BAB 19

1141 Words
… Airin …   Dan jika dia lebih dariku lebih baik untukmu ku bisa terima Tapi bila kau tak temukan bahagia kau harus bisa terima jangan kembali jangan sesali jangan kembali *Armada – Kau Harus Terima*   ... 2011 ...                 Perasaan aneh itu kini membayangi hidip Airin. Bagaimana tidak, sosok yang dulu selalu ada setiap saat, kini seakan menghilang. Bukan ia bukan menghilang seutuhnya, melainkan berubah seutuhnya. Tak ada lagi balasan cepat darinya saat wanita yang memiliki rambut sebahu itu menghubunginya lewat pesan singkat. Bahkan tak jarang Tarra membaca pesannya di BBM hamor setengah jam setelah ia mengirimkannya. Entah apa yang membuat Tarra seolah-olah menjauhinya. Yang pasti Airin merasakan perbedaan. Walau setiap ia bertanya pada Tarra, selalu saja dibantah Tarra bahwa ia tak berubah. Airin meragu. Entah mengapa hatinya yang semula meyakini bahwa ia mampu menguasai hati Tarra seutuhnya, kini mulai goyah. Ditambah lagi sikap penolakan Tarra yang terlalu sering terjadi setiap Airin memintanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alasan demi alasan dilempar Tarra yang membuat Airin semakin meyakini bahwa semuanya tak lagi sama. Seperti hari ini. Tarra yang akhirnya mau menemaninya sekedar jalan-jalan ke mall, tampak berbeda. Berulang kali pesan singkat masuk ke handphonenya. Berulang kali senyuman sekilas ia hadirka di bibirnya. Dan taj jarang ia tertawa kecil lalu kembali terdiam saat tatapan Airin melesat padanya. Semua tampak aneh. Bahkan berulang kali Tarra mengajaknya pulang seakan tak betah berlama-lama dengannya. Namun semua itu ditolak Airin dengan beralasankan masih ada yang ingin ia cari. Padahal sebenarnya Airin masih ingin bersama Tarra yang begitu ia rindukan. Sikap aneh Tarra membuat Airin uring-uringan. Tanpa sepengetahuan Tarra, Airin hadir di kampus sang kekasih. Mencoba mencari kelas tempat Tarra menimba ilmu, dengan bertanya kepada beberapa orang. Airin sendiri sudah pernah ke kampus Tarra saat lelaki yang ia cintai itu mengadakan acara bazar bersama teman-teman organisasinya. Berkenalan dengan beberapa orang dan sempat menunjuk kelas tempatnya bernaung setiap harinya. Dengan sedikit ingatan itu, membuat Airin bisa lebih gampang menemukan semua yang ia cari. Walau harus sedikit meraba-raba karena takut salah. Airin terhenti saat berada di lantai dua gedung hukum tempat Tarra menuntut ilmu. Menatap ke sosok lelaki yang tak asing untuknya sedang asyik mengobrol dengan seorang wanita. Seorang wanita yang bertubuh kira-kira 157 cm dengan rambut digulung tinggi ke atas. Airin melangkah dengan senyuman tergaris di bibir. Mendekati seorang lelaki yang akan membawakannya ke satu hal yang ia cari. Berharap lelaki itu dapat membantunya mencari tahu mengenai Tarra. Dan berharap dia mampu membantu hubungannya yang mulai menghadirkan rasa tak nyaman seperti dulu. “Vino kan?” seru Airin yang membuat lelaki dan wanita di hadapannya mengarahkan tatapan ke Airin. Vino mengerutkan keningnya, mencoba mengingat sosok wanita berambut sebahu dengan poni sejajar menutupi seluruh keningnya. Airin tampak cantik dengan gaun biru selutut. Tersenyum lebar hingga tanpa sadar menarik senyuman di bibir Vino. “Kamu … Airin kan?” tanyanya yang langsung disambut Airin dengan anggukan kepala. “Pacarnya Tarra!” Kalimat selanjutnya dari Vino sontak membuat wanita di sampingnya terkejut bukan main. Ekspresinya yang semula datar, kini terlihat kaget. Bahkan perubahan sikapnya yang terlihat jelas di mata Airin, membuat Airin bingung bukan main. Ditambah lagi langkahnya yang perlahan mundur dan memilih masuk ke dalam kelas. “Ay, kok masuk!!” jerit Vino yang sesaat membuat Ayra menghentikan langkahnya. “Tugasku belum siap,” balas Ayra tanpa berbalik dan malah kembali berjalan mendekati satu bangku yang terletak tepat di samping Chika yang asyik memainkan game di handphonenya. Airin sendiri yang masih bisa melihat Ayra, terlihat kebingungan. Sikap aneh Ayra membuatnya berulang kali mengarahkan tatapan ke dalam melalui jendela kelas. Sikap yang aneh itu, jelas menghadirkan kecurigaan di diri Airin. Tak pernah ia melihat wanita itu di kehidupannya selama ini. namun nama Ayra seakan tak asing untuk ia terima. Seakan satu nama itu pernah masuk menyentuh gendang telinganya namun hingga sekarang, Airin masih belum mampu mengingatnya. “Ada yang bisa aku bantu?” Pertanyaan Vino menarik senyuman di bibir Airin. Mencoba menepis perasaan anehnya akan sikap Ayra dan mulai memfokuskan diri ke niatan semula. “Ada yang aku ingin tanya, ada waktu gak?”                 “Sama aku?” Airin mengangguk pelan. “Aku harus masuk kuliah, tapi kalau mau nunggu, ya … nanti selesai kelas hari ini aku sama Tarra nemuin kamu deh.”                 “Jangan! Tarra jangan sampai tahu!”                 Cegahan Airin memang jelas membuat Vino bingung bukan main. Dia tidak mungkin menyembunyikan pertemuannya dengan Airin. Baginya, Tarra sudah seperti abang buatnya. Dan hampir seluruh kejadian keduanya saling bertukar cerita. Termasuk perasaan Tarra yang sebenarnya pada Airin selama ini.  Airin yang sudah dua jam menanti di tempat duduk dekat dengan lapangan futsal, akhirnya lega saat melihat Vino hadir mendekat. Penantian yang cukup membosankan, dan sempat membuatnya ingin pulang akhirnya berakhir. Vino yang hadir membawakannya sebotol air mineral, langsung diterima Airin sembari tak lupa mengucapkan terima kasih.                 Beberapa menit awal, keduanya saling diam tanpa mencoba mengusik ketenangan yang hadir. Airin sendiri terlihat bingung. Semua rancangan kalimat di kepalanya, buyar berganti kebingungan. Ada rasa takut yang hadir akan bocornya pertemuan ini ke Tarra. Walau sebenarnya di sisi lain, Airin juga merasakan bahwa semua ini sia-sia. Keduanya begitu dekat. Dan rasanya mustahil jika Vino mau memberitahukannya semua yang ia inginkan. Termasuk siapa yang akhir-akhir ini dekat dengan Tarra. Jika memang ada.                 “Tarra gak tahu kan kita jumpa?” Satu kalimat awal yang langsung disambut Vino dengan gelengan kepala.                 “Ada masalah apa sampai Tarra gak boleh tahu?”                 Airin menghela napas panjang. Mencoba menetralkan perasaannya yang masih tak tenang. Dia menyadari, sikapnya kali ini bisa saja membuat Tarra marah padanya. Karena secara tidak langsung, Airin sudah menjelekkan namanya dengan bertanya yang tidak-tidak tentang dirinya ke Vino. Vino pasti berpikiran yang tidak-tidak. Namun, Airin sudah tidak kuat menahan segalanya. Sikap Tarra berubah. Dan dia merindukan Tarra yang dulu.                 “Vin, apa akhir-akhir ini Vino lagi dekat sama wanita lain selain aku?”                 Raut kaget hadir seketika di wajah Vino. Menundukkan kepala seakan mencoba menyembunyikan ketakutan yang teramat sangat di dirinya. Sikap aneh yang ditunjukkan Vino, semakin memperkuat dugaan di diri Airin bahwa ada yang tak beres selama ini di diri Tarra.                 “Vino?”                 “Gak ada!” jawab  Vino singkat tanpa melihat ke Airin.                 “Jangan bohongi aku, Vin.”                 “Tarra dekat sama siapa saja. Jadi gak perlu dicruigain juga, Rin.”                 “Tapi yang special, ada?”                 Pertanyan Airin semakin menyudutkan Vino. Andai saja ia tahu bahwa pertanyaan menjebak itu akan menghantamnya, ia pasti tidak akan menyetujui pertemuannya dengan Airin hari ini. dengan seribu alasan, dia pasti langsung menolaknya.                 “Apa … Ayra yang tadi?”                 Tebakan Airin membuat Vino menatapnya tak percaya. Garis-garis wajah yang aneh, membuat Airin semakin yakin akan wanita yang tadi ia temui. Sikap Ayra yang langsung melangkah masuk ke dalam kelas, kembalu terulang di memori kepalanya. Membuatnya semakin yakin bahwa ialah yang merusak segalanya. Menarik Tarra yang begitu peduli padanya, hingga menjadi TArra yang cuek seperti sekarang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD