo mau?”
“Bol—“
“Nggak boleh!” Setyo langsung memotong ucapan Aulia, membuat cewek itu menoleh ke arahnya dan menatapnya ganas. “Dia pacar gue. Jadi, Aulia nggak boleh ketemu sama cowok lain.”
“Hei! Siapa yang lo bilang pacar lo?” Aulia menyikut perut Setyo, membuat Setyo membungkuk dan terbatuk. “Jangan percaya dia, Din. Panjang ceritanya. Gue justru lagi cari cowok buat dijadiin suami. Teman Stevano baik kan orangnya? Sistine mau kok dikenalin.”
“No!”
Seruan itu bersamaan dengan tangan Setyo yang mencekal kuat lengan putih Aulia. Bukan hanya Aulia yang bingung, melainkan juga Austine dan Andini. Ketiganya menatap Setyo yang saat ini menunduk untuk menatap rerumputan. Cekalannya memang tidak kuat, tetapi cukup untuk membuat Aulia sedikit meringis.
“Setyo?” panggil Aulia. “Lo kenapa?”
Seakan baru tersadar dengan tindakannya terhadap Aulia saat ini, Setyo terkesiap. Cowok itu mengerjap dan melepaskan cekalannya pada lengan Aulia. Lalu, Setyo mengangkat kedua tangannya ke udara dan tersenyum aneh ke arah Aulia. “Hah? Gue kenapa barusan? Kesurupan, kah?” Setyo memaksakan tawa dan berdeham. Kemudian, cowok itu mengusap tengkuknya. “Eh, Aul... tuh, di sana ada toko kue dan roti. Lo suka roti isi s**u dari dulu, kan? Biar gue beliin.”
Ketika Setyo pergi dari hadapan ketiganya, Aulia langsung mengerutkan kening. Cewek itu menatap punggung Setyo dan berkata, “Kenapa dia tau kalau roti isi s**u makanan kesukaan gue? Dipikir-pikir lagi, cowok itu juga tau kalau gue suka ayam goreng mentega dan capcay goreng. Aneh.”
Mendengar kalimat Aulia, Austine hanya diam dan melirik adiknya tersebut. Lalu, tatapannya jatuh pada punggung Setyo yang sedang berlari menuju toko kue dan roti di seberang taman. Tatapan yang membuat Andini menyembunyikan tawanya sambil menggeleng geli.
“He really loves his little sister. What a siscon.”
###
“Lo kenapa?”
Pertanyaan itu membuat Setyo mengangkat wajah dan menemukan Aulia sudah berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang. Cowok itu lantas menoleh ke segala arah untuk mencari kakak Aulia yang super rese itu dan tidak menemukannya di mana pun. Andini juga tidak terlihat. Mungkin keduanya sedang mencari tempat tersembunyi untuk berpacaran.
“Kenapa, apanya?”
Aulia mendengus dan duduk di samping Setyo. “Nggak usah belagak bego. Lo kayak orang aneh. Habis beliin roti buat gue, lo jadi pendiam. Lo sibuk ngelamun. Stevano bahkan sampai nyerah. Biasanya dia ngajak lo adu bacot, tapi dia seakan ngerti kalau lo lagi tenggelam sama pikiran lo sendiri.”
“Heh,” Setyo tersenyum tipis. “Kakak lo bisa menebak kalau gue lagi memikirkan sesuatu?”
“Dia terkenal tajam dengan sekelilingnya dari kecil.” Aulia menarik napas panjang dan bersandar di bangku taman. “So? Ada apa? Lagi ada masalah?”
“Mm... nggak tau juga, sih.”
“Hah?”
Setyo ikut bersandar dan menatap langit biru. Senyumnya merekah hanya dengan menatap keindahan langit di atas sana. “Ada sesuatu yang mengganjal di hati gue, tapi gue nggak tau apa. Makanya, dari tadi gue coba nyari tau, tapi nggak berhasil.”
“Dan lo jadi uring-uringan?”
“Begitulah.”
Keduanya kini diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Baru saja Aulia ingin mengucapkan sesuatu, mendadak wajah Setyo berada tepat di atas wajahnya. Cewek itu mengerjap, membulatkan mata dan menahan napas. Jantungnya berdebar sangat keras, hingga dia takut kalau Setyo bisa mendengarnya sekarang.
Ada apa dengan nemesisnya itu? Kenapa cowok itu sekarang mengurungnya seperti ini? Tidak memberikan akses baginya untuk keluar dari bangku taman serta menatapnya dengan tatapan super intens yang anehnya membuatnya nyaman. Lalu, jantung Aulia semakin berulah tatkala Setyo mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi dengan wajah Aulia, menyisakan tiga senti saja. Aulia bisa merasakan hela napas Setyo dan bisa melihat manik Setyo yang memancarkan... tanda tanya?
“Set... Setyo,” panggil Aulia terbata. Holy crap! Kenapa suara gue kayak suara tikus kejepit begini?! “Lo kenapa?”
Setyo sendiri hanya diam dan tetap menatap kedua manik Aulia dengan serius. Lalu, tatapan itu turun ke hidung Aulia, kemudian berakhir ke bibir mungil yang selalu mengeluarkan kata-kata pedas kepadanya. “Hm....”
Hm? Si kunyuk ini lagi ngapain, sih?! Mikir?! Mikir kok sambil begini kelakuannya?!
“Setyo!”
“This is weird, Aul,” kata Setyo setelah puas menatap wajah cantik nemesisnya itu. Namun, Setyo tidak bangkit dari hadapan Aulia. Cowok itu masih saja mengurung Aulia di antara tubuhnya dan sandaran bangku taman di belakang Aulia. “This feels really weird.”
“Apaan?! Apaan yang aneh?! Dan bisa nggak, sih, lo jauh-jauh dari gue?!”
“Kemarin, pas lo ada di rumah gue, pas lo ada di dekat gue, jantung gue tuh kayak kesetrum gitu. Dag-dig-dug nggak jelas. Nyesak iya, nyeri juga iya. Gue pikir, gue suka beneran sama elo. Tapi, sekarang gue biasa aja. Well, mungkin kemarin gue beneran sakit. Buktinya sekarang jantung gue normal-normal aja.” Setyo mengangguk-anggukkan kepalanya bagaikan anjing dan kucing yang ada di dashboard mobil. “Nggak mungkin banget gue suka sama elo. Iya, kan?”
“Kalau udah tau nggak mungkin, ngapain lo masih ngurung gue dengan posisi memalukan kayak begini?” tanya Aulia dengan nada jengkel. Dengan satu dorongan keras, cewek itu menjatuhkan Setyo. “Sana, pergi!”
Sialnya bagi Aulia, sebelum benar-benar terjungkal ke belakang, Setyo telah lebih dulu mencengkram kuat pergelangan tangan cewek itu hingga akhirnya, Aulia ikut jatuh bersama Setyo. Cewek itu mendarat di d**a bidang Setyo yang kini mengerang pelan karena punggungnya membentur tanah rerumputan di sana. Lalu, ketika kedua matanya terbuka dan hal yang pertama kali dia lihat adalah kedua mata indah Aulia yang selalu melirik dan menatap sebal ke arahnya, juga bibir mungil yang kini digigit oleh Aulia untuk meredam erangannya karena sempat membentur d**a bidang Setyo, cowok itu langsung mematung. Jantungnya kembali berulah seperti kemarin malam dan tanpa dia sadari, dia sudah menahan napas.
“Cantik,” gumamnya pelan.
“Hah?” Aulia mendesis jengkel dan berniat bangkit dari d**a Setyo, tapi cowok itu menahannya. “Apa-apaan sih, Set?”
Baru saja Setyo memajukan wajahnya, berniat mendekatkan bibirnya dengan bibir pedas Aulia, dia mendengar namanya dipanggil.
“Setyo?”
Setyo dan Aulia menoleh. Cowok itu mengerjap dan tersenyum ramah sambil menunjuk orang yang berdiri di dekatnya dan Aulia. “Kayla?”
“Iya! Gila, nggak nyangka ketemu lo di sini.” Cewek berambut panjang yang dipanggil Kayla itu balas tersenyum dan menatap Setyo dengan tatapan berbinar-binar. Lalu, telunjuknya mengarah pada Setyo dan Aulia secara bergantian. “Kalian... lagi bermesraan? Ini pacar lo, Set?”
Sadar bahwa posisi keduanya masih sama, yaitu Aulia ada di atas tubuh Setyo, Aulia langsung berdiri dan membersihkan pakaiannya. Setyo ikut berdiri dan berdeham. Lalu, cowok itu mengusap tengkuknya dan tertawa renyah. “Ini teman SMA gue, Kay.”
“Musuh,” koreksi Aulia. “Nggak usah sok kepedean anggap gue sebagai teman, deh.”
Setyo tidak memperdulikan ocehan Aulia dan menjabat tangan Kayla. “Eh, tapi kalau di depan si kunyuk Saizou, dia jadi pacar gue. Lo jangan bilang-bilang sama dia, ya?”
“Masih aja lo musuhin kakak lo, Set,” kekeh Kayla. “Oke, rahasia lo aman di gue. Jadi, ini namanya siapa?”
“Aulia,” jawab Setyo. Ketika cowok itu menoleh untuk memperkenalkan Aulia dengan Kayla, cewek itu sudah pergi dari tempatnya. “Loh? Aulia! Lo mau ke mana? Nanti kalau lo hilang, gue bisa digorok sama kakak rese lo!”
Namun, Aulia tidak menjawab. Dia terus saja berjalan sambil menggerutu. Hatinya mendadak kesal entah kenapa. Dan ketika dia berhenti melangkah untuk melirik ke arah Setyo, cowok itu sudah tenggelam dalam obrolan bersama dengan Kayla.
“Oh, itu Kayla. Mantan pacarnya Setyo waktu kuliah. Hubungan mereka cukup lama dan Setyo pernah galau banget pas putus sama Kayla. Gue rasa, Setyo sampai sekarang masih sayang banget sama Kayla, karena itu dia keliatan senang ketemu lagi sama mantannya di sini. Mungkin, mereka ditakdirkan untuk kembali merajut kasih?”
Aulia yang kaget dengan suara yang tiba-tiba terdengar dekat dengan telinganya itu langsung menoleh. Di sampingnya, Saizou berdiri sambil tersenyum dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa Aulia.
“Hai, Aulia. Kebetulan ketemu di sini. Tadi, gue sempat ragu waktu liat lo dari kejauhan. Gue putuskan untuk mendekati dan ternyata beneran elo. Gue juga kaget pas liat Kayla sama Setyo ada di sini.”
“Oh, halo Kak Saizou,” sapa Aulia balik. Cewek itu tersenyum tipis. “Mm, iya. Tadi Kayla tiba-tiba datang dan menyapa Setyo. Gue putusin untuk kasih mereka waktu mengobrol karena keliatannya mereka, eh, akrab.”
“Kalau gitu, lo ngobrol sama gue aja, gimana? Setyo itu emang terkenal cukup sering gonta-ganti cewek. Tapi, sama Kayla yang paling lama dan hubungan mereka cukup dalam.” Saizou menunduk sedikit dan berbisik di telinga Aulia. “Gue dengar, mereka juga cukup sering berkomunikasi dengan sangat intens di kamar hotel.”
Aulia hanya diam. Senyumannya hilang dan matanya menatap datar ke arah Setyo yang kini merangkul pundak Kayla sambil mengacak gemas rambut panjangnya.
“Hm... keliatannya emang mereka sangat akrab.”
Saizou menegakkan tubuh dan memasukkan kedua tangan di saku celana. Cowok itu melirik Aulia dan kini menatap Setyo dengan senyuman miring yang terkesan misterius serta berbahaya.
“Prepare your farewell with Aulia, my little brother.”