Twelve

1487 Words
Braakk... "Kak Dony, Kak..." antara takjub dan bahagia. Yunia terus memandangi Dony yang masih bisa selamat setelah terjatuh "Kakak semanget" Ia mengepalkan tangannya kuat. Spontan Dony menoleh dengan senyum tersunggil di bibirnya "Sebentar lagi gue akan naik keatas" teriaknya tak ingin Yunia merasa khawatir 'Aduh, punggung gue sakit. Apa karna gue terlalu sering bawa beras di panggul,ya' meski dalam keadaan genting tapi Dony tetap mengkhawatirkan tulang punggungnya. Sebagai atlet karate, setidaknya ia tidak boleh menderita sakit tulang yang berakibat terdiskualifikasi dirinya. Yah, Dony masih memiliki cita-cita menjadi atlet profesional Kembali kepada pria itu. Iapun begitu sulit Dony taklukkan. Melihat Dony memegangi punggungnya, ia langsung menghantamkan kakinya tepat kearah sana "Aahhkkk...!" Dony terpejam, rasa nyeri semakin terasa bahkan menjalar sampai ke otak. "Hahaha... Gimana?" tanya pria itu pongah. Kakinya tidak mau beranjak dari punggung Dony. Dengan kekuatan dalam. Dony meraih kaki pria itu, di pelintirnya kuat "Lo salah kalo mikir gue akan menyerah begitu saja!" "Ampun...!" pekik pria itu spontan Pelintirannya semakin kuat, ia bukan orang yang akan luluh hanya mendengar kata ampun yang keluar dari bibir lawan "Aahhkk, kaki gue!" "Kak Dony!" Yunia merasa kalau Dony terus melanjutkan ini hanya akan membuat pria itu pincang, Sebenarnya memiliki jiwa petarung sehebat apa Dony. Bahkan baru seperti itu saja, Yunia begitu merinding. Tidak pernah ia menyangka Dony seberingas itu. Atau selama ini ia hanya menyimpan jiwa iblisnya dengan kedok anak sekolahan 'Kak...!' lirihnya pedih. Ia seakan bisa merasakan rasa kesepian Dony, kalau tidak... Cowok itu tidak mungkin seliar ini Yunia terjongkok pasrah. Ia terus melihat Dony dengan egonya tak mau berhenti sebelum lawan-lawannya merasa jera. Traakk... Traakkk... "Eh,!" Yunia ingin berdiri namun terlambat, ujung bangunan itu rapuh, kakinya yang semula menginjak gedung jadi gagal berpijak. Ia luruh ke bawah. Beruntung Yunia masih bisa meraih pegangan "Kak, tolong!" suara Yunia begitu ketakutan. Ia mencengkram sisa bangunan dengan erat. Meski Yunia tidak tahu, sampai kapan ia bisa bertahan dalam posisi ini Begitu juga dengan dua pria yang sedang berkelahi. Merasa terdapat jatuhan puing membuat Dony mendongak "Yunia..." cowok itu jadi melepaskan pelintirannya di kaki musuh "Bertahanlah" teriaknya. Meski ia juga bingung harus bagaimana, tingkahnya menjadi panik. Mestikah ia menangkap Yunia dari atas. Tapi wanita itu memiliki postur yang besar dan Dony tidak yakin kuat untuk membopongnya. Entah apa yang ia fikirkan Dony malah mencengkram kerah baju pria tadi "Lo harus bantu gue!" pintanya tergesa. Pria itu menghempaskan tangan Dony kuat "Lo gilak!" hentaknya. Mereka bukan teman, terlebih tadi baru saja saling bertikai. Jadi atas alasan apa ia membantu Dony "Gue mohon. Kali ini ajah" mata Dony terlihat sangat serius. Ia sedang tidak ingin bergurau jika hal itu tentang Yunia "Gue akan pergi dari gedung ini, tapi tolong dia. Dia gak ada sangkut pautnya dengan kita" lanjutnya dengan tatapan memohon. Siapapun yang melihat-seseorang yang nuraninya masih bekerja dengan baik pastinya akan menyetujuinya. Seolah terhipnotis dengan tatapan Dony. Pria itu mengangguk "Aahk, Sial!" rancaunya tapi juga bersiap menangkap Yunia dari atas. Beruntung bangunan itu tidak begitu tinggi. "Woy bangun kalian pada" teriak Pria itu memerintah kedua temannya yang pura-pura pingsan. Sedang Dony terus memperhatikan Yunia, pegangan wanita itu semakin mengendur. Tubuhnya semakin turun. Dony meringis dengan kening berkerut Kedua pria yang tadi berhasil di lumpuhkan Dony bangun, Dony terangga seakan tidak percaya. Namun ia tidak peduli "Temen-temen gue gak akan mati semudah itu. Kita sudah ada di jalanan sejak kecil" ucap pria yang tersisa. Dony mengangguk kecil Yah, mungkin ia harus seperti mereka kelak, bisa bertahan dari kerasnya dunia jalanan. Begitu juga dengan Yunia Yunia? "Ayok cepet!" titah Dony. Ia memasang kuda-kuda. Untuk Yunia, ia sampai melakukan gencatan senjata sementara. Bahkan tanpa segan Dony memegangi lengan pria itu "Sebentar kita mau selamatin dia kayak gimana dulu nih?!" tanya pria yang kepalanya mengeluarkan darah akibat pukulan tang "Ahkk, masih pakai di tanya. Temen gue udah mau jatoh itu!" geram Dony seraya mengacak rambutnya. "Lo gak usah kesel. Diakan tadi baru ajah lo pukul kepalanya. Wajar kalau agak nghang" beber si ketuanya Pemuda yang tadi terjatuh malah terlonggo melihat keatas. Dony mengikuti arah pandang pria itu. Ternyata ia sedang melihat dalaman rok Yunia yang nampak jelas jika di lihat dari posisi ini "Lo lihat apa?" Dony menegur dengan tangan terkepal "Kalau sampai lo lihat lagi, gue colok mata lo" lanjutnya. Kontan membuat pria itu mundur teratur "Ahk, cowok gilak" sebuah panggilan tersematkan untuk Dony, katakanlah ia betul-betul gila. Gila berkelahi, gila menjadi pemenang. Tetapi lelaki gila itu juga adalah pria yang memiliki hati, wajah khawatirnya yang membuktikan jika Dony begitu peduli pada Yunia itu tidak bisa di pungkiri "Kak... Aku mau jatoh" peringatan Yunia seakan membangunkan jiwa heronya. Wanita itukan lagi sakit, ditambah jatuh, bagaimana nanti nasibnya. Hanya itu yang Dony fikirkan "Ayok..." tanpa sadar pria yang masih sehat itu menjulurkan tangannya. "Lo pegang tangan gue, kita akan tangkap dia secara bersamaan" tuturnya. Ia yakin tangan mereka cukup kokoh menampung tubuh Yunia "Hai cewek sekarang lo terjun deh" teriaknya ke Yunia, pria itu nyatanya tidak bodoh. Ia merunduk tak mau melihat dalaman Yunia kalau gak mau kakinya di pelintir Dony lagi "Kak..." "Yun, lo denger kata-kata diakan. Lepas pegangan lo, kita akan nangkep lo dari sini" teriak Dony kuat "Kakak yakin aku gak akan kenapa-napa?" Dony juga tidak yakin, tapi tidak ada salahnya mencoba bukan. Sebentar saja ia saling pandang dengan pria yang tersisa. Pria itu mengangguk "Yah, gue yakin kok. Sekarang juga lepasin pegangan lo" suruh Dony Dengan mengucapkan Bismillah, Yunia berusaha melepaskan genggamannya yang memang tinggal sedikit terkena keringat di tangannya "Kak Dony tangkep aku. Ahhhkkk..." jerit Yunia. Dalam hitungan detik ia mendarat sempurna di tangan Dony dan pria satunya lagi "Anjiiirrrr, patah tulang gue!" "Em," Dony mengeram dengan wajah begitu terpaksa. Mungkin seratus koyo gak bisa menampung rasa sakitnya "Eh, Kalian kenapa. Aku baik-baik saja kok, aku selamat" Yunia tersenyum bahagia, Ia gak mikir kali ini tubuhnya masih ada di gendongan dua orang laki-laki yang terlihat sangat tersiksa "Kak... Kak..." Yunia mengibaskan tangannya ke wajah Dony, berganti ke pria satunya lagi "Heran... Lagi gini masih sempet-sempetnya mereka tidur" kata Yunia *** "Hahaha... Hahaha... Jadi dari tadi kalian nahan sakit?" tanya Yunia takjub. "Aku kira kalian gak masalah gendong aku, untung aku di turunin sama dia" ia menunjuk pria yang tadi Dony pukul kepalanya. Dony yang melihat Yunia seolah berterima kasih jadi kesal. Ia menurunkan tangan Yunia. "Gue yang bantu lo. Perlu lo catet itu," "Oke... Oke, tuan gila ini yang paling berjasa. Sementara kita...," ia melirik kedua temannya dengan tatapan mengejek "Udah... Udah ngapain sih harus berantem. Kamu, kamu dan terutama Kak Dony. Makasih karna kalian sudah membantu aku" beber Yunia bahagia. Tidak pernah ia menyangka, hidup di jalan. Keluar dari zona nyamannya sebahagia ini Seenggaknya Yunia mengerti arti saling bahu membahu "Oh,ya kita belom kenalan" ucap Yunia polos. Dony membelalakan matanya dengan gelengan seolah berkata, "Gak perlu saling kenal" "Gue Egy" ucap pria yang kakinya dipelintir Dony "Yang lagi kesakitan karna jatoh dari atas gedung itu namanya Bio, Dan yang kepalanya benjol itu Lukman" ucapnya "Yunia..." Yunia mengulurkan tangan. Egy tersenyum, reaksi yang sama seperti Dony ketika melihat tangan Yunia yang bulat-bulat persis ulat bulu "Gue Dony, dan dia Yunia" ulang Dony sambil mengyingkirkan tangan Yunia dan berganti dengan tangannya yang keras Dilihat sekalipun Egy tahu, Dony begitu posesif ke Yunia. Dan gak mau Yunia di sentuh laki-laki lain *** Ke esokkan harinya, "Lukman belom juga bangun?" tanya Bio tercenang. Mau tidur sampai kapan dia. Dari semalam, sampai matahari sudah meninggi. Lukman juga belum beranjak sesentipun dari tidurnya. Otomatis membuat Bio ingin mengerjai Lukman Ia menyenggol pinggul Lukman menggunakan ujung kakinya "Aahk, bangke. Sialan" runtuk Lukman merasa linu karna di goyangkan "Lagi lo mau sampai kapan tidur?" Bio duduk di samping Lukman "Gue bukan mau tidur. Tapi gara-gara Dia. Badan gue rasanya hancur lebur tak bertulang. Bio meraup wajah Lukman, "Lebay lo... Baru gitu doang" cicitnya kesal. "Kita obatin dia gak, Kak?!" tanya Yunia bernegosiasi dengan Dony. kebetulan ia dengar Semenjak semalam akhirnya mereka melakukan kesepatakan bahwa daerah timur di miliki oleh Egy, Bio dan Lukman. Sementara sisi barat di kuasai Dony tentunya ditambah si imut Yunia. Dony melirik, " Gak usah" ucapnya berlanjut menenggak minumannya "Jangan gitu, Kak merekakan udah bantu kita" Perkataan Yunia membuat Dony menghentikan minumnya. "Mereka bantu lo" walau Dony terdengar jutek. Tapi ia tetap berdiri seraya menjulurkan tangannya "Kita lihat. Kita bisa bantu apa" ucap Dony. Nyatanya Lukman sedang di pijitin sama Egy. Ia memang memiliki jiwa setia kawan yang tinggi. Bagi Egy, menjaga para sahabatnya adalah suatu keharusan. Maka dari itu ia membantu Lukman meluruskan tulang-tulangnya yang bengkok Yunia dan Dony hadir di kubu sebelah timur. Sambil memasukkan tangannya ke celana Dony bertanya "Temen lo udah gakpapa?" Ia melirik ke Lukman sekilas. Di tubuhnya banyak terpasang koyo. Itu bikin senyum Dony tersunggil "Wah... Dia ngetawain lo, Luk" seru Bio sambil menunjuk muka Dony "Bacot lo,ya" Dony ingin menampar pipi Bio. Tapi cepat tangannya di tahan Yunia "Jangan Kak" lirih Yunia. Seharusnya Dony juga belajar arti kata toleransi. Bukan melulu menyelesaikan masalah dengan kekerasan, itulah maunya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD