Hod 19, Mencari Motor Baru

1350 Words
"Saya tahu Anda pasti ingin mencari pelaku yang telah menabrak dan mencelakai Anda, Pak Emran. Itu sudah pasti karena sudah menjadi naluri manusia untuk membalas setiap perbuatan yang dialaminya. Kalau dalam kasus anda, saya yakin anda ingin membalas dendam, bukan?" Iptu Haris mencoba menganalisa ketika bertemu dengan Emran di tempat kejadian perkara kecelakaan Emran. Dan suka atau tidak, apa yang dibilang perwira polisi itu memang benar. Emran rasanya sudah tak sabar ingin menemukan dalang di balik kecelakaannya. Tetapi tentu saja Emran tidak akan mengakuinya. Memang dia jujur mengatakan ingin pelakunya segera ditangkap. Tapi untuk membalas dendam, itu cukup disimpan Emran di dalam hatinya saja. "Sebenarnya, kalau pun saya ingin membalas dendam, mungkin tidak bisa juga, Pak. Kalau pelakunya ditangkap, toh polisi akan segera memperosesnya. Memenjarakannya berdasarkan perbuatannya. Tidak ada kesempatan saya untuk membalas dendam, kan?" Iptu Haris tertawa. "Iya, itu benar sekali. Tidak ada gunanya juga membalas dendam. Karena kita kan sudah punya cukup bukti untuk memenjarakan pelakunya. Bersabar saja dulu. Sebentar lagi kita pasti akan menangkapnya." Emran mengangguk. Dia memang menaruh kepercayaan kepada pihak kepolisian. Siapa sih yang tak bisa mereka temukan? Meski terkadang butuh waktu, tetapi pada akhirnya, semua pelaku kejahatan, pasti akan tertangkap juga. Namun mungkin Emran tidak akan cukup sabar menanti. Menunggu adalah hal paling mengesalkan di atas dunia ini. Emran tidak ingin menunggu. Selagi polisi berupaya menemukan pelaku yang telah mencelakainya, Emran bertekad untuk mencarinya juga. Terserah siapa yang terlebih dahulu mendapatkannya! /// Emran memacu mobilnya ke sebuah showroom motor. Dia sudah ada janji dengan pemilik gerai kendaraan roda dua itu. Dengan begitu, kedatangannya diprioritaskan. "Pak Emran, silakan masuk. Bapak sudah menunggu di ruangannya," seorang pramuniaga menyambut kedatangan Emran dan langsung menunjukkan ruangan bosnya. Setelah mengetuk pintu, si pramuniaga membuka pintu dan mempersilakan Emran masuk. "Alhamdulillah! Akhirnya kita bisa bertemu lagi, Mas Emran!" Owner showroom yang berusia lebih muda dari Emran, berdiri dari kursinya dan langsung memeluk tamunya, yang tak lain adalah kakak kelasnya semasa di SMU dahulu. "Tentu saja kita pasti akan bertemu lagi, Dan. Selagi aku masih suka naik motor, maka tokomu inilah satu-satunya tempat yang kutuju!" Bondan Hermanto, adik kelas Emran yang sukses menjadi pengusaha angkutan pribadi. Dia memiliki beberapa cabang showroom motor di beberapa kota di Indonesia. Emran membeli motor kesayangannya yang kini sudah menjadi rongsokan di laboratorium kepolisian, di tokonya. "Aku kira Mas trauma dan gak bakalan datang ke sini lagi," terdengar Bondan mengeluh sambil mempersilakan Emran duduk di sofa empuk, di ruang kerjanya yang adem. "Aku mang sedikit trauma dengan kecelakaan itu, Dan," ucap Emran menghela napas. "Tetapi harus dilawan kan?" "Setuju, bang. Ketakutan itu harus dilawan jika ingin sukses." Emran mengangguk. "Lagi pula, aku memang lebih suka motor dari pada mobil." "Memang mainan Mas sejak dulu kan motor. Sempat anti sama mobil juga kan?" Emran tergelak. "Dan aku terpaksa mengakui bahwa mobil juga sangat diperlukan dalam hidup ini setelah punya anak. Tak mungkin juga kemana-mana bersempit-sempit naik motor." Bondan tertawa. "Apa lagi kalau Zidan punya adik, ya, Mas?" "Tepat sekali." "Aku jadi kangen Zidan. Apa kabar bocah kesayanganku itu, Mas?" "Dia baik-baik saja, alhamdulillah." "Pasti dia sangat rindu sama papanya." "Benar sekali, Dan. Saat aku pulang kemarin, Zidan menempel padaku seperti prangko dan hanya bisa lepas ketika dia tidur." Bondan terkekeh. "Kapan-kapan aku akan datang ke rumah, Mas. Kangen main gelut-gelutan sama Zidan, Mas." "Yah, datang saja kapan pun kau mau." Bondan mengangguk. Lalu dia mulai serius memandang Emran. "Mas udah benar-benar sembuh?" "Insyaallah sudah, Dan. Paling kurasa akibat koma kemarin, aku agak sering sakit kepala dan ... Mengalami halusinasi." "Mengalami apa mas?" "Halusinasi. Seperti melihat yang enggak-enggak." "Yang benar, Mas?" "Aku juga gak tahu. Mungkin aku sedang diprank sama otakku saja." Mendengar lelucon Emran, Bondan tertawa ngakak. "Aku baru dengar kalau otak kita bisa ngeprank pemiliknya, Mas." Mau tak mau Emran ikut tertawa. Sementara Bondan mengeluarkan dua botol air mineral dari lemari es dan menyodorkan sebotol pada Emran. "Contohnya gimana, Mas? Mana tahu kan aku pernah mengalaminya, tapi aku gak tahu kalau saat itu ternyata aku sedang diprank sama otakku." Bondan kelihatan sangat penasaran. "Kau pasti belum pernah mengalaminya. Otakmu kan bagus-bagus saja. Belum pernah tertidur sampai sebulan penuh." Bondan menyeringai. "Katakan contoh prank otak yang Mas rasakan. Aku benar-benar ingin tahu." "Aku bisa melihat hantu!" "What?" Bondan kaget setengah mati sampai-sampai mulutnya menyemburkan minumannya. Untungnya tidak ke muka Emran. "Kenapa kau sampai terkejut begitu, Dan?" Bondan tertawa sambil mengelap mulutnya yang basah. "Gak nyangka saja aku, Mas. Jadi serius Mas bisa lihat hantu?" Emran menggeleng. "Tidak. Itu hanya halusinasi saja." "Syukurlah. Kukira benar, Mas," Bondan menghela napas. "Kalau memang benar, kenapa, Dan?" "Hidup Mas akan terganggu pastinya." "Bagaimana kau bisa tahu?" Bondan diam sejenak. Dia tampak seperti berpikir. Lalu dia angkat bahu. "Aku punya kenalan yang mengaku bisa melihat yang tak kasat mata begitu, mas." "Ohya? Di mana dia tinggal?" "Sekarang? Di rumah sakit jiwa Grogol." Emran terdiam mendengar jawaban Bondan. Sementara, Bondan menghela napas kembali. "Awalnya dia tidak punya kemampuan itu. Tapi entah apa yang terjadi, tiba-tiba dia pernah cerita padaku kalau dia bisa melihat arwah, hantu, dan sejenisnya. Sejak itu, dia mulai merasa terganggu. Hidupnya tak tenang lagi. Sebentar-sebentar dia terkejut karena ada sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Atau di belakangnya. Dia mulai parno karena merasa yang yang sedang mengawasinya, mengikutinya. Hidupnya tak tenang lagi. Jadi sering terlihat mengobrol dengan sesuatu yang tak nyata. Lama-lama orang menganggapnya gila. Lalu dia dijebloskan ke rumah sakit jiwa, Mas." Emran menelan ludah. "Hanya karena dia bisa melihat hantu, dia dijebloskan ke rumah sakit jiwa?" Bondan angkat bahu. "Yah, cerita lengkapnya aku tidak tahu, Mas. Yang pasti, dia masuk ke sana setelah mengatakan kalau ada yang bergantung di punggung putri temannya." "Dan apakah itu benar?" Bondan kembali angkat bahu. "Entahlah. Aku tidak tahu, mas." Emran berpikir, masalah ini ternyata tak bisa dianggap enteng. Apa yang terjadi pada kenalan Bondan, bisa saja terjadi kepada dirinya. Bisa saja suatu hari dia akan terlihat bicara sendiri. Lalu terkejut saat tiba-tiba ada yang muncul di hadapannya. Atau ketakutan saat merasakan ada yang mengikutinya di belakang. Sesuatu yang mengerikan. Lama-lama Emran bisa terlihat aneh. Lalu seperti kenalan Bondan, dia akan berakhir di rumah sakit jiwa. "Mas?" Emran tersentak dengan panggilan Bondan. "Ayo kita lupakan saja masalah halusinasi ini. Aku ada motor keluaran terbaru. Sangat pas untuk mas." Emran mengangguk. Dia setuju melupakan pembicaraan soal intuisi dan segalanya yang bikin pusing tersebut. "Benar kau punya motor yang bagus untukku?" Bondan mengangguk. "Saat tahu motor Mas rusak berat pasca kecelakaan itu, aku tahu Mas pasti akan datang ke sini. Jadi aku menyiapkannya khusus untuk mas. CC dan speknya hampir sama dengan motor lama mas." "Wah, itu aku suka. Kau sangat tahu aku pasti akan mencari yang sama dengan yang lama, Dan." Bondan terkekeh. "Aku punya beberapa langganan yang seperti mas. Kalau sudah suka, pasti sangat setia pada satu type. Kalau pun ingin tukar, pasti maunya hampir sama dengan yang lama." "Memang begitulah tipe-tipe setia itu, Dan." "Benar mas. Tapi tak sedikit juga pelangganku yang bolak-balik tukar motor karena alasan ini dan itu. Setahun bisa sampai lima - enak kalo tukar merk." Emran tertawa mendengar penuturan Bondan barusan. Lalu keduanya bergerak menuju ruang pameran yang terletak di lantai dua. Di sana Bondan memperlihatkan motor gede yang hampir sama persis dengan motor Emran sebelumnya. Bondan benar-benar sangat tahu kalau dia pasti akan mencari model yang tak jauh-jauh dari yang 'mantan' motornya yang masih menjadi barang bukti di kepolisian. Emran tampak langsung jatuh cinta pada motor keluaran terbaru yang diperlihatkan Oleh Bondan. Pengusaha muda itu langsung mengambil iPad yang ada di dekat motor besar itu, lalu membacakan spek motor di hadapan mereka yang luar biasa. Kapasitas 847 cc, Tenaga Maksimal 113.4 hp, Opsi start Listrik, Sistem pembakaran TCI, Panel Instrumen Digital, Indikator Bbm Digital, Jenis Transmisi Manual Emran bersiul mendengarnya. Lalu Bondan meneruskan bacaannya. Motor itu memiliki Fitur pendukung sasis, suspensi & rem meliputi Inverted Telescopic Fork Front Suspension, Swing Arm Rear Suspension, Diamond Body Frame Type, Side Wings, Dual Stepped Seat Type, Dual Disc Front Brake and Disc Rear Brake. Juga Fitur di konsol meliputi Digital Odometer, Digital Fuel Gauge, Digital Speedometer, Navigator, Tripmeter, Tachometer and Display Screen. "Berapa?" Tanya Emran akhirnya. "290 juta, Mas." ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD