Ke-2

1334 Words
Rapat hari ini di mulai sejak satu jam yang lalu. Kini setelah mendengarkan Tim lain, giliran ku menjelaskan tentang sitkom yang telah aku buat. Dalam rapat kali ini ada juga Mbak Naya dan Mas Bumi Direktur utama dan wakilnya. "Baik untuk sitkom yang akan ditayangkan untuk season baru besok judulnya adalah Kampung sengklek. Kampung dengan segala problematiknya. Jadi, kalau biasanya dalam sebuah sitkom yang diambil dari pusat cerita adalah tentang kehidupan masyarakat secara sosial. Kali ini akan diambil lebih banyak sisi dan sudut pandang. Tentang kehidupan percintaan, sosial, keluarga, persahabatan dan banyak lagi. Dan akan ada Gap status sosial di sini nanti. Juga untuk memperluas target penonton di sitkom ini akan dipusatkan pada plot-plot yang di ambil dari sisi dewasa juga remaja. Bisa dibaca untuk tiap plotnya di kertas yang saya berikan tadi." Kataku seraya menunjuk kertas perencanaan yang aku buat. Semua membaca kertas yang aku berikan tadi, kecuali Mas Bumi dan Mbak Naya yang sudah membaca detail lengkapnya. Tentu saja mereka sudah mengetahui lebih lengkap. "Akan saya jelaskan ya. Sudut pandang Agus dan Reina misalnya, ini untuk target pemirsa dewasa. Di sini kita akan ulas bagaimana perjuangan Agus untuk kembali mendapatkan cinta pertamanya yang saat ini sudah menjadi janda dan punya tiga anak yang bahkan sudah cukup dewasa. Ada Uji 21 tahun, dan si kembar Eci dan Uci yang berusia 18 tahun. Untuk menarik penonton Remaja, akan ada kisah dari Tata dan Yuna, awalnya mereka sama-sama sakit hati karena orang yang mereka taksir memiliki kekasih. Lalu akhirnya keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan. Dari sisi sosial, salah satunya akan ada adegan Pak Jun alias Rt dari kampung yang marah karena, saat ia pada sama Pak Rw untuk melakukan penyemprotan nyamuk malah di tolak. Sampai akhirnya, ada warga yang terkena DBD baru dilakukan penyemprotan nyamuk. Di sini pasti enggak banyak masyarakat yang tau kalau penyemprotan nyamuk DBD biasanya baru dilakukan kalau ada masyarakat yang sudah terkena DBD. Jelas kita juga selipkan sindiran sosial terhadap kinerja pemerintahan. Kenapa harus menunggu korban baru di lakukan penyemprotan?" Aku menjelaskan seraya memerhatikan orang-orang yang kini mendengarkan dengan serius sesekali mengangguk. "Dan untuk keluarga dan pendidikan, contohnya akan ada adegan di mana Guru dari anak-anak SMU Bintang Jaya meminta murid-muridnya untuk memberikan kado bagi orang tua mereka di hari valentine. Edukasi kaya gini udah jarang sekali di sekolah-sekolah kita sekarang kan? Memberikan perhatian pada orang tua, yang di tekankan dalam sistem pendidikan kita adalah target. Semua tentang nilai, nilai matematika, nilai kimia, fisika dan lain-lain. Lalu nilai sosialnya mana?edukasi untuk sopan santun dan empati anak-anak kita mana? hmm, yang jelas dalam sitkom yang saya buat ini. Saya ingin membuat sesuatu yang enak disaksikan juga bisa didapatkan nilai edukasinya, sekian Terima kasih." Suara tepuk tangan dari Mbak Naya diikuti oleh Mas Bumi. Kemudian yang lain kecuali Intan. "Kaya gitu memang gampang sih di buat. Yaa, cuma apa bisa tercapai target penontonnya? Dan cerita kaya gitu terlalu padat bisa bikin penonton bingung." Gampang katanya? Enggak tau dia dua minggu aku sampai migran mikir ide dasar doang. "Tentu ini akan di dukung oleh undur lain. Artis, lokasi dan banyak lagi. Kalau di buat dengan perencanaan yang baik. Enggak akan ada yang buat bingung. Saya rasa bukan mustahil kalau ini akan jadi sitkom yang bisa benar-benar sukses nanti." tentu saja aku harus percaya diri. Cerita yang kuambil kali ini bukan hanya cerita romantis. Akan ada banyak pesan dan juga komedi yang di sajikan. Akan ada haru dari sisi kekeluargaan. Semua akan diramu jadi satu. Aku harus percaya dengan penanganan yang baik sitkom yang aku buat bisa menjadi salah satu sitkom yang digemari. Semoga ... Saat Mbak Intan sibuk menatap dengan kesal semua jawaban yang aku lontarkan. Aku bisa melihat kalau Jodi, Rara dan Nita menikmati perdebatan kami. Ya, seenggaknya aku bisa membela diri dari orang yang selama ini menilai aku rendah. Buktinya dalam waktu singkat aku bisa nikung dia dan naik jabatan. Bukan aku sombong, hanya saja sejak dulu Mbak Intan selalu saja bersikap seolah aku adalah musuh. Ketua Divisi kreatif sebelumnya Mas Arga juga mungkin sudah jengah dengan pertikaian kami masalah program. Bukan kami sih, lebih tepatnya Mbak Intan. Aku selalu rasional, kalau materi mereka bagus ya oke-oke saja. Kenapa aku harus menolak program bagus yang mungkin akan meningkatkan rating dan juga pastinya pendapatan perusahaan? Rapat kami selesai semua program dapat approve dari Mas Bumi dan Mbak Naya. Aku berjalan ke luar ini jam makan siang dan aku memang lebih sering memilih makan di luar supaya bisa video call Saga. Aku melangkah ke luar ruangan rapat seperti biasa diintili Rara, Nita dan Jodi. "Ngapain sih ngikutin gue?" tanyaku kesal. Jodi tersenyum, "Gue seneng banget waktu Lo tadi smash setiap ucapannya Mbak Intan." "Apalagi pas lo dengan pedenya bilang bakal jadi sitkom terbaik." Rara menimpali. "Gue bilang mungkin ya, mungkin." Ku tekankan kata itu. Aku tak mau terlihat besar kepala hanya karena merasa konsep yang aku tawarkan baik menurutku. "Gue traktir yok Mbak, " ajak Nita. "Gue mau makan di luar. Udah ya, bye." Aku berjalan cepat kemudian meninggalkan ketiga orang itu. Aku makan di luar supaya bisa dengan bebas menghubungi Saga. Bisa ngambek dia kalau aku enggak video call di jam makan siang atau paling tidak aku vicall dia waktu di toilet. Gila sih memang tapi, ya cuma di toilet tempat paling aman meski aku harus bicara bisik-bisik karena takut ada orang lain. Aku menuju tempat parkir, aku selalu datang pagi-pagi untuk mendapatkan tempat parkir tak jauh dari pintu masuk. Segera melajukan si ungu milikku menuju salah satu restoran cepat saji. Tak lama karena lokasinya tak jauh. Segera memesan makan siang dan tak lupa satu kopi jeli kesukaan. Menurutku ini enak sih cuma dua puluh ribu lebih sedikit dibanding kopi-kopi mahal lain. Pesanku selesai, segera mencari posisi duduk yang nyaman. Setelahnya segera aku ambil ponsel dan menghubungi suamiku. Dengan segera Saga menerima panggilanku. Aku melihatnya di studio ganteng maksimal, dengan earphone putih yang aku beli sebagai kado untuknya bulan lalu. "Assalamuallaikkum, Cinta," sapanya dengan nada yang lebay. "Waalaikumsslam Saripudin," sahutku sambil menikmati santapan. "Saripudin siapa Bambang?" "Pacarnya Cinta," jawabku asal. "Pacarnya Cinta itu Rangga." Ia mengarahkan kamera ke setiap sisi di studio. Bisa kulihat ruangan studio yang kosong. "Kok berubah jadi Rangga? Bukannya Saripudin?" Ia menatapku kesal lalu tersenyum. "Udahlah, capek sama lo mah enggak pernah bisa dirayu. Makan apa itu?" "Nasi ayam sama kopi. Kamu enggak makan?" "Anak-anak aku suruh beliin makanan. Aku pingin nasi padang pakai ayam bakar. Nanti pulang cepet kan?" Aku menggeleng, mengunyah makanan dulu sebelum berbicara. "Ada rapat sama anak-anak bagian produksi," jawabku. Aku bisa melihat jika Saga kecewa. Hanya saja rapat kali ini benar-benar di luar prediksi. "Bilang apa gitu biar bisa pulang cepet. Malam jumat nih." "Ih, gue udah bilang lho tadi ke Mas Bumi kalau gue tuh mau yasinan." Sontak Saga ngakak, sialan emang. Ketawanya cukup kenceng dan ngagetin sampai pelanggan yang duduk tak jauh dariku menatap dengan tatapan aneh. "Bisa santai enggak sih ketawanya?" "Alasan kamu enggak ada yang lebih berbobot?" "Ya, apa coba?" Aku bertanya siapa tau ia bisa dapat ide yang lebih baik. "Arisan kelurga," jawabnya. "Itu mah kamu jaman SMA kalau mau cabut." "Ya kan cabutnya sama lo dulu." "Iya kan kamu yang ngajarin aku nakal." Saga melirik dengan wajah yang menyebalkan. "Iya, dong kalau bukan kamu yang aku ajak nakal siapa lagi? Kan pacar jaman SMA kamu doang." Saga dulu sering cabut sekolah. Gilanya dia ajak aku buat nemenin dia cabut. Bodohnya, aku mau-maunya dia ajak kabur dari sekolah cuma buat main di timezone. Sialan, kalau diinget. cuma kalau waktu diulang aku bakal tetap cabut sama Saga. "Jadi, hari ini enggak bisa pulang cepat?" kali ini ia bertanya serius. "Maaf ya Ga besok sabtu minggu waktu buat kita berdua. Hmm?" "Oke enggak apa-apa gue udah terbiasa jadi nomer dua." "Saga ..," rengekku. "Jangan gitu ih." "Iya, maaf. Yaudah, makan dulu sana." Aku meletakan ponsel tanpa mematikan panggilan telepon kami. Aku bisa melihat ia sibuk juga dengan segala peralatannya. Saga jadi serius banget kalau lagi aransemen lagu. dia juga suka banget bikin lagu, meski suaranya kacau. Tapi, lagu buatan Saga bagus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD