Hod 25, Emran Bisa Melihat Hantu

1078 Words
Pulang dari rumah Bu Maryanti, Qisya langsung terduduk lemah. Kejadian yang barusan terjadi tadi, sungguh membuatnya sedikit shock. Kaget dan hampir tak percaya jika saja dia tak melihatnya dengan matanya sendiri. Emran, suaminya, benar-benar melihat Nek Rima. Qisya tak habis pikir. Bagaimana hal seperti itu bisa terjadi? Lebih lima tahun Qisya mengenal Emran. Dari sebelum mereka menikah, tak pernah dilihatnya ada gelagat aneh pada lelaki yang sangat dicintainya itu. "Itulah mengapa aku berkelakuan aneh belakangan ini, Sayang," akhirnya terdengar suara Emran yang duduk di sampingnya. "Mas benar-benar bisa melihat ... 'mereka' yang ... yang tak bisa dilihat oleh mata orang biasa seperti aku, Mas?" Rasanya Qisya tak bisa mempercayainya. Namun bagaimana mungkin dia tak percaya setelah suaminya sendiri yang melihatnya? "Sepertinya begitu, Sayang," jawab Emran seraya menghela napas. "Waktu kemarin kamu memintaku melakukan test narkoba, aku lebih berharap positif saja hasilnya, meski jelas-jelas akau tidak mengkonsumsinya." "Kenapa Mas tidak mengatakannya kepadaku ...." "Aku sudah berusaha mengatakannya kepadamu, Sayang. Tetapi aku takut seperti ini keadaannya. Kamu shock. Aku bimbang harus berterus terang juga karena aku takut kau akan merasa terganggu atau malah lebih takut dari yang kurasakan belakangan ini." "Kapan Mas mulai merasakannya?" Emran tampak berpikir sejenak. Lalu dia ingat dengan tamu-tamu aneh, yang tidak dikenalnya. Yang ikut datang membesuknya bersama teman-teman sekerjanya di cafe. Saat itu Emran berpikir, salah satu kru cafe yang datang mungkin merasa terpaksa. Atau saat itu sedang sakit, mengingat wajah-wajah mereka terlihat pucat. "Aku tidak tahu kapan tepatnya. Tetapi, sepertinya aku mulai melihat ada yang agak aneh, usai operasi mata, Sayang. Kamu masih ingat dengan rombongan Very yang datang membesuk ku?" Qisya mengangguk. "Mas melihat mereka?" "Bukan mereka, Sayang. Tapi dari sekian orang yang datang saat itu, aku melihat ada yang duduk menyendiri di dekat pintu kamar. Melihat ke arahku dengan pandangan kosong." "Ya Allah ...," Qisya menelan ludah, membasahi tenggorokannya yang mendadak mengering. "Apakah ... Apakah mereka menakutkan, Mas? Atau biasa-biasa saja seperti kita?" "Yang kulihat saat itu seperti orang yang sedang murung atau sedang sakit, Sayang. Pucat dan tatapan mata mereka kosong." "Oh, jadi bukan seperti yang di film-film itu ya, mas? Yang mengerikan dan ...." Emran menggeleng. "Tidak. Makanya aku tidak berpikir kalau orang itu adalah ...," Agak sulit Emran mengatakannya. "Dan lucunya, Mas sempat meminta kamu untuk menawari makanan dan minuman ke orang itu, Sayang." Qisya mengerutkan keningnya. "Aku ingat mas. Iya, saat itu aku mencari orang yang Mas maksud, tetapi tidak ada. Aku tak melihatnya." "Aku juga tak melihatnya lagi, Sayang. Pastilah orang itu pergi begitu tahu kamu mau menghampirinya." "Aku sampai mencari ke luar kamar. Kalau saja aku bisa melihatnya dan ternyata dia menunggu di balik pintu, aku pasti akan pingsan detik itu juga mas." Emran tersenyum sedikit. Dilihatnya wajah istrinya memucat karena takut. Benar saja, bukan? Mendengar ceritanya saja sudah menakutkan. Apa lagi jika benar-benar bisa melihat mereka dengan mata kepala sendiri? "Dan kamu ingat gak, Sayang, saat bang Irfan datang?" Qisya mengangguk. "Apa Mas melihat ada orang lain yang mengikutinya?" "Anak perempuan, Sayang. Usianya agak lebih tua sedikit dari Zidan. Mungkin sekitar 5 sampai 6 tahun." "Benarkah?" Pantas saja Mas agak lama di luar." Emran mengangguk. "Iya, Sayang. Perhatianku tersita sesaat dengan kehadiran anak itu. Anak perempuan yang cantik. Anak itu ikut keluar dari mobil setelah bang Irfan. Karena penampilannya tidak seperti hantu-hantu di tv, Mas jadi mengira kalau bang Irfan memang membawa anak itu ke rumah kita. Tapi herannya bang Irfan tampak gak peduli dan melangkah masuk begitu saja. Aku jadi heran mengapa bang Irfan seperti tak mengajak anak itu?" "Dan penampilan anak itu tidak mengerikan?" Emran mengangguk. "Iya, Sayang. Biasa saja. Hanya aku bisa melihat anak itu berwajah pusat dan tetap dengan pandangan kosong. Anak itu menghilang ketika kamu memanggilku untuk masuk, Sayang. Begitu cepatnya hilang dari pandanganku, sampai kupikir anak itu kembali masuk ke dalam mobil. Tentu saja aku merasa iba dan berupaya mengajak anak itu masuk ke rumah. Tapi saat kulihat ke dalam mobil bang Irfan, tidak ada siapa pun di sana." Qisya menggelengkan kepala. "Tak dapat kubayangkan gimana Mas merasa sangat takut saat Mas bilang Nek Rima menjumpai Mas dalam kondisi mengerikan." "Nah, iya. Itu sangat mengerikan. Mas gak paham kenapa Nek Rima yang biasanya memperlihatkan diri pakai pakaian putih yang bagus, terakhir berubah menjadi sangat mengerikan." "Itu sangat mengganggu pastinya. Tetapi ... Apa Mas tahu kenapa tiba-tiba Mas bisa melihat arwah? Apakah karena Mas sempat mengalami koma" "Atau bisa juga setelah operasi mata, Sayang," tambah Emran. "Benar juga." Qisya mengangguk-angguk. Lalu ditatapnya wajah suaminya. "Jadi sekarang bagaimana, mas? Apakah Mas menyukai kemampuan Mas bisa melihat orang yang sudah mati itu?" "Tentu saja aku tidak suka, Sayang. Ini sangat menakutkan. Mengganggu konsentrasi ku juga. Bayangkan saja, aku dapat melihat beberapa tamu tak diundang itu datang dan membaur di cafe. Aku juga merasakan ada yang menempati toilet cafe, Sayang. Aku merasa sangat terusik." Qisya mengulurkan tangannya dan membelai rambut suaminya dengan iba. "Jadi bagaimana selanjutnya, mas?" "Aku tidak tahu. Tetapi mungkin sebaiknya aku menemui dokter untuk menanyakan hal ini." Qisya langsung mengangguk. "Besok kan Mas ada jadwal periksa ke dokter. Kita bisa sekalian menanyakannya, mas." "Iya, benar. Aku harus mendapat jawaban mengapa aku tiba-tiba bisa melihat yang tak kasat mata. Dokter pasti punya jawabannya." "Iya mas, semoga saja." "Selain itu, aku juga ingin mencari orang yang sudah mencelakai mas, Sayang. Kamu mengizinkan Mas kan?" Qisya sedikit shock. "Bukannya itu urusan polisi, mas?" "Memang iya. Tapi lihatlah, sampai sekarang, mereka belum juga menemukan orang itu. Bahkan di mana truk yang dikendarai orang itu disembunyikan, polisi juga tak memiliki jawaban. Padahal sebentar lagi kasusnya akan ditutup. Bagaimana kalau pelakunya tidak bisa ditemukan sampai waktu kasusnya benar-benar ditutup?" Qisya menghela napas. "Tapi aku kuatir, mas. Polisi saja gak bisa menemukan orang itu. Padahal jelas-jelas polisi punya sumber daya yang lebih dari cukup. Sedangkan mas?" "Aku tahu Sayang. Aku punya apa selain semangat untuk mencari pelaku yang sudah mencelakai ku?" Timpal Emran cepat. "Tapi justru itu, Sayang. Semangat yang Mas punya pasti bisa memberi kekuatan buat Mas mencari jalan menemukan orang itu." "Mas sebenarnya marah, kan? Dan ingin balas dendam?" Emran diam sejenak. Apa yang dibilang Qisya, memang benar. Jujur saja, Emran memang marah, kesal dan sangat bertekad menemukan pelakunya, untuk membalas dendam. Jika polisi tak dapat menemukannya, siapa tahu dia bisa? Siapa tahu cara kerja polisi sebenarnya terbatas oleh prosedur-prosedur yang harus dipatuhi? Sedangkan dia tidak. Emran bisa melakukan pencarian dengan cara-caranya sendiri. Emran sudah bertekad. Tak ada yang bisa menghalanginya untuk mencari dalang di balik kecelakaan yang telah membuatnya mengalami koma dan kebutaan! ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD