BAB 4

1673 Words
Ku Jatuh Cinta… Kepadamu Sejak pertama bertemu * Dewa 19 - Qasidah CInta   … 2011…                 Tarra duduk sembari memetik gitar di belakang rumah. Memainkannya dengan lembut, walau terdengar tak ada lagu yang ia bawakan. Sesekali matanya terarah lurus ke depan. Mencoba menangkap segalanya yang terpampang nyata di halaman belakang.                 Tak ada yang menarik. Hanya ada tembok tinggi putih dan beberapa pot bunga yang sengaja ditanamnya hanya sebagai penghias. Kolam ikan yang cukup besar walau tak seindah milik orang lain. Suara gemericik udara yang jatuh dari dataran tinggi ke dalam kolam, membuat ketenangan terjadi. Tarra melatih. Rumah yang tak terlalu besar dan tak bertingkat namun memiliki pemandangan sederhanalah yang ia impikan. Walau semua ini bantuan dari orang tua yang jauh dari tempatnya, namun kerja kerasnya perbangga hati.                 Sesekali Tarra menarik napas panjang. Mencoba menikmati desiran angin. Menenangkan walau tak setenang hari kemarin. Kebosanan yang hadir dalam dirinya, tak ayal laporan bingung harus melakukan apa. Hari yang masih pagi seharusnya bisa dinikmati dengan berjalan-jalan atau berkumpul dengan beberapa sahabatnya. Namun kali ini, Tarra benar-benar enggan keluar.                 Sebuah pesan singkat masuk ke dalam handphone yang sedari tadi terletak di sampingnya. Menghela napas panjang, bersadar di pintu masuk ke dalam rumah lalu meraih handphone dan membuka pesan baru itu.                 'Kamu di mana, udah sarapan?' Pesan singkat dari Airin kembali terbaca oleh Tarra. Hampir satu tahun menjalani hubungan. Hampir satu tahun Airin menemaninya. Dan seperti biasa seakan sudah terjadwal di buku harian, Airin selalu mengirimkannya pesan singkat yang sama. Tarra menghela napas panjang lalu tersenyum tipis. Mengetik beberapa kalimat dan mengirimkannya ke Airin yang pastinya sudah menanti balasannya.                 Tarra kembali meletakkan handphone di atas lantai tepat di sampingnya. Kembali memetik senar gitar, mencoba mencari nada yang pas untuk lagu yang ia ciptakan. Namun lagi-lagi gagal. Entah apa yang membuatnya tak bersemangat hari ini. Biasanya, hanya dengan memegang gitar kesayangannya, dia bisa dengan cepat memunculkan ide-ide baru untuk menambah koleksi lagu ciptaannya. Namun kali ini, semua seakan tak sejalan.                 Pesan singkat kembali melesat di handphonenya. Membuat Tarra terhenti memetik asal senar gitar lalu kembali meraih handphone dan membaca balasan dari Airin. Tak ada ekspresi berarti di wajahnya. Datar.                 ‘Hari ini ada acara? Temanin aku jalan-jalan yuk. Bosen di rumah’                 Sejujurnya hari ini Tarra enggan keluar. Dia ingin menghabiskan hari minggu di rumah sendirian. Tanpa harus melangkah keluar mengerjakan segala hal yang biasanya selalu ia lakukan. Hari ini seakan ia ingin memanjakan diri untuk berdiam di rumah. Bermalas-malasan hingga hari minggu berakhir dengan tenang berganti hari senin yang super duper sibuk. Enggan rasanya ia membalas pesan singkat Airin. Kembali ia letakkan handphone di atas lantai dan mulai memfokuskan pikiran ke gitar. Namun baru saja ia ingin bermain dengan senar gitar, suara pesan singkat kembali masuk ke handphonenya. Helaan napas kembali ia lakukan sembari meraih handphone pintar itu. Membuka pesan dengan ekspresi yang masih datar. Seakan tahu siapa pengirim pesan singkat itu. ‘Kok gak dibalas, bisa kan?’ Tarra menghela napas lagi dan lagi. Airin selalu saja mengajaknya di waktu-waktu yang tak tepat. Sebenarnya Airin tak salah dalam hal ini, dia hanya ingin menikmati hari libur bersama seseorang yang ia cintai. Why not? Hanya saja Tarra masih malas bergerak. Untuk mandi pagi pun ia enggan. Tarra menimang-nimang handphonenya. Berusaha memikirkan satu cara yang harus ia jawab dan kirimkan ke Airin yang pastinya sudah menanti balasannya. Menghela kembali napas panjang, lalu menjawab pesan singkat Airin dan kembali meletakkan handphonenya di atas lantai. ‘Oke, aku tunggu di rumah ya, Sayang. Love you.’ Balas Airin yang bisa digambarkan Tarra bagaimana ekspresinya saat ini. tersenyum lebar lalu berlari mendekati lemari pakaian dan mulai bersiap-siap. Airin memang wanita yang cantik. Rambutnya lurus sebahu dengan tubuh langsing dan tinggi setara dengan Tarra. Banyak yang bilang keduanya pasangan serasi. Entah karena sama-sama tinggi atau apalah itu. namun bagi Tarra, semuanya masih biasa. Walau ia mencintainya, walau ia menyayanginya setulus hati. Namun untuk melanjutkan hubungan ke lebih serius, rasanya masih belum mampu terbesit di benaknya. Tarra meletakkan gitar di atas meja. Meraih handphonenya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Bersiap-siap mandi dan langsung menjemput Airin di rumahnya yang pastinya akan menyambutnya dengan senyuman termanis. Namun kedua matanya kembali menatap layar handphone saat Tarra baru saja ingin melemparkan benda pintar itu ke atas tempat tidur. Sebuah pesan baru yang mampu membuat kedua matanya terbelalak saat membaca pesan di dalamnya. Satu pesan yang entah mengapa membuat detakan jantungnya berdetak lebih cepat tak seperti biasanya.                 ‘Hai, sibuk gak?’                 Kedua matanya masih terbelalak. Berulang kali ia membaca pesan singkat itu. Seakan tak percaya sang pemilik nomor menghubunginya walau dari pesan singkat. Masih teringat jelas kejadian saat itu, saat ia bertemu pertama kalinya dengan wanita yang memiliki senyuman manis. Wanita yang berhasil membuatnya geleng-geleng kepala akibat sikapnya yang judes dan tak bersahabat di awal pertemuan.                 “Lihat, kotor bajuku gara-gara ulahmu!” bentaknya di pinggir jalan saat Tarra mendekatinya dan berusaha meminta maaf. Genangan air di pinggir jalanlah yang menjadi awal pertengkaran itu. Sekaligus menjadi awal pertemuan kedua manusia yang sebelumnya tak saling bertemu.                 “Kan aku udah minta maaf, lagian aku buru-buru, jadi gak tahu ada genangan air di situ!”                 “Makanya pake mata, jangan pake dengkul!!”                 “Kenapa malah nyolot sih?” tanya Tarra setengah tertawa lucu mendapati sikap wanita di hadapannya. Wanita yang saat itu memakai celana jins berwarna hitam dengan warna cokelat kotak-kotak. Rambutnya digulung tinggi dengan kaca mata besar. Dan bisa dipastikan dari bentuknya, bahwa itu bukan kaca mata obat. Melainkan hanya gaya-gayaan semata.                 “Jelas aku nyolot, gara-gara kau pakaianku kotor!!”                 “Tapi kan aku udah minta maaf!”                 “Emangnya maafmu bisa buat pakaianku bersih lagi, ha!!!”                 Tarra menghela napas panjang. Mencoba menatap ke pakaian wanita di hadapannya yang memang tampak kotor akibat genangan air dengan campuran lumpur itu. Semua ini memang salahnya. Seharusnya ia lebih berhati-hati agar tidak membuat orang lain harus mengalami hal sial seperti saat ini.                 Semua ini karena Airin. Pertengkarannya dengan Airin membuatnya benar-benar emosi tingkat tinggi. Sikap Airin yang selalu memperbesar masalah kecil, membuatnya benar-benar tak mampu merundung emosi. Hingga akhirnya, langkah balapanlah yang ia ambil untuk meredam segalanya.                 “He, malah ngelamun!”                 “Jadi maunya gimana, aku juga bingung,” ucap Tarra sembari menggaruk-garuk kepala bagian belakang yang sebenarnya sama sekali tak terasa gatal. “Apa aku ganti aja, ini aku ada uang buat kamu beli baju baru.” Tarra membuka dompetnya dan memberikan selembar uang seratus ribu ke tangan wanita di hadapannya.                 Namun, bukannya malah senang dan pergi, wanita itu malah melempar uang pemberian Tarra hingga melesat menyentuh hidungnya. Wajahnya semakin memerah dan kedua matanya tak lepas menatap Tarra. Napasnya memburu seakan ingin menerkam mangsanya hidup-hidup.                 “Kau pikir cuma dengan uang semuanya selesai, ha?!!” bentaknya lagi. “Dasar orang kaya, tahunya uang aja!” Tanpa perasaan, wanita itu langsung menendang kaki Tarra tepat di tulang kering kaki kanannya. Tarra menjerit kesakitan hingga melompat-lompat sembari menyentuh bagian yang sakit. Sementara wanita itu langsung pergi sembari menjulurkan lidahnya. Membiarkan Tarra sendirian menahan sakit hingga menarik tatapan beberapa orang yang lewat di dekatnya.                 Tarra tersenyum simpul. Membaca kembali pesan singkat yang berhasil menariknya ke ingatan masa lalu saat pertama kali bertemu dengan wanita aneh yang ternyata teman sekelasnya. Entah mengapa, kebingungan secara tiba-tiba bergelayut di hatinya. Jantungnya masih belum kembali normal seperti biasa. Dengan gerakan jemari pelan, ia membalas pesan singkat itu dengan senyuman di bibirnya.                 ‘Gak sibuk, ada apa, Nay.’ Balasnya sembari duduk di tepi tempat tidur. Menanti sang pemilik nomor membalas pesan singkatnya, namun hingga lima belas menit berlalu tak ada jawaban. Tarra menarik tatapannya ke jam dinding di kamarnya yang kini menunjukkan pukul Sembilan pagi. Meletakkan handphonenya ke atas tempat tidur lalu beranjak menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.                 Bioskop menjadi satu tempat yang selalu dipilih Airin saat keduanya bersama. Akibat menanti pesan singkat dari wanita yang berhasil mempercepat detakannya jantungnya itu sehabis mandi, membuat Tarra hadir di rumah Airin dua jam dari perjanjian. Sikap marah sempat menyelimuti wanita berlesung pipi itu. namun ajakan Tarra untuk menikmati film baru di bioskop, membuat Airin kembali tersenyum.                 Tarra memutuskan untuk membeli tiket sedangkan Airin berbaris di deretan pengunjung yang ingin membeli makanan untuk di bawa ke dalam. Popcorn berasakan asin kesukaannya dan minuman bersoda berhasil ia dapat masing-masingnya dua. Kembali mendekati Tarra yang sudah menantinya di dekat tangga sembari memeriksa handphone dan berharap ada balasan dari sang pelesat keanehan di dadanya. Tersenyum menyambut Airin sembari memasukkan tiket ke dalam saku jaketnya. Mengajak wanita cantik itu untuk naik lantai atas agar bisa masuk ke dalam ruangan tempat keduanya menikmati film.                 Airin duduk di samping kiri Tarra. Sesekali ia tersenyum saat kedua matanya beradu dengan Tarra lalu kembali menatap ke layar bioskop yang masih menampilkan iklan-iklan sebelum akhirnya film dimulai. Tarra sendiri kembali memeriksa ke hanphonenya, namun nihil. Masih saja tak ia temukan pesan hadir di layarnya.                 Film Refrain pun dimulai. Maudy Ayunda dan Afgan yang menjadi bintang darlam film kali ini, berhasil membuat Tarra sesaat melupakan sosok unik itu. sosok unit yang sudah setengah tahun ini mengelilingi konstrasinya di kampus. Sebenarnya dua tahun yang lalu ia pernah bertemu. Tepatnya saat secara tidak sengaja Tarra menyipratkan genangan air di pakaiannya. Namun, selama dua tahun pulalah ia tidak lagi bertemu dengannya. Dan akhirnya tanpa sengaja dipertemukan di kelas yang sama. Dan semua itu terjadi akibat pergantian mahasiswa yang diadakan pihak kampus untuk melihat siapa saja mahasiswa yang memiliki prestasi lebih dan dikumpulkan dalam satu kelas. Walau dirinya dan wanita unik itu tak bisa memasuki kelas unggulan, namun di kelas biasalah keduanya dipertemukan. Walau sikap dingin harus Tarra terima dari sang pencuri hati itu.                 “Nungguin sms siapa sih?” bisik Airin yang membuat Tarra memasukkan kembali handphonenya ke dalam jaket saku. Menggeleng pelan lalu mengusap-ngusap lembut kepala Airin. Senyuman pun kembali hadir di bibirnya walau tanpa sepengetahuan Tarra, tatapan curiga hadir di kedua matanya saat Tarra kembali focus ke film di layar. Menyandarkan kepalanya di bahu Tarra yang berhasil menarik sikap lelaki di sampingnya untuk merangkulnya. Walau saat itu, kehangatan tak hadir seperti biasa di rangkulan Tarra. Entah apa yang terjadi, namun beberapa bulan ini Airin kehilangan sosok lelaki yang biasanya selalu ada setiap saat. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD