Hod 10, Penyelidikan Masih Berlangsung

1124 Words
Jawaban Iptu Harus benar-benar membuat Qisya tak habis pikir. "Yang benar saja!" Desisnya mulai berang. Buru-buru Emran menyabarkan istrinya dengan memegang bahunya pelan. "Selanjutnya, Kami juga melakukan pengidentifikasian Jenis Kecelakaan yang anda alami, arah kedatangan dan arah larinya kendaraan yang mencoba mencelakai anda. Pemotretan TKP dan bukti-bukti yang tertinggal di TKP, serta memeriksa tempat-tempat yang diperkirakan digunakan untuk mengubah identitas kendaraan atau menyembunyikan kendaraan yang dipakai pelaku. "Kami telah melakukan penilaian atas hasil olah TKP untuk menentukan ada atau tidaknya tindakan kriminal dalam kasus kecelakaan yang anda alami, Pak. Tetapi tim kami dari laboratorium forensik laka lantas telah mendapatkan bukti yang menjelaskan kalau kecelakaan itu bukan kecelakaan tunggal. Kami menemukan goresan di beberapa bagian motor, yang mengartikan telah terjadi gesekan antara motor anda dan kendaraan lain. Ada bercak cat di antara goresan-goresan tersebut. Kami akan mencari kendaraan itu namun berhubung cctv di sekitar tempat kejadian dalam kondisi rusak, kami harus memastikan jenisnya terlebih dahulu." Kening Emran mengernyit. "Bukankah seharusnya kalian sudah tahu?" "Kami hanya tahu bercak cat yang menempel di motor anda berasal dari kendaraan beroda empat." "Kalau begitu saya akan memastikan sekarang juga, bahwa kendaraan lain itu, yang telah mencelakai ku adalah sebuah truk!" "Baik. Apakah sejenis pick up?" "Tidak. Lebih besar dari pick up." Iptu Haris mengangguk. Membuka ponselnya, mencari-cari di internet dan memperlihatkan sebuah gambar. "Yang mana kira-kira dari beberapa katagori ini?" Emran melihat dengan seksama. "Kategori 2, Pak." "Berarti sejenis Light truk. Baiklah, saya simpan keterangan ini. Dan kami akan bekerja keras untuk mencari pelakunya, Pak." "Terima kasih, Pak. Dan tolong segera tangkap pelakunya. Karena kecelakaan itu bukan karena kealpaan saya, Pak. Saat itu saya tidak dalam keadaan lelah atau pun mengantuk. Jalanan tidak licin karena tidak ada hujan. Motor saya juga dalam kondisi bagus. Tapi ada sebuah truk yang mengikuti saya, entah sejak kapan. Ketika saya merasa truk itu terlalu dekat dengan motor saya, saya sadar truk itu sengaja memepet saya sampai ke sisi jalan. Saya sudah berusaha menghindar. Namun tentu saja truk itu mudah saja mengejar dan menabrak dari belakang hingga saya terperosok masuk ke jurang. Itulah yang sebenarnya terjadi, Pak." "Anda benar-benar mengingatnya, ya?" "Tak mungkin saya melupakannya, Pak. Dalam kondisi terdesak saat itu, saya juga berusaha melihat ke dalam truk. Memastikan siapa yang mengendarainya. Tapi kejadiannya begitu cepat. Aku tak dapat melihatnya karena harus berusaha menyelamatkan diri." "Tentu saja. Saya dapat bayangkan kesulitan yang anda alami. Juga bahaya yang mengintai." "Alhamdulillah, Allah masih melindungi saya, meski harus mengalami cidera parah. Tapi kejadian itu sangat membekas di ingatan saya, Pak. Saya berharap pelakunya segera ditemukan dan ditangkap. Saya ingin tahu siapa dia. Apakah saya mengenalnya dan ada masalah apa sampai orang itu mencelakai ku." "Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Dan untuk itulah saya datang ke sini. Ingin mengabari sejauh apa perkembangan penyelidikan kami. Sayangnya, kami kehilangan jejak. Truk itu belum kami temukan hingga sekarang. Kemungkinan besar truk disembunyikan di suatu tempat." "Ah! Tentu saja." "Akan tetapi, mungkin beberapa jawaban anda dari pertanyaan yang akan saya ajukan, bisa memberi titik terang." "Dengan senang hati saya akan menjawab semua pertanyaan itu, Pak." Jawab Emran cepat. Saat yang sama, seorang perawat datang dan meminta Emran kembali ke ruangan. "Dokter akan segera datang untuk memeriksa kondisi bapak." "Baik, Sus. Lima menit lagi saya akan kembali ke ruangan," jawab Emran. Beberapa langkah setelah perawat kembali, ponsel Iptu Haris berdering. Pria itu menjawabnya dengan tangkas sebelum menutup ponselnya dan masukkan ke saku. "Sayang sekali saya harus pergi sekarang. Mungkin besok saya akan kembali kemari." Petugas polisi tersebut mengulurkan tangannya. "Baik Pak. Dengan senang hati," Emran menyambut uluran tangan Iptu Haris. * "Tidak! Aku tidak mau! Sekali kukatakan tidak, tetap tidak! Kalian jangan memaksaku!" "Mas?" "Tidak! Jangan mendekat, kalian! Pergi! Pergi!" "Mas! Bangun, Mas!" Qisya mengguncang pelan tubuh Emran. Tampaknya suaminya sedang bermimpi buruk. Bisa terlihat dari raut muka yang memerah dan berkeringat. Qisya melihat suaminya juga bereaksi dengan menggeleng keras. "Bangun, Mas." Sekali lagi Qisya membangunkan suaminya yang tampak masih berjuang menghindari entah apa ... Atau siapa, di dalam mimpi buruknya. Dan mimpi seperti ini, bukan baru pertama terjadi. Emran sudah sering bermimpi yang sama. Dengan perjuangan yang sama. Seolah ada yang memaksanya menerima sesuatu namun Emran menolak dengan keras. "Mas ...." "Astagfirullah!" Emran terbangun dengan keringat mengucur deras. Mata kanannya memerah, menatap Qisya dengan tajam. "Mimpi buruk yang sama, mas?" Tanya Qisya seraya mengambilkan segelas air. Emran mengangguk. "Minum, Mas." Sekali lagi Emran mengangguk. Dia menenggak habis air minum yang berikan Qisya. "Jam berapa ini?" "Jam tiga lewat sepuluh," jawab istrinya. "Sebenarnya Mas bermimpi apa?" Emran kembali memandang istrinya. "Mimpi buruk." "Tentang apa?" Emran tidak menjawab. Hanya memandang wajah istrinya dengan perasaan bersalah. "Ini bukan kali pertama Mas mimpi yang sama. Dari igauan mas, aku menyimpulkan bahwa Mas sedang dipaksa melakukan sesuatu. Tetapi Mas menolak." "Hanya mimpi biasa, Sayang. Tak penting." Qisya menggeleng. "Mana mungkin mimpi biasa datang berulang kali, mas. Bahkan sudah berlangsung sepanjang lima tahun pernikahan kita." Emran kembali mengutuki dirinya di dalam hati. Kesal karena mimpinya yang tak masuk akal lama-lama pasti membuat Qisya kesal dan penasaran. Setelah lima tahun, pastilah Qisya ingin tahu apa mimpinya. Kenapa datang berkali-kali. Memang, manusia yang sedang tidur, kemungkinan besar akan bermimpi. Itu wajar dan alami. Namun masalahnya jadi beda jika mimpi itu datang berulang-ulang selama lima tahun pula. Dan mungkin dalam sebulan, Emran bisa bermimpi yang sama sebanyak 2 sampai 3 kali. Tentu saja itu sangat mengherankan Qisya. Wajar saja Qisya selalu bertanya karena dia memang belum mendapatkan jawaban apa pun dari Emran perihal mimpi tersebut. Wajar saja Qisya sangat penasaran Karen terjadi pada Emran. "Kenapa Mas tidak mau cerita?" "Gak penting, Sayang. Hanya mimpi biasa saja." "Tidak apa-apa, kok. Meski hanya mimpi biasa, aku tetap mau dengarnya." Emran diam sejenak. Dia menghela napas dalam-dalam lalu tersenyum manis. "Mas juga tidak terlalu ingat, Sayang." "Sekali begitu jawaban Mas kalau kutanya." "Baiklah, kapan-kapan kalau aku ingat, aku akan cerita." "Itu juga sudah menjadi jawaban Mas selama lima tahun kita bersama," rajuk Qisya manyun. "Mas merahasiakan sesuatu padaku." "Tidak Sayang." "Buktinya Mas gak pernah mau menceritakan mimpi Mas itu." "Karena gak penting. Untuk apa kita membicarakan hal-hal yang tak penting? Mimpi kan hanya bunga tidur. Gak nyata." "Memang, semua orang juga tahu mimpi adalah bunga tidur. Tapi bagi sebagian orang, mimpi merupakan firasat, atau petunjuk dan lain sebagainya." "Mimpiku gak ada artinya, Sayang. Sudahlah. Hal ini jangan menjadi masalah buat kita. Okey, sayangku?" Qisya tampak masih merajuk. Emran langsung merangkul istrinya. "Ohya, Sayang, kau kenal sama 3 anak bernama Morpheus, Phobetor dan Phantasos?" Mendengar nama-nama aneh itu, kening Qisya mengerut. "Engga. Siapa mereka mas? Nama-namanya kok seperti orang Yunani?" Emran mengangguk. "Mereka memang berasal dari Yunani, Sayang. Nah, ketiga orang itu adalah anak-anak dewa mimpi. Si Phobetor yang paling nakal. Dia si pembawa mimpi buruk. Hm ... Setidaknya itulah mitosnya. Yuk, tidur." *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD