Ten

1433 Words
"Eerrgghh...," Suara rintihan mendayu-dayu memenuhi indera pendengaran Dony. Sesaat ia memperhatikan, suara itu berasal dari birai Yunia yang sedang tidur sambil meringkukkan badannya, seakan gadis itu sedang mencari penghangat tubuhnya yang ia rebahkan diatas koran-koran bekas. Dony jadi cemas, tak pernah ia melihat seseorang menggigil sehebat ini. Tadinya ia fikir Yunia tahan tidur di lantai yang baru saja di terpa hujan deras. Memang sih, angin malam ini jauh lebih dingin dari biasanya. Bahkan Dony saja merasa kewalahan menghalau angin. Berkali-kali ia merapatkan jaketnya supaya gak masuk angin. Dia lupa kalau sekarang ada orang selain dirinya yang mesti ia jaga Dony terjongkok di samping Yunia. Tangannya mendorong bahu Yunia agar gadis itu bangun "Yun, Yun bangun!" lirihnya takut-takut. "Lagi sih tadi. Udah hujan masih ajah maksain nghabisin es krimnya. Jadi mengigil ginikan lo, lagi kenapa lo suka banget sakit sih," Ia justru menggerutu. Sebenarnya Dony kecewa pada dirinya sendiri. Musim hujan gini, ia malah sempat-sempatnya memberikan Yunia es. Dony beli karna pas pagi hari cuaca cukup cerah tapi siang berlanjut sampai malam hujan seakan tidak mau berhenti. Inipun baru reda sekitar satu jam yang lalu, Dan otomatis tempat mereka jadi tak layak untuk di tiduri Ia menyeritkan alisnya, Mengingat kembali 'Tadi siang cewek itu gakpapa. Malah kita sempat bersenda gurau setelah aku selesai menjadi porter, udah malem gini malah sakit. huuff' Dony berniat meletakkan tangannya di kening Yunia, belum sempat merasakan hawa tubuh Yunia. Yunia sudah mencengkram telapak Dony "Kak," Ia terlihat begitu menyedihkan, bahkan matanya yang selalu nampak berseri kini terlihat menyimpan kepedihan "Kata Kakak, Ibu bakalan cari aku gak,ya?!" Satu pertanyaan yang tidak mampu Dony jawab. Bahkan ia tidak mengerti bagaimana menjawabnya. Hatinya merasa sakit yang Yunia rasakan seakan gadis itu langsung mentransfer penderitaannya Dony jadi terduduk, ia termanggu. Sesaat ia jadi menghempaskan dirinya untuk terduduk di lantai "Gimana,ya" itu juga yang Dony inginkan. Ayahnya mencari dirinya juga. Untuk membohongi Yunia ia tersenyum tipis "Pastilah, gak ada ibu yang gak sayang sama anaknya. Iyahkan" ujar Dony diplomatis. Yunia terdiam, wajahnya nampak murung "Lo kenapa lagi. Nyesel karna udah kabur?!" selidik Dony. Yunia menggeleng, "Tapi dia bukan ibu kandung aku!" "Hah, apa?" Rasanya telinga Dony jadi kurang peka. Ia sampai mendekatkan dirinya ke Yunia "Kakak pasti tau kabar yang beredar di sekolah kalau aku dan Maura bukan adik-kakak kandung. Semua itu betul kak, ia adalah adik satu ayah tapi bukan satu ibu" beber Yunia sambil bangun. "Oh," gumam Dony kini ia tahu jawaban dari segala pertanyaan yang berputar di otaknya selama ini. Tapi ia tak akan mungkin mengatakannya pada Yunia "Yah, terus kenapa. Anak sambung bukan berarti gak di sayang dong. Gue yakin kok sekarang beliau lagi mencemaskan lo" "Semoga ajah, Kak" cicit Yunia hambar "Hm," Dony membuang nafas kasar. "Kayaknya kita gak bisa tinggal disini lagi" katanya sembari melihat sekeliling "Kenapa emangnya, Kak?!" "Selain karna disini suka bancret pas hujan, lagi juga tadi gue di kasih tau kalau di pasar gak boleh ada seorangpun saat malam, mungkin mereka takut barang dagangannya hilang" beber Dony, kalau dirinya sendiri. Ia tidak masalah. Yah paling lagi enak-enak tidur tiba-tiba ia harus lari dari kejaran penjaga pasar. Tapi kini ia mencemaskan Yunia Matanya melirik ke gedung yang terbengkalai. Gedung yang tadinya berencana untuk di bangun pasar modern-tapi karna demo para pedagang serta gagalnya mendapatkan ijin dari pemerintah setempat akhirnya bangunan setengah jadi itu ditinggalkan begitu saja "Gimana kalau kita tinggal disana?" ia melirik ke Yunia bergantian melirik ke gedung itu. "itu, Kak" sahut Yunia sambil menunjuk gedung matanya melotot bahkan suaranya jadi kencang seolah ia sedang tidak sakit "Hm, Gimana?" Yunia menggeleng keras "Gak mau. Angker, aku takut" ucap Yunia dengan menggidikkan tubuhnya seolah betul-betul ketakutan. Dony menyeringai disertai gelengan kepalanya "Ngapain takut sama yang begituan, Heh, hantu itu gak nyeremin, yang serem itu manusia-manusia yang gak bertanggung jawab. Contohnya para orangtua yang dengan sengaja membuang anak mereka dengan alasan malu" ia terus saja berceloteh tanpa melihat wajah masam Yunia "Kamu lagi nyindir ibu aku,ya?" tanya gadis itu berubah jutek "Eh," Dony kaget. Bahasa mana yang dikira menyindir ibunya. Gak taulah ini cewek sensitif banget kayak wajan baru tau gak. Gak boleh lecet dikit langsung hilang deh tuh cantiknya "Bodo amatlah, gue gak urus lo mau ngambek kayak gitu terus apa enggak" ia bertolak pinggang sambil berdiri angkuh Yunia juga ikut berdiri "Aku tau kok, mana mungkin sih Kakak itu benar-benar peduli sama aku, buktinya baru begitu udah keliatan gak ikhlasnya. Aku ajah yang terlalu berekspetasi lebih kalau Kakak akan baik banget sama aku" Hossh... Hossh... Kecepatan ngomong sampai ia baru bisa menarik nafas setelah nyerocos panjang lebar kayak tadi. Dony berbalik, saat ingin tertawa dengan bibir Yunia yang cembetut. Tapi kalau dia tertawa di depan Yunia, cuma akan ada dua kemungkinan. Yang pertama cewek itu akan marah-marah dan bilang "Ngapain ketawain aku?" Atau... Dia yang dicap gak serius, inikan Yunia sedang menghinanya dengan sebutan gak ikhlas. Minimal dia harus keliatan marah dong! 'Katanya takut sama hantu, tapi dia lebih galak dari kunti sama siapa lah itu... Gak gue gak boleh jiper, harus keliatan kalau gue marah juga sama dia,' Dony ingin berbalik, baru menyusun kata ingin membalas ucapan Yunia tapi Yunia sudah memunggunginya "Ya udah kalau emang mau pindah ayok" cewek itu sudah memunggut semua koran-koran yang tadi menjadi alasnya tidur. Yunia cuma ingin melanjutkan tidurnya dimanapun itu. Bahkan di samping kuburan juga yah terserahlah, dia udah gak ada harapan lagi untuk hidup nyaman "Loh kok," Dony menggaruk kepalanya. Kenapa jadi gini deh, kenapa jadi dirinya yang seolah di setir oleh Yunia *** "Tapi gedung ini gak ada tangganya, ada sih cuma udah rusak duluan, tadi siang gue lihat. Kalau lo lewat situ yang ada lo bakalan jatuh" Dony gak ada maksud menghina bentuk tubuh Yunia, hanya kalau kenyataannya kayak gitu dia mau bilang apa. Dony juga mau jujur kalau tangga yang di bangun itu terlihat rapuh dan bisa ambruk kapanpun itu. Yunia menelan salivanya kasar. Di lantai satu tepatnya di depan matanya saja terlihat sangat menakutkan, gelap gulita seakan tak ada kehidupan. Tapi Dony malah mengajaknya ke lantai empat paling atas "Nah kita bisa pakai gondola ini untuk naik, gue, Eehh... gue udah periksa dan tali baja serta katrolnya masih bekerja dengan baik kok" ucap Dony sambil memeriksa perkakas bangunan yang mungkin di tinggalkan pemiliknya "Eh, ayok... Malah diem ajah" sambung pemuda itu saat melihat Yunia membeku ditempat "Kak, emang diatas gak serem, ini dibawah gini ajah serem banget, Kak" Yunia tanpa sadar jadi menarik jaket Dony. ia tidak ingin ditinggal Dony sendiri disini. "Udah gue bilang gak usah takut" Dony melihat-lihat tombol penghubung alat katrol, sepertinya ia bisa memakainya, lagi pula akinya masih berfungsi dengan baik. Meski tidak begitu pandai dalam bidang akademik, tetapi Dony sangat menyukai ilmu teknik mesin. Ia yakin hanya bermodal mengutak atik sebentar. alat itu bisa membawanya dan Yunia naik keatas "Kakak lagi apa sih?" tanya Yunai ikut terjongkok, Kenapa sejak tadi Dony tidak lanjut bicara "Gue lagi betulin alat ini, di beberapa titik tali kawatnya udah mulai berkarat. Kira-kira bisa gak,ya nampung kita berdua?" ia bergumam tak yakin. Sambil terus memindai alat itu dari berbagai sudut. Yunia hanya bisa menghembuskan nafas pelan. "Tadi lewat tangga takut rapuh, sekarang lewat gondola takut jatoh! Udahlah Kak kita gak usah sampai ke atas. Mungkin disini ajah bisa kita ting...." gadis itu menunjuk ke bangunan lantai satu. Ada bunyi jangkrik, kodok juga ada beberapa pasang mata yang seolah memperhatikannya dari dalam. Sampai membuat Yunia menarik telunjuknya, berganti dengan ia mencengkram bahu Dony "Kak... Kakak yakin mau disini?" suaranya bahkan bergetar "Iih, apa-apaan sih!" Dony menghempaskan tangan Yunia kasar "Kak tapi disini ada yang lihatin kita..." desisnya sangat pelan. Mau gak mau Dony bangun dari jongkoknya "Dari tadi lo tuh pengecut banget,ya. Kalau lo kabur dari rumah kayak gini jadinya. Lo harus siap ambil resikonya dong" ia menunjuk-nunjuk bahu Yunia. Yunia menggeram, tahan-tahan "Ya udah kita naik keatas. Aku gak takut" bahkan ia sengaja menaiki dagunya agar terlihat berani "Nah gitu dong. Gue yakin diatas itu gak segelap disini. Lo tau gak kenapa?" Yunia menggeleng, antara gak tahu atau malas jawab. Tapi pasti bikin Dony kesal "Duh, dijawab dulu kek!" "Males, ahk" kata Yunia sambil menggaruk pipinya dan mimik wajah yang males betulan "Huufftt... Itu karna diatas kita akan mendapat penerangan dari sinar rembulan. Gitu ajah gak tau..." sahut Dony nyolot "Oh,!" Tapi tanggapan Yunia sepertinya lebih menyebalkan 'Awas lo sampai diatas gue tinggal lo' Dony cukup yakin diantara mereka berdua cuma dia yang bisa mengaplikasikan benda itu untuk naik turun. Ia tersenyum puas dengan idenya. Rasanya gak sabaran lihat Yunia nangis diatas lalu dia dengan pongahnya berteriak dari bawah "Kalau mau turun loncat ajah sana!" Bahkan kata-kata itu sudah terlintas di benaknya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD