Hod 81, Keterangan Melia

1262 Words
Hanya dalam tempo 1 jam, tempat itu sudah ramai dipenuhi polisi dengan departemen masing-masing. Mereka bukan hanya menyelidiki mayat yang ditemukan Irfan dan Emran di ruang tengah pondok, namun juga mereka menemukan rangka manusia yang ditanam di belakang pondok. Rangka tersebutlah diperkirakan jasad Aufa, melihat ukurannya yang kecil dan pendek. Into Bagas tampak memberi arahan kepada anak buahnya. Sebagian ditugaskan untuk menjaga tempat kejadian perkara dari serbuan wartawan dan warga yang hendak mengetahui apa yang terjadi. Ditambah lokasi tak jauh dari kebun binatang, banyak sekali warga yang berdatangan karena penasaran. Pita kuning tanda tidak boleh melintas sudah dipasang ke sekeliling lokasi dan dijaga polisi di beberapa titik agar tak diterobos oleh pihak yang tak berkepentingan. Irfan dan Emran sudah memberi keterangan dan semua informasi yang dibutuhkan Iptu Bagas dalam mengungkap apa yang telah terjadi. Meski berusaha tegar dan tenang, Emran dapat melihat kedukaan yang meliputi perasaan kakak iparnya. Seperti dirinya juga. Memang, mereka senang jika bisa menemukan jasad Aufa. Namun hal itu tak mampu mengurangi rasa sedih mereka karena tak pernah bisa melihat Aufa semasa gadis kecil itu hidup. Ditambah hidup Aufa pasti sangat menderita di ruang bawah tanah tempatnya bersama ibu dan saudari kembarnya disekap. Lalu tewas dengan tragis akibat kebakaran, itu sungguh membuat perasaan mereka sangat terenyuh. Rasanya sakit sekali. Itulah mengapa Emran membiarkan Irfan berdiam diri saja di tempatnya. Saat ini, mereka sudah berada di rumah sakit. Irfan melakukan uji forensik. Tes DNA guna dibandingkan dengan rangka anak kecil yang ditemukan di belakang pondok. Meski para ahli sudah dapat menyimpulkan kalau rangka tersebut berjenis kelamin perempuan, tetapi tetap saja dibutuhkan tes yang dapat mengungkap siapa sebenarnya rangka tersebut. Apakah benar itu adalah jasad Aufa Al Huzair. Tak lama, Melia datang juga ke rumah sakit atas permintaan Iptu Bagas. Karena saat Irfan menelepon Melia untuk menceritakan apa yang mereka temukan, Melia menduga kalau lelaki yang tewas di tengah pondok, adalah orang yang selama ini menjaga rumah tempat mereka di sekap. “Kenapa anda tidak langsung mengatakan kepada saya kalau anda sudah menemukan istri dan anak anda yang selama ini disekap?” tanya Iptu Bagas kelihatan sedikit kesal dengan Irfan. “Karena istri dan anakku terlihat sangat lelah dan lemah, Pak. Aku ingin membiarkan mereka beristirahat terlebih dahulu, baru menjumpai kalian,” jawab Irfan tak kalah kesal. “Mas ….” Melia memegang punggung tangan Irfan, demi menenangkan lelaki yang sebenarnya belum resmi menikahinya tersebut. mereka hanya sempat bertunangan ketika tiba-tiba dia diculik dan disekap bertahun-tahun. “Aku siap kok untuk membantu polisi. Sudah lama sekali aku ingin polisi menangkap orang-orang yang menculik ku. Mas gak usah mengkhawatirkan ku.” “Mengingat apa yang telah kau alami selama ini, mana mungkin aku tidak mengkhawatirkan mu,” gerutu Irfan berkeras. “Mas bisa menemaniku selama penyelidikan. Iya kan, Pak?” tanya Melia menoleh ke Iptu bagas. Pria bertubuh tinggi kekar itu langsung mengangguk. “Tentu saja, Bu. Lagi pula, Pak Irfan juga masih kita perlukan di untuk memberi beberapa keterangan lainnya.” Irfan mengalah. Meski dia sangat mengkhawatirkan kondisi Melia, namun di sisi lalin, dia juga ingin semuanya cepat terungkap. Cepat berlalu. Karena dia sudah tak sabar untuk membawa Melia dan putrinya Aulia pulang. Bertemu dengan kedua orang tua Melia yang sudah cukup lama merindukannya. Dan menebus hari-hari suram yang penuh dengan mimpi buruk wanita yang dicintainya tersebut dengan cinta dan kebahagiaan. Namun memang, Irfan harus sabar untuk melakukan semua itu. masih banyak hal yang lebih penting yang harus diselesaikan sebelum dia memiliki Melia seutuhnya kembali. “Baiklah,” ucapnya dengan perasaan berat. “Ayo kita tuntaskan kasus ini secepatnya.” Iptu Bagas membawa rombongan tersebut ke kantornya. Dan yang pertama dilakukan adalah mengenali siapa penculik Melia. Ketika inspektur polisi itu memperlihatkan foto Marlo dan Badri kepada Melia, wanita itu langsung menggeleng. Dia belum pernah melihat orang-orang tersebut. Namun saat foto mayat lelaki yang tewas di pondok tua yang ditemukan oleh Irfan dan Emran, Melia segera mengenalinya. “Innalillahi …,” Melia mengucap sambil berpaling dan menutup mulutnya karena ngeri. “A … apakah o … orang ini … sudah mati?” “Benar, Bu. Apakah anda mengenalinya?” tanya Iptu Bagas penuh harapan. Melia mengangguk. “I … iya. Aku mengenalnya. Dia … dia sebenarnya orang baik. Istrinya juga. Tapi ….” Iptu Bagas meminta Melia menjelaskan siapa lelaki yang tewasnya diperkirakan bunuh diri tersebut. Melia mengangguk. “Kami memanggilnya Pak Rian. Istrinya Bu Ita. Mereka berdua adalah orang yang menjaga rumah di mana aku dan anak-anakku disekap.” Melia menjelaskan, bahwa selama bertahun-tahun disekap di ruang bawah tanah, yang dilihatnya datang mengantar segala keperluannya adalah pasangan suami istri tersebut. Seminggu sekali, mereka akan turun untuk mengisi kulkas dan keperluan lainnya seperti pakaian. Saat itulah Melia melihat keduanya. Dan karena status mereka adalah tawanan, pasangan tersebut tampaknya tidak ingin menjalin komunikasi lebih mendalam. Sesekali mereka hanya menanyakan apakah memerlukan sesuatu seperti obat-obatan atau hal lainnya. Melia selalu menjawab kalau dia hanya ingin dibebaskan, mengingat sudah bertahun-tahun disekap di ruang bawah tanah tersebut. Namun tentu saja pasangan itu tidak mengabulkan keinginannya. Melia memperlihatkan pergelangan kakinya. Semua melihat ada belang warna di sekelilingnya yang menandakan kalau selama disekap, kakinya dirantai. Itu yang membuatnya tidak bisa melarikan diri. Memang, suatu hari Melia bisa melepaskan kakinya dari jeratan rantai tersebut. Tetapi tetap saja dia tidak dapat lari dari tempat itu karena pasangan yang menjaga mereka mengancam keselamatan anak-anaknya. Melia tidak dapat melakukan apa-apa selain memelihara kedua anak kembarnya dan menjaga kesehatan mereka, dengan harapan suatu hari mereka pasti akan bebas. Keadaan ruang bawah tanah itu sendiri adalah satu ruangan yang berisi satu tempat tidur yang biasa mereka tempati, dapur dan kamar mandi. Lampu dan air tidak pernah bermasalah. Namun mereka tidak diberikan televisi dan barang elektronik lainnya. Lalu entah bagaimana, suatu hari rumah tersebut terbakar. Melia tidak tahu apa penyebabnya. Pasangan itu langsung turun untuk mengeluarkan kami. Sayangnya, putriku Aufa terjatuh. Bu Tia berusaha menyelamatkan Aufa. Tapi sayang, ada kayu atap besar yang terjatuh dan menimpa kedua. Saat itu, Pak Rian sedang mengeluarkan Melia dan Aulia. Namun Melia kembali untuk menyelamatkan Aufa. Mengetahui hal itu, Pak Rian langsung menariknya menjauh dari api. Pak Rian bisa mengeluarkan Aufa. Namun tak dapat menyelamatkan istrinya. Dan Aufa juga langsung meninggal karena luka bakar dan benturan di kepala. Lalu Pak Rian membawa mereka ke rumah yang ditempati mereka saat Irfan dan Emran datang. Seperti saat di ruang bawah tanah, di rumah yang baru juga semua keperluan mereka, Pak Rian yang memenuhinya. Sayangnya, dimana jasad Aufa dikubur, Melia tak pernah diberitahu. Pak Rian mengatakan bahwa dia akan mencari cara untuk mengembalikan hidup Melia dan anaknya. Namun dengan syarat, Melia tidak boleh menghubungi siapa pun. Pak Rian mengatakan, hidup Melia dan anaknya terancam karena para penculiknya bisa saja menemukan mereka kembali. Melia yang ketakutan akan disekap kembali, menyetujui semua persyaratan Pak Rian. Meski terasa sangat lama, namun akhirnya dirinya bisa ditemukan juga oleh Irfan dan Emran. Dan semua itu pasti atas petunjuk Pak Rian. “Pak Rian dan Bu Tia terpaksa menjaga rumah tempat kami disekap, karena mereka diancam. Lagi pula, anak mereka sakit keras dan perlu uang untuk operasi. Mereka mendapatkan uang dari para penculiknya. Sebagai balasannya, dia dan istrinya setuju menempati rumah tersebut. Itulah mengapa Melia menganggap Pak Rian dan Bu Tia sebenarnya adalah orang-orang yang baik. Kondisi mereka yang membuat mereka melakukan kejahatan. “Aku menduga kalau jasad wanita yang ditemukan di lokasi kebakaran adalah Bu Tia. Kebetulan tubuh kami hampir sama baik tinggi dan berat badan,” ucap Melia. “Tetapi aku benar-benar tak menduga kalau Pak Rian akan bunuh diri. Mungkin … mungkin dia merasa sangat sedih dengan kematian istrinya … juga merasa bersalah. Entahlah.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD