3 PAGI YANG BARU

1328 Words
Renata mengerjap-ngerjapkan matanya dan terbangun dengan rasa nyeri dan pegal yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Kepalanya berdenyut-denyut sakit dengan hebatnya ketika ia memaksakan dirinya bangun pelan-pelan di tempat tidur. “Ouch…” Ia lalu memijit-mijit kepalanya sendiri untuk meredakan rasa sakitnya sambil berusaha untuk mengingat-ngingat kejadian tadi malam. Ok! Kemarin malam rasanya sudah terjadi sesuatu. Apa ya? Renata berusaha bangun dengan langkah tertatih-tatih menuju kamar mandi dan mulai membasuh wajahnya. Kesadarannya pun langsung kembali begitu air dingin menyentuh wajahnya dan matanya melotot sejadi-jadinya saat Renata melihat pantulan tubuhnya sendiri di depan kamar mandi. ASTAGA!!!! ASTAGA!!! ASTAGA!!!! ASTAGA!!!! BEKAS CUPANG!!! Renata lalu memelototi dirinya sendiri dengan panic sambil menghitung satu persatu tanda merah yang tersebar di tubuh bagian atasnya. Satu, dua, tiga, empat….. SIALANN!!! MEREKA BANYAK SEKALI!!! Tunggu… sebentar… kemarin ….malam… apakah… ia…. Pikirannya kembali berputar ke adegan kemarin malam. Saat Johan memberikannya surat cerai, lalu.. lalu…ia pergi ke klub malam…. lalu..  lalu….ia ingat kalau ia minum terlalu banyak…… lalu…lalu… ia mau pulang… lalu..lalu….ia ingat saat seseorang mendempet tubuhnya di klub tersebut dan bau alcohol yang menyengat dari nafasnya. Lalu… lalu…. Ada satu orang lagi… Renata hanya bisa mengingat wangi citrus samar-samar yang ia hirup kemarin malam dan kehangatan tubuh pria tersebut sepanjang mereka berpelukan. Tapi ia tidak bisa mengingat jelas wajah dan rupa pria tersebut. Renata juga ingat bahwa pria tersebut yang membawanya ke hotel ini….lalu…setelahnya…apa mereka….. Dugaan berikutnya membuat tubuh Renata bergidik ngeri sambil memeluk tubuhnya sendiri. Apa ia diperkosa oleh pria asing tersebut??? Oh Tuhannnnnnnnnn…….. Bagian bawah tubuhnya yang terasa nyeri sekali serta bekas ciuman yang bertebaran jelas-jelas sudah menyatakan fakta visual tentang apa yang terjadi tadi malam. Renata menepuk jidatnya sendiri dengan pilu sementara air matanya kembali bercucuran di kedua pipinya. Sambil terduduk di atas lantai kamar mandi yang dingin, Renata hanya bisa mengutuki dirinya sendiri yang tertimpa kesialan beruntun dalam waktu kurang dari 24 jam. Ia merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia. Sehari sebelumnya, ia berdiri mantap dengan kedua kakinya di atas dunia yang dibangunnya sendiri. Ia punya suami yang tampan dan mencintainya. Ia punya karir yang bagus di sebuah majalah fashion. Ia cantik dan modis. Ia punya teman-teman gaul yang asik. Kurang apa lagi? Anak… Ya, itulah masalahnya. Ia terlahir dengan sebuah kondisi rahim yang tak sempurna. Tapi, apakah itu salahnya? Apakah itu hukuman dari Tuhan untuknya karena ia sudah memiliki banyak hal baik serta keberuntungan di dalam hidupnya? Renata tertawa konyol pada dirinya sendiri. Dibuang suaminya sendiri dan diperkosa oleh seorang pria asing di hari yang sama. Kurang mengenaskan apa lagi hidupnya sekarang? Renata terdiam sebentar dan setelah berpikir selama beberapa saat, ia lalu mengambil sebuah keputusan. Ia bangkit berdiri, menghapus semua sisa makeup di wajahnya, membasuh tubuhnya sendiri di bawah siraman shower bersih-bersih, dan sambil berselimut handuk kering, ia keluar dari kamar mandi. Di meja sebelah kasur, ada sebuah kertas kecil bertuliskan satu nomor telepon dan sebuah nama. Gustav. Oh, orang asing, pikir Renata. Lalu, ada juga sebuah kantung kertas berisikan baju dress bermerk terkenal yang sangat pas dengan ukuran tubuhnya yang langsing. Tak lupa, ada sebuah kartu debet dan secarik kertas lainnya yang bertuliskan password dari kartu tersebut. Satu lagi, ada 2 kapsul obat pengar di dalam plastic yang sudah disediakan untuknya. Dan sebuah kartu kecil. “Please take care of yourself, dear. Call me when you’re awake. Gustav…” Baju. Kartu debit. Obat. Hmm… lumayan juga. Rupanya partner bercintanya kemarin masih ada rasa sedikit tanggung jawab pada wanita aneh seperti dirinya. Renata tersenyum sambil memasukkan semuanya ke dalam dompetnya. Kecuali obat pengar yang langsung ia minum dengan segelas air. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Renata jelas-jelas tidak mau ke kantor sama sekali hari ini. Tidak dengan moodnya yang masih berantakan setelah insiden tadi malam. Setidaknya ia butuh waktu selama 2 hari untuk menenangkan diri. Renata menghirup nafas dalam-dalam dan menelepon atasannya, Meilani. “Selamat pagi, Mei. Maaf aku kurang enak badan, boleh aku ijin dulu selama 2 hari ini untuk istirahat? Ok? Begitukah? Baik, terima kasih…” Renata menutup teleponnya, mengecek rekening tabungan. Mulutnya tersenyum saat melihat jumlah saldo yang sangat lebih dari cukup untuknya bisa bertahan hidup selama setahun penuh tanpa bantuan tunjangan Johan. Rupanya, tak sia-sia semua kerja kerasnya selama ini. Ha! Ia lalu mencari-cari sebuah apartemen studio yang bisa ia sewa selama 6 bulan setelah ketemu yang dirasanya cocok, Renata lalu mengontak agen apartemen tersebut dan membuat janji temu hari itu juga. Dalam waktu kurang dari 1 jam dari sekarang. Tak lupa, ia juga mengecek ponselnya, ada 20 missed call dan 35 pesan dari Johan yang sedang mencari-cari dirinya dengan kalut kemarin malam setelah mereka berpisah. Renata mendecih dan memblok nomor mantan suaminya tersebut dengan wajah datar. Peduli setan!!! Toh pria itu sudah membuang dirinya dan memilih tunduk pada keinginan keluarganya. Renata menganggap semua cerita romantic yang pernah terjadi dalam rumah tangga mereka dulu adalah cerita lama. Jika kenangan bisa dibuang ke tempat sampah, Renata pasti sudah melakukannya!      Sekarang, waktunya ia menata ulang kehidupannya sendiri. Mengayuh dayung perahunya sendiri dengan tegar dan menatap masa depannya. Rasa sakit dan perih yang ngilu masih terasa di lubuk terdalam hatinya. Tapi Renata memutuskan untuk bersikap tegar dan terus bergerak maju sekarang. …………………………………………………………………….. “Ok, deal, Pak! Saya ambil unit ini…” kata Renata tegas sambil berjabat tangan dengan sang agen property setelah ia melihat kondisi ruang apartemen studio yang ia pilih tadi pagi. Sebuah senyum cerah muncul di wajah sang agen. Coba saja ia bertemu banyak klien menyenangkan seperti Renata, ia pasti sudah kaya raya sekarang. Tak lama kemudian, Renata lalu menelepon perusahaan angkutan yang biasa membantu mengurus pindahan rumah. “Halo? Dengan Ekspedisi Pindah Express…. Ya, saya butuh bantuan Anda. Kapan? Sekarang. Ya, sekarang! Hari ini juga….” “Ok, saya tunggu kedatangan Anda di Jalan…..” Renata menyebutkan alamat rumahnya dan langsung bergegas pulang dengan menggunakan taksi online. Sesampainya di depan rumah, Renata langsung memasuki rumah dan menemukan Johan yang sedang menunggunya dengan tampang sangat kusut dengan lingkaran hitam di sekitar matanya. Menandakan kalau pria malang itu sama sekali tidak tidur semalaman. “Sayang…” sapa Johan sambil bangkit berdiri dan berjalan hendak memeluk tubuh Renata, tapi dengan gesit, Renata langsung menghindar dan menepis tangan mantan suaminya tersebut. “Jangan dekat-dekat!! Kamu bukan siapa-siapa lagi untukku sekarang…” usir Renata galak. Di saat yang bersamaan, mobil ekspedisi juga sampai di depan rumahnya. Mulut Renata menyunggingkan senyum lebar. “Tepat pada waktunya!!” Dengan sigap, Renata lalu menunjuk beberapa perabot yang harus diangkut dan dibawa saat itu juga. Petugas ekspedisi melakukan tugasnya dengan cekatan dan juga hati-hati.    Tidak sampai 2 jam, semua barang-barang yang ditunjuk oleh Renata sudah berpindah dengan sukses ke dalam mobil box besar tersebut. Keadaan rumah mereka sudah setengah kosong sekarang. Johan melongo. Ia tak pernah menyangka kalau Renata yang dulu dikenalnya sangat lemah lembut, bisa bertindak segesit itu. “Silakan ditandatangani, Bu. Nah, barang-barang ini mau dipindahkan ke mana ya?” Renata menyebutkan sebuah alamat dan bersiap untuk pergi juga tapi Johan menahan langkahnya. “Tunggu, Sayang…” “Sayang sayang kepala lo peyang!!!” balas Renata sengit. Ia benar-benar muak dengan pria ini!! “Minggir, gue mo pergi….” “Pergi ke mana? Kumohon, tolong dengarkan aku dulu…”pinta Johan dengan suara memelas. Renata menepis tangan pria itu sekali lagi dengan ekspresi jijik. “Selamat tinggal, Johan Alvaro.” Badan Renata berbalik ke arah pintu keluar dan membantingnya dengan suara keras. …………………………………………………………………………………… 2 jam kemudian… Renata mengawasi seluruh proses pindahan tersebut dengan teliti sampai selesai dan memesan beberapa furniture tambahan setelahnya. Dalam waktu kurang dari 6 jam, ruang apartemennya sudah menjelma menjadi sebuah hunian yang sangat nyaman versi dirinya. Chic, elegan, dan cerah. Satu lagi, tanpa Johan. Lembaran baru hidupnya sudah dibuka hari itu…. Renata menatap mata sembabnya dan mengoleskan eye mask di bawahnya. Ia sudah memutuskan untuk beristirahat total hari ini. Menikmati rumah barunya dan membiarkan semua kesedihan serta rasa pedih di hatinya terbawa air dingin yang mengucur di bawah shower. Berusaha untuk mencintai dirinya sendiri lagi hari ini. Berusaha untuk memaafkan dirinya. Berusaha untuk menerima keadaannya yang tak sempurna sebagai seorang wanita. Berusaha untuk tidak lagi menyalahkan siapapun. Berusaha untuk melangkah mandiri sebagai seorang pribadi yang baru. Karena ia adalah seorang wanita. Salah satu makhluk terkuat yang diciptakan Tuhan untuk bisa menanggung semua beban dan rasa sakit yang luar biasa dan kemudian melupakannya. Sebuah makhluk yang mengalami kematian dan mampu kembali bangkit dengan kepala tegak. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD