Sudah kuduga tak ada kata sebentar jika rapat bersama bagian produksi. Semua dibahas hingga bagian terdetail yang tak akan kuberitahu dulu. Entahlah, aku tak terlalu percaya dengan pembicaraan ini yang terksesan disepelekan. Apalagi aku rasa Mas Bumi enggak merasakan itu deh. Sejak tadi dia sibuk dengan ponsel, yang aku tau dia single tapi melihat gelagat yang ia lakukan saat ini aku merasa kalau ia punya pacar deh. Ish, bisa-bisanya dia kejam sama anak di beberapa divisi yang katanya enggak boleh punya pasangan, dia malah asik terbuai dalam romansa. Terus buat apa rapat in9? Tameng biar dia enggak pulang ke rumah? Atau gimana sih?
"Jadi sih gue rasa konsep sitkom lo ini kurang mateng deh Res. " Mas Hendra si kurus dengan jenggot putih andalan yang selalu buat ia terlihat berwibawa.
"Konsepnya enggak mateng gimana ya Mas?"
"Ceritanya terlalu rapet, terlalu banyak tokoh dan plot. Gue lebih setuju kalau sitkom ini dibagi jadi dua sitkom," Lagi pembahasan ini sudah tiga kali diutarakan.
Aku melirik Mas Bumi. "Mas Bumi?"
"Hmm?" Kini ia meletakkan ponsel, lalu mulai memerhatikan.
"Lo kan bilang kalau sitkom ini cuma punya waktu satu jam 'kan? Dan lo udah setuju sama konsep yang gue bilang ke lo."
"Gue setuju sama Reres, kalau semua premis itu dijadikan satu plot ." Mas Bumi buka suaera.
Lalu sekarang Mas Hendra yang terpaku dan meletakan tangannya di bawah dagu. Seolah mencari jawaban untuk menentang ucapan Mas Bumi.
"Gini, gini, gue sih setuju ini dibagi untuk bagian remaja dan keluarga mereka dipisah." Kak Reza Reza bagian skrip, si botak ala profesor yang menurut gosip rambutnya rontok karena film trailer terakhir yang ia garap.
"Loh kalau gitu enggak sesuai keinginan dan konsep gue dong?" aku protes lagi entah ini sudah yang berapa kali. "'Kan Mas Bumi itu maunya dalam satu keluarga itu bisa nonton bareng. Jadi, semua bisa duduk sama-sama sambil nunggu tokoh yang mereka tunggu."
Tatapan mereka ragu, sementara aku sudah naik pitam. Sialan kok makin sengit gini?
"Kalau gitu lo kurangin deh premisnya kebanyakan tuh dalam satu cerita ada premis sebanyak itu." Kata Mas hendra masih tak mau kalah.
Aku melirik mas Bumi yang saat ini asik meneguk kopi dingin miliknya. Bantuin kek, apa kek. Sebel banget.
"Aaah." desahnya puas setelah merasakan kopi barusan. "Bilang aja lo enggak bisa bikin skripnya kan Za?"
Jleb! kok Kak Reza yang ditanya aku yang tertohog? Keren emang Mas Bumi. Satu pertanyaan buat kedua orang yang dari tadi berdebat diam seribu bahasa. Kenapa enggak dari tadi coba?
"Banyak kok model sitkom kaya gitu dengan banyak premis dan hasilnya oke-oke aja. Ini masalah kemampuan penyampaian aja sih." Mas Bumi melirikku. "Lo mau ganti tim buat produksi?"
"Aku mau yang bisa diajak kerja sama dan paham cara penyampaian nanti. Aku akan di sini cuma buat garis besar cerita dan beberapa plot utamanya." Ku tekankan itu seraya memerhatikan kedua orang di hadapan kami.
Mas Bumi mengangguk. "Kalau kalian enggak bisa, gue minta tolong si Puput aja."
"Eh, bisa-bisa Mas." kata Mas Hendra yakin. Bisa kayanya, setelah mau diganti.
"Gini lho, lima bulan itu cepet. Lo tau kan, gue selalu kasih jangka waktu lumayan lama untuk program yang bakal gue utamakan? Nanti tau-tau Natal terus, Tahun Baru. Dan tau-tau Februari. Gue enggak mau nunda. Kita juga belum cari cast buat sitkom ini. Kalau kalian bisa gue oke, kalau enggak bisa ya kalian mundur. Gue kasih ini job buat timnya puput. Gue suruh anak FTV deh yang ngerjain." Mas Bumi berbicara dengan nada yang biasa saja namun jelas dan penuh penekanan.
Salut sih sama sindirannya Mas Bumi meskipun telat karena aku terlanjur geram terus di remehkan. Enggak masalah sih kalau kata-kata atau pertanyaan yang mereka ajukan itu berbobot dan memang sesuai konteks. Hanya saja, sejak tadi yang mereka katakan itu hanya sebatas omongan untuk mengulur waktu dan buat aku ingin menyerah dan akhirnya membagi dua sitkom ini. Jangan adu keras kepala sama Reres deh, belum tau mereka keras kepalaku kaya apa. Keras kepalaku itu cuma runtuh saat Saga ngerayu dan Waktu malam Suamiku itu minta cumbu.
Pembicaraan kami selesai tepat di pukul 21:45 Saga bilang aku harus mau dijemput kan? Tapi ii kan cuma telat sebentar? Aku berjalan menuju parkiran bersama Mas Bumi yang juga memarkirkan mobil tak jauh dariku.
"Bareng Res?"
"Gue bawa mobil Mas.'
"Oke deh, happy Holiday ya."
"Holiday?" aku bertanya bingung.
"Besok tanggal merah. Makanya tadi gue sengaja ajak lo rapat hari ini. Met yasinan ya." Tangannya melambai kemudian berjalan menuju mobil miliknya.
Ada rasa malu sendiri waktu Mas Bumi bilang selamat Yasinan ya. Aish, Aku berjalan masuk ke dalam mobil, lalu menghubungi saga.
"Udah pulang?" Tanya Saga khawatir.
"Assalamualaikum," sapaku.
"Waalaikumsalam, Kamu di mana?' tanyanya.
"Udah mau otw pulang. Aku pulang ya?"
"Yakin bisa sendiri? Pakai kacamata. Lo kan rabun ayam."
"Sialan, yaudah ketemu di rumah ya Ga?"
"Hmm, ati-ati sayang."
"Oke bebih Love you."
"Hmm love you more."
Aku mematikan panggilan lalu menyalakan mobil dan mulai melajukannya. Malam ini Jakarta masih ramai sekali. Sementara perjalanku masih panjang hampir satu jam lebih untuk sampai rumahku yang berbatasan dengan Jawa Barat. Rumah kami memang jauh dan masih sangat kental dengan nuansa kampung. Hanya saja, aku suka terasa lebih nyaman saja, Meski sering jadi omongan tetangga karena jarang sekali memiliki waktu untuk berkumpul dengan tetangga.
Karena jalan yang tak terlalu ramai aku sampai di rumah kurang dari satu jam. Aku kini telah sampai di depan pagar. Malam ini lampu rumah masih gelap. Apa Saga masih belum pulang? Atau ada sesuatu yang buat suamiku itu harus ke luar rumah? Aku terpaksa membuka pagar sendiri, lalu memasukan mobil dan kembali menutup pagar.
Setelah memarkirkan mobil aku berjalan ke dalam. Aku melihat mobil Saga yang terparkir, motor kami juga ada di sana. Apa suamiku itu naik ojek? Bahkan ia belum menyalakan lampu rumah. Aku berjalan masuk, pintu rumah kami tak terkunci, aku melangkah masuk lalu masuk ke ruang tengah. Tepat saat itu lampu menyala, Saga muncul dari balik tangga membawa sebuah cake dan itu cake kesukaanku tiramisu. sungguh apa yang dilakukannya buat aku terkejut.
"Happy anniversary istriku." ucapnya seraya berjalan mendekat.
Sungguh kejutan dari Saga buat aku sumringah. Aku bisa melihat tulisan Happy Aniv ke-4 di atas kue. "Ini aniv kita ya Ga?"
Ia mengangguk. "Lupa kan lo? pasti, kebiasaan emang."
"Maaf." rengekku jujur aku merasa bersalah karena tak banyak mengingat hari bersejarah dalam hubungan kami. Sejak bekerja Saga yang melakukan itu. Aku rasa kini jadi perempuan paling enggak peka di muka bumi ini.
"Semoga kita langgeng," Saga mulai mengucap harapannya.
"Aamiin sampai semati-semati sehidup-sehidup." itu doa khususku. aku ingin kami jadi pasangan yang tak sehidup semati. Kalau begitu berarti yang satu hidup dan yang lain mati kan?
"Semoga Reres makin sayang sama Saga. Suaminya yang paling ganteng."
Aku terkekeh, "Aamiin. semoga Saga juga makin sayang sama Reres yang paling?" aku menoleh padanya.
"Semok." ia menjawab kemudian terkekeh.
"Saga." rengekku lagi. "Yang cantik gitu apa kek.'
"Reres perempuan yang terbaik dalam hidup Saga."
"Aamiin."
"Ya, meski gue masih yang nomer dua." ia terkekeh lagi dan aku hanya membecik, Saga lalu menarikku dalam pelukannya. Lilin mati saat itu.
"Kelamaan kita doanya." kataku.
"Banyak protes sih kamunya." Saga kemudian meletakkan Cake di meja.
Kami duduk bersama menikmati cake yang Saga beli. Ia sesekali kecup kening dan bibirku. Empat tahun lalu pernikahan kami diadakan di bali. Tak banyak yang hadir kecuali keluarga kami berdua. Sejak hari itu aku resmi jadi istri kakak kelas yang duluan jadi idola ini.
"Aku mandi dulu ya Ga," ijinku.
"Gue mandiin yuk.''
"Aish, lama kalau mandi sama Lo ah." Aku protes.
Kalau mandi bersama Saga ya enggak cuma mandi pasti akan jadi mandi plus plus. Dan aku enggak suka main di air.
"Ya enggak apa-apa. Gue udah beli Bluemoon." kemudian ia terkekeh.
"Habis mandi deh ya, hmm?"
Saga mengangguk. "Aku tunggu di kamar."
Aku kemudian berjalan ke kamar mandi terlihat kalem mungkin, Padahal aku juga sama inginnya. Aku buru-buru mandi membersihkan semua hingga benar-benar bersih dan wangi mengenakan baju kurang bahan nan menerawang yang aku beli online dari luar negeri. Setelahnya,mengenakan minyak wangi untuk setiap bagian tubuh yang penting. mencukur yang harus di cukur, aku bahkan mengeringkan rambut meski kubuat setengah basah. Tubuhku tak ideal, jadi kupikat Saga dengan wewangian yang sensual. Tentu saja memuaskan Saga jadi kewajibanku kan?
Kembali berjalan ke kamar Saga duduk dan membaca artikel dari ponsel miliknya. Ia tersenyum saat aku berjalan mendekat lalu duduk di sampingnya. Ku ambil ponsel milik saga.
"Neon Nekoya."
(kamu milikku)
Kemudian kami adu cumbu. Dimulai dari saling melembabkan bibir, hingga buat bibir kami jadi basah satu sama lain. Aku atur napas tak ingin kalah dengan cepat. Aku ingin dan suka mendominasi. Meski kadang suka juga di d******i. Seperti saat ini, aku tau Saga ingin terlihat unggul. Aku biarkan ia bergerak sesukanya, Saga suka suara bising hingga lenguhan-lenguhan buat ia semakin liar. Setelah puas mempermainkan ku ia kembali menatapku.
"You know baby?"
"Hmm?" tanyaku tahan hasrat.
"Kamu cantik malam ini."
"Dan kamu aarrghh malam ini." kugerakan tangan seperti ingin mencakarnya.
Saga tersenyum seraya bersiap dengan posisinya. Setelah itu ia bergerak buat aku terhentak, Saga gila! Dia sellau bisa buat hasratku menuntut, hingga tanganku jambaki rambutnya, lalu bibirku cumbui bibirnya. Pekikan dan desah tak bisa aku tahan, bahkan terkadang sumpah serapah buat ia makin gila dan Liar. Lalu hentakan terakhir buat aku nyaris berteriak.
Malam ini kami buat ribut di rumah, tak masalah ini juga buka masa suburku. aku akan biarkan Saga berlaga di tengah pertarungan hasrat kami berdua. Menggila dalam cumbuan yang tak ingin kalah satu sama lain.
.