Chapter 1 - Gadis Stasiun

1482 Words
Whitown, 21 Juni 2019 R  ==========================================   "SIAPAPUN, TOLONG AKU!" kata seorang anak berumur lima belas tahun. Anak itu terjebak di lantai tiga sebuah gedung yang terbakar. Ketakutan, kebingungan, kepanikan, semuanya bercampur jadi satu. Bayangkan saja, terjebak di lantai tiga sebuah gedung yang sedang terbakar tanpa bisa apa-apa. Tangga darurat maupun tangga biasa, semuanya sudah runtuh. Sudah pasti lift juga tak bisa dinaiki. Anak ini terjebak, sepertinya hanya tinggal menunggu waktu sampai anak ini mati. "Astaga naga, bagaimana bisa aku di sini? Aku tidak tahu tempat apa ini, apakah ini- AAAAHHHHH!" Lantai 3 gedung itu runtuh, hal itu membuat anak itu ikut terjatuh ke bawah. "AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHH!" teriak anak itu sampai ia akhirnya terbangun dari tidurnya. Saking terkejutnya, ia langsung duduk di tempat tidurnya. "Hah... Hah... Hah... Ah... Astaga naga, rupanya hanya mimpi..." kata anak itu. Dia melihat ke arah jendela dan membukanya. Ayam berkokok tanda sudah pagi. Di jalanan, motor yang lewat masih bisa dihitung jari. Udara segar masuk ke kamar itu. Ditambah adanya pemandangan pinggiran Kota Whitown yang sangat indah. Tapi ada yang aneh, pandangan anak itu tiba-tiba tertutupi oleh warna merah di bagian kiri. Ditambah, mata kirinya semakin sakit setiap detiknya. Anak itu langsung tahu apa yang terjadi. "Astaga naga! Mata kiri ku berdarah lagi! s**l! s**l! s**l! Dimana penutup mataku? Aduh, ya ampun... Mataku sakit sekali! Dimana benda itu? Dima- AH! Ini dia!" katanya sambil mencari penutup matanya dan akhirnya menemukannya. Penutup mata itu berwarna hitam. Dia sengaja membeli penutup mata berwarna hitam agar jika mata kirinya berdarah, noda darahnya tidak akan terlalu terlihat. Segera anak itu memakainya, dan... "Ahh... Rasanya jauh lebih baik! Baiklah, jam berapa sekarang?" Anak itu melihat jam dinding. Jarum pendeknya menunjuk ke arah ruang di antara angka 5 dan 6, serta jarum panjang jam sudah menusuk angka 9 yang berarti sekarang sudah pukul 05.45. "Astaga naga! s**l! Aku telat bangun!" katanya panik. Harusnya Anak itu bangun pada pukul 05:00, tapi dia terlambat 45 menit, yang berarti anak ini tak akan sempat sarapan. Anak itu langsung mengambil handuknya dan berlari ke kamar mandi pribadinya. Tapi karena kamar mandi pribadinya rusak dan sedang diperbaiki, dia terpaksa pergi ke kamar mandi tamu untuk mandi. Di lorong menuju kamar mandi tamu, ia tanpa sengaja menabrak seseorang. Karena itu, mereka berdua terjatuh. "Aduh!" katanya. "Ya ampun, Tuan Muda... Maafkan aku," kata orang itu yang ternyata adalah pelayan keluarganya. Orang itu adalah Tuan Matsuda. Dia adalah pelayan keluarga anak itu. Umurnya sudah 58 tahun, tapi dia bisa dibilang adalah pelayan yang paling berbakat. Karena itu semua orang yang tinggal di rumah itu sangat menghormatinya walaupun posisinya hanya sebagai pelayan. "Bukan salahmu, Tuan Matsuda... Tapi kumohon berhenti memanggilku 'Tuan Muda', lain kali panggil aku dengan namaku saja." kata anak itu. Anak itu membantu Tuan Matsuda untuk berdiri, dan setelah itu anak itu berlari ke kamar mandi untuk mandi sekaligus menjalankan "panggilan alamnya". 15 menit kemudian, tepat pada pukul 06.00... Anak itu sudah selesai mandi. Dia akan kembali ke kamarnya. Tapi sebelum itu, dia berpapasan dengan seseorang. "KAU BARU SELESAI MANDI? DEMI TUHAN! KAU TAHU KAN SEKARANG KERETA BERANGKAT JAM BERAPA?" teriak anak itu kesal. "AKU TAHU! s****n! MAAFKAN AKU, OKE!" kata anak itu menjawab pertanyaan anak yang satunya. Sambil berlari ke kamarnya hanya dengan memakai handuk. "AVATAR, KAU TAHU KAN KITA BISA TERLAMBAT SEKOLAH KARENA INI!" "ASTAGA NAGA! BERISIK! KITA MALAH AKAN MAKIN TERLAMBAT JIKA KAU MEMARAHIKU TERUS, ARATA! DIAMLAH!" Akhirnya anak itu sampai di kamarnya. Sesampainya dia di sana, dia langsung buru-buru memakai baju seragamnya. Sambil melihat ke arah cermin, ia memakai seragamnya. "Ya ampun, rambutku bertambah hitam dan mataku bertambah sakit setiap harinya... Seragam ku kusut sekali. Aku harap guruku tidak marah karena hal ini..." katanya. "AVATAR! KAU BENAR-BENAR INGIN KITA TERLAMBAT YA?" suara teriakan itu terdengar dari luar jendelanya. "Sebentar! s****n!" katanya. Setelah itu, Avatar mengambil jaket dan tasnya dan berlari ke arah ruang makan. Untungnya, dia sudah membereskan buku pelajaran yang harus dia bawa kemarin malam. Sehingga dia tak perlu terburu-buru membereskan bukunya dan hanya tinggal mengambil sarapannya. "Astaga naga! Kenapa rumah ini besar sekali? Ruang makan sebenarnya dimana sih? AH! Itu dia!" keluhnya. Dia sengaja mampir sebentar ke ruang makan agar dia bisa mengambil Sandwich nya di meja makan. "Baiklah, tujuan selanjutnya... Mobil!" katanya sambil menggigit Sandwich barusan. Avatar berlari secepat mungkin ke mobil yang sudah berada di luar area rumahnya. Di dekat mobil itu, terlihat seorang anak seusianya yang berambut merah panjang menutupi wajah bagian kanannya dan bermata merah saga menunggunya dengan wajah kesal. "Cepatlah! Sekarang sudah pukul 06.20!" kata anak itu. "Aku tahu, Arata! Sabarlah!" kata Avatar. Yang terjadi berikutnya adalah Avatar dan Arata melompat masuk ke mobil, dan supir mereka segera menginjak pedal gas. "Hah... untung masih sempat," kata Avatar. "SEMPAT MATAMU! Kita harusnya sudah berangkat sejak pukul enam pagi, KITA SUDAH TELAT DUA PULUH MENIT! KAU TAHU KAN KALAU KITA KETINGGALAN KERETA, KITA SUDAH PASTI AKAN TERLAMBAT!" kata Arata. "Ayolah Arata... kereta itu baru akan berangkat pada pukul 06.45, itu masih lama..." "Masih lama MULUTMU! Stasiun itu jauh dari sini! Ditambah lagi kita pasti akan terjebak macet karena kau terlambat! s****n!" "Hei! Aku terlambat bangun karena aku membantumu mencari buku PR mu kemarin malam! Kita bahkan belum tidur saat pukul dua belas malam kemarin!" Arata hanya diam, karena faktanya memang benar. Mereka berdua sebelumnya mencari buku PR Arata yang hilang sampai larut malam. Yang pada akhirnya malah ditemukan terselip diantara buku-buku di tasnya. "Maaf soal itu, tapi jujur saja Avatar... Apa kau tidak mengantuk?" tanyanya. "Tentu saja aku masih agak mengantuk. Hanya saja, karena mimpi aneh ku itu, aku langsung terbangun" "Hehehe... Mimpi terjebak di gedung terbakar lagi, ya?" kata Arata sambil tertawa kecil. "Itu tidak lucu, Arata. Entah kenapa, aku merasa mimpi itu terasa nyata... Seakan-akan, mimpi itu menggambarkan apa yang akan terjadi di masa depan," "Sepertinya kau kebanyakan nonton TV, Avatar! Hal seperti itu hanya ada di film. Gedung yang kau gambarkan juga tidak kutemui di manapun," "Lalu kenapa mimpiku itu terus menerus sama? Selalu saja soal terjebak di gedung yang terbakar," "Itu mungkin karena pertama kali kau bermimpi seperti itu, kau terlalu memikirkannya. Kemudian terus menerus terbawa mimpi..." "Mungkin..." ________________________________________ Tanpa disadari, mereka sudah berada di area parkir stasiun. "Ya, Tuan Arata, Tuan Avatar, kita sudah sampai..." kata supir mereka. "Eh? Cepat sekali." kata Avatar. "Lewat jalan tikus lagi?" tanya Arata. "Kita lewat jalan yang sama dengan sebelumnya. Tapi, tidak terjebak macet." "Syukurlah..." kata Arata. "APA LAGI YANG KALIAN TUNGGU? KERETANYA AKAN BERANGKAT TUJUH MENIT LAGI!" seru sang supir pada kedua orang itu. "Eh! Benar juga! Ayo Avatar!" kata Arata. "Terimakasih atas tumpangannya, Tuan Supir... Arata, Tunggu!" Mereka berdua berlari ke loket stasiun. Walaupun stasiun itu sangat ramai, untungnya loketnya sedang sepi. Dua orang itu langsung berlari ke arah loket. "Selamat pagi, tu-" kata petugas loket sebelum dipotong oleh Avatar. "Kami ingin pesan dua tiket ke pusat kota, atas nama Avatar dan Arata Tsuki. Kami punya kartu hitam, kami mohon padamu... Proses secepat mungkin! Kami hampir terlambat! Cepat!" potong Avatar dengan cepat. "T-Tentu tuan," kata petugas itu. Tepat tiga menit kemudian... "Ini tiketnya tuan-" kata petugas loket itu. "TERIMAKASIH BANYAK, TUAN! CEPATLAH AVATAR!" kata Arata sambil menyambar dua tiket dari petugas loket itu. "Tak kau beritahu pun, aku sudah tahu!" katanya. Mereka berdua berlari ke kereta mereka yang untungnya belum berangkat. Saat itu sudah pukul 06.43. Tapi stasiun itu ramai sekali, sehingga Avatar dan Arata harus berhimpitan dengan orang lain. Akhirnya mereka berdua sampai di depan pintu kereta mereka. Tanpa basa basi, Avatar langsung masuk ke kereta. Sekarang hanya tinggal Arata yang masuk ke kereta. Tapi... "ARATA! Cepatlah masuk! Sudah pukul 06.44! Atau kau akan ketinggalan kereta sendirian! Arata! Astaga naga!" Arata hanya terdiam, pria itu menatap sesuatu atau lebih tepatnya seseorang. Anak itu melihat seorang gadis seusianya yang berambut pirang pendek dan bermata kuning keemasan melihatnya dengan wajah yang sulit digambarkan. Gadis yang berpakaian seragam SMA Negeri 3 Whitown itu seakan berbicara padanya. Dia seakan berkata... "Akhirnya, aku menemukanmu..." "Cantik sekali..." pikir Arata. Arata berjalan mendekati gadis itu, namun... GREB!  Seseorang menarik kerah bajunya dari belakang, hal itu membuatnya tertarik ke dalam kereta dan terjatuh. Tepat beberapa saat setelahnya, pintu kereta tertutup. "ADUH! SAKIT SEKALI!" keluhnya. "APA KAU SINTING? ASTAGA NAGA! KENAPA KAU MALAH BERBALIK? BODOH! KAU HAMPIR SAJA KETINGGALAN KERETA!" seru Avatar pada Arata yang masih kesakitan karena ditarik ke dalam kereta secara paksa. "Apa? Siapa? Oh, rupanya kau yang menarik ku..." kata Arata sambil berdiri. "Tentu saja aku! Kau pikir siapa lagi? Kalau aku tadi tidak menarikmu, kau bisa ketinggalan kereta! Astaga naga..." kata Avatar dengan kesal "Maafkan aku... Tapi tadi ada gadis yang mena- EH? Kemana dia?" kata Arata sambil berbalik badan. Tapi saat ia menunjuk tempat gadis pirang tadi, gadis itu sudah menghilang. "Astaga naga, Arata Tsuki! Kau hampir saja ketinggalan kereta karena hal yang tidak penting seperti itu!" seru Avatar dengan nada kesal. "Aku serius! Aku merasa ada gadis yang melihatku dengan wajah yang seakan mengatakan kalau dia sudah lama mencariku dan akhirnya menemukanku." "Apa kau baru sadar? Semua gadis selalu menatapmu!" "Bukan tatapan yang seperti itu! Kalau soal para gadis melirikku pun, aku sudah sadar sejak lama! Tapi, tatapan gadis itu berbeda dari tatapan gadis lainnya..." "Lupakan saja soal itu, Arata..." kata Avatar. "Kau benar, sekarang mari kita nikmati perjalanan ini dengan tidur sejenak. Lagipula sekarang kita tidak ketinggalan kereta, jadi kita bisa santai." kata Arata sambil menundukkan kepalanya dan menutup matanya. "Ya, terserah apa katamu..." kata Avatar sambil melihat keluar jendela. Kereta mereka pun berangkat. Tapi, tanpa mereka ketahui, keberangkatan kereta itu adalah awal dari perubahan nasib mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD