Lima belas menit duduk di kursi yang nyaman itu, Tiara mulai merasakan sensasi berat di wajahnya. Maklum, dia hampir tidak pernah berdandan dengan riasan yang tebal. Sehari-hari dia hanya memakai pelembab wajah yang sekaligus mengandung tabir surya dan bedak tabur warna pink seharga tiga belas ribu yang sudah setahun lebih tidak habis-habis. Gadis itu rasanya ingin segera berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka.
"Udah cantik. Jangan tegang gitu dong." ucap Eliana sambil menepuk-nepuk bahu Tiara.
Tiara membuka kedua matanya. Melihat riasan wajahnya dari pantulan cermin yang jika dilihat-lihat tidak terlalu menor tapi entah mengapa wajahnya terasa sangat berat.
"Kak, ini gaun pilihan Kak Raka." Seorang gadis bermata tak kalah sipit dari Eliana datang sambil membawa sebuah gaun pendek berwarna merah muda.
Eliana mengangguk lalu meraih gaun itu dari tangan adiknya. "Tiara, kamu ganti di sana, ya." titahnya pada Tiara seraya menunjuk sebuah pintu di sudut ruangan. "Mel, tolong bantuin pacarnya Kak Raka, ya."
Tiara mendelik. "Pacar apa sih, Mbak!"
Eliana memamerkan deretan giginya yang putih. "Iya deh, bukan pacar, tapi calon istri."
Tiara merengut, ingin memprotes lagi, namun lengannya sudah ditarik oleh adik Eliana.
"Baju apa sih ini, Mbak?" tanya Tiara saat mereka berdua sudah sampai di ruang ganti dan Tiara sudah memegang gaun yang katanya pilihan Raka. Sebuah gaun pendek dengan belahan d**a rendah tanpa lengan seperti yang sering dipakai artis korea di televisi.
Gadis sipit itu gantian yang merengut. "Melissa." Tangannya terulur ingin bersalaman dengan Tiara. "Panggil Lissa aja, jangan Mbak. Emangnya aku Mbak-mbak."
Sambil bersalaman, Tiara memaksakan senyumnya yang kaku. "Iya, maaf."
"Hahaha. Jangan tegang gitu dong." Lissa merangkul bahu Tiara. "Kayaknya kita seumuran, kapan-kapan bisa dong ngerjain kak Raka sama-sama."
"Hah?"
Lissa mengerutkan kening. "Udah, nggak usah dipikir. Sekarang buruan ganti baju. Keburu kak Raka ngamuk" ucapnya lalu menutup tirai penghalang di dalam ruangan itu.
×
Kok aku kayak ondel-ondel gini, sih. Tiara membatin. Kembali dia berputar di depan cermin besar di ruang ganti. Dia merasa tidak pantas memakai gaun mahal itu. Ia lalu menarik tirai yang masih terbentang. "Aku nggak mau pakai baju ini. Aku mau ganti sama bajuku yang tadi aja."
"Lho, nggak bisa gitu dong." tolak Melissa lalu mendekat dan menata rambut Tiara yang sedikit berantakan karena tadi dilewati oleh kaos yang sebelumnya dipakai. "Keluar dulu biar kak Raka lihat."
"Apa?" Tiara berteriak tak penting. Tentu saja Raka akan melihat penampilannya. Tidak mungkin jika dia akan mendekam di ruang ganti ini selamanya.
"Pe-de aja. Selera kak Raka itu bagus." Lagi-lagi Melissa menarik lengan Tiara dengan paksa.
Mereka sampai di luar ruang ganti. Terlihat Raka yang duduk di sofa dekat tempat Tiara dirias tadi.
"Kak." panggil Melissa setelah mereka berdua sampai di hadapan Raka.
Raka yang sedang sibuk dengan handphonenya lalu mendongak untuk melihat dua orang perempuan yang berdiri di hadapannya itu. Gila, seksi banget, batin Raka sambil bersusah payah meneguk salivanya yang mendadak terasa serat. Dia ini pria biasa yang sudah cukup umur. Belahan d**a Tiara yang mengintip cukup bisa membuat adiknya yang tadi pagi rewel, kembali rewel.
"Jelek banget, sih." ucap Raka bertolak belakang dengan keinginannya untuk terus melihat pemandangan indah itu. "Ganti-ganti! Kayak ondel-ondel."
Clesss.
Tiara tadi memang membatin jika penampilannya seperti ondel-ondel, karena dia tidak pernah berdandan dan memakai gaun cantik seperti itu, karena ia tidak percaya diri. Tapi mengapa saat Raka yang mengatakan itu hatinya merasa sakit. "Asal kamu tahu, aku juga nggak mau pakai baju ini!" semprot Tiara lalu berbalik ke ruang ganti dengan perasaan dongkol.
"Kak Raka apa, sih? Kok ngomong gitu!" Melissa ikut sebal. Dia dan Tiara sama-sama perempuan. Melissa yakin, Tiara pasti tersinggung. "Tiara tuh cantik banget pakai baju tadi."
Raka bangun dan berjalan mendekati Melissa dan memegang lengan sepupunya itu sebelum kembali mengikuti Tiara. "Dia nggak cuma cantik, dia lebih dari cantik. Dan Gue nggak mau kalau penampilannya itu dinikmati oleh orang banyak. Gue mau ngajak Tiara ke pesta perusahaan dan Lo pasti tahu 'kan kalau di sana banyak pria bangkotan yang suka sama cewek seumuran anaknya. Gue nggak mau mereka salah fokus lihat cewek Gue."
Melissa mendelik melihat Raka yang tingginya lebih dari dirinya itu. Tetap saja dia tidak bisa menerima alasan itu. "Posesif banget."
"Masalah buat Lo?"
"Tapi tadi kan yang milih bajunya Kak Raka sendiri." Melissa ngeyel.
"Ya gue nggak tahu kalau dipakai dia jadinya seksi banget." Raka tak mau kalah.
Melissa bersedekap sambil mendelik jenaka. "Ow, Kak Raka udah pengen, ya. Ya udah buruan dilamar aja." Godaanya mulai keluar. Tidak tahu saja dia jika Raka sudah sering.
"Apa sih anak kecil aja ngomongin pengan-pengen." Tangan kanan Raka me-moles puncak kepala Melissa. "Udah sana, cariin baju yang dadanya ketutup." Pria itu mendorong bahu Melissa. "Buruan, gue udah telat!"
×××
Setelah mengganti mobil hatchback tadi dengan mobilnya sendiri, Raka lantas melajukan kendaraannya tersebut dengan kecepatan sedang. Dia tadi memang meminjam mobil Melissa agar bisa masuk gang dan sampai di depan rumah kontrakan Tiara. Mobil miliknya akan kesulitan jika berpapasan dengan mobil lain atau bahkan sepeda motor.
Sesekali Raka melirik gadis di sampingnya yang masih cemberut. Bukannya sebal, tapi Raka malah ingin mengecup bibir manyun itu. Tiara lebih cantik memakai gaun berwarna biru muda. Dan yang terpenting, belahan dadanya cukup tertutup.
"Aku minta kamu nanti senyum. Aku nggak mau kolegaku nyangka cewekku lagi ngambek." pintanya lembut tapi tetap terdengar serius.
"Aku bukan cewek kamu!" sembur Tiara enggan menoleh. Masih kesal akan ucapan Raka yang menyebutnya ondel-ondel. Sebenarnya dia juga tak butuh pujian, tapi dia tak mau jika direndahkan.
Tiba-tiba Raka menepikan mobil dan menghentikan kendaraan roda empat itu. Tiara agak takut dengan perubahan sikap Raka yang tidak seperti pagi tadi yang begitu manis.
Raka meraih tangan kanan Tiara dan memasangkan sebuah cincin berlian di jari manis gadis itu. Entah dari mana datangnya cincin itu, semuanya terasa begitu cepat. "Mulai malam ini kamu jadi pacarku, Sayang." ucapannya diakhiri sebuah kecupan singkat di punggung tangan Tiara yang masih berada di genggamannya.
Tiara langsung menarik tangannya sendiri dan mencoba melepaskan cincin yang melingkari jari manisnya. Dia merasa tidak pantas memakai cincin mewah tersebut. Lagipula jika memang dia harus berpura-pura menjadi pacar Raka, dia tidak perlu memakai cincin mahal seperti ini.
"Kalau kamu lepas, aku belok ke kantor polisi." ancam Raka lagi sambil menunjuk kantor polisi yang kebetulan berada tak jauh dari tempat mereka berhenti. Dagunya sedikit naik dan matanya melirik Tiara yang sudah kembali duduk anteng.
×
Sandiwara berjalan lancar. Raka memperkenalkan Tiara sebagai pacarnya dan Tiara sudah tidak menampakkan kekesalannya lagi. Senyum palsu ditampilkan oleh Tiara, berpura-pura menikmati pesta para pejabat kaya di dalam gedung luas itu. Walau pada kenyataannya ia sangat risih berada di tengah-tengah mereka semua yang tiap detiknya selalu membicarakan bisnis, bisnis dan bisnis.
"Apa gadis cantik ini pacar anda Mr.Raka?" Ditengah basa-basi yang saling dilontarkan oleh para pelaku bisnis properti itu, tiba-tiba ada seseorang pria muda yang menanyakan perihal keberadaan Tiara yang semenjak tadi selalu menunduk. Terlihat jelas tidak ikut menikmati acara.
Raka hanya tersenyum kecil sebagai jawaban untuk pertanyaan yang ditujukan padanya itu.
"Wah, kalian sangat serasi. Saya tidak sabar menunggu undangan pernikahannya." sambung seorang pebisnis wanita yang langsung diangguki oleh yang lain.
"Terimakasih. Kami memang berencana untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius." ucap Raka seraya melirik seorang pria yang tersenyum sinis kepadanya. Rengkuhan tangan kirinya di pinggang ramping Tiara semakin erat, seolah mengukuhkan bahwa gadis cantik di sampingnya ini memang miliknya.
Tiara ikut tersenyum walau aslinya dia ingin sekali menyikut perut Raka dengan siku lengannya yang runcing. Pria itu benar-benar sudah memanfaatkan keadaan.
"Selamat. Jangan lupa untuk mengundang saya di acara penting kalian." Pria sinis itu lalu mengulurkan tangan kanannya ke arah Tiara. "Mr,Raka sangat beruntung mendapatkan gadis secantik anda." lanjutnya lagi sebelum mencium punggung telapak tangan Tiara cukup lama dan tentu saja membuat gadis itu terkejut. Dia tidak menyangka jika pria itu akan mencium tangannya. Pikir Tiara, dia tadi hanya ingin mengajak bersalaman.
×
"Lepasin nggak!" ujar Tiara berbisik saat Raka semakin mendekap pinggangnya. Saat si pria sinis mulai menjauh dari mereka.
Raka terlihat memejamkan mata sebentar sebelum menarik napas yang cukup panjang. "Kita pulang!"
×××××
Tiara seharusnya bersyukur saat Raka menariknya keluar dari gedung megah itu. Tetapi saat melihat perubahan wajah Raka yang menjadi semakin menyeramkan membuat nyali Tiara menciut. Dia hanya diam saat Raka tiba-tiba menyampirkan jas hitamnya ke pundaknya yang terekspos. Pun saat Raka menggeret lengannya dan membukakan pintu mobil yang berarti tanda jika Tiara harus segera masuk ke dalam kendaraan roda empat tersebut. Lagipula gadis itu juga tidak tahu ini daerah mana. Sebelumnya dia belum pernah ke kawasan ini.
Ada banyak pertanyaan yang memenuhi benak Tiara. Siapa pria tadi? Sepertinya gara-gara pria itu Raka jadi seram seperti ini.
Kruyuk.
Lagi-lagi Raka melirik Tiara. Kali ini bukan karena bibir Tiara yang manyun. Karena bunyi perut Tiara yang sampai ke telinga Raka lah yang membuat pria itu sedikit menyunggingkan senyum miring.
"Mau makan apa?" tanya Raka. Nada bicaranya sudah mulai santai.
"Aku mau pulang aja." jawab Tiara tanpa menoleh. Untuk saat ini, rasanya Tiara ingin sekali memukul perutnya yang gampang lapar dan malah memberi kode tanpa diperintah.
"Aku nggak mungkin mulangin kamu dalam keadaan perut keroncongan."
Tiara melihat Raka, tajam. "Perut siapa yang keroncongan?"
Raka diam tak menggubris tanda protes dari Tiara. "Di depan ada warungnya Abah. Aku mau ke sana, mau mengenang masa-masa kita ketemu pertama kali." ucapnya enteng dengan sebuh senyuman kecil terpeta di wajah.
Kening Tiara tertaut. "Apaan sih."
×××
Mobil Raka sampai di warung tenda Abah. Warung tenda yang menyajikan nasi goreng dan sate-satean favoritnya sejak dulu. Tempat yang mempertemukannya dengan Tiara untuk pertama kalinya itu.
"Aku bukain, tunggu di sini."
"Aku bisa buka sendiri kok." Tiara bersungut-sungut, sebal. Dia ini bukan anak kecil lagi yang keluar dari mobil saja harus dibukakan pintu dulu.
"Kamu cantik kalau mau nurut sama aku." ucapan Raka seketika membuat Tiara bungkam tak bisa menjawab. Entahlah, dia merasa jika kedua pipinya lagi-lagi menghangat.
Sampai di luar mobil, Tiara menunduk memperhatikan kedua kakinya yang masih memakai high heels tujuh centi. Sepatu cantik itu membuat kakinya pegal. "Aku mau ganti sendal dulu. Capek pakai ini." Tiara berucap sebelum menuju pintu belakang dimana baju gantinya tadi diletakkan di kursi penumpang. Namun, niat Tiara langsung batal karena Raka sudah terlebih dulu membuka pintu belakang dan mengambil sendal di dalam sebuah paper bag. Tangan kanan Tiara sudah terulur meminta paper bag tersebut, tapi lagi-lagi Raka melakukan hal diluar dugaan. Pria itu tiba-tiba berjongkok dan melepaskan sepatu hak tinggi yang dipakai Tiara dan menggantinya dengan sendal. Raka melakukannya dengan sangat hati-hati.
Kebangetan kalau lo nggak jatuh cinta sama gue, Ra, batinnya sebelum kembali berdiri.
Bersambung.