Thirteen

1465 Words
Hari berganti hari, tidak terasa sudah satu minggu Yunia menjadi buron, hm... Ia sendiri tidak tau apa Pak Sultan dan para anak buahnya masih mencarinya atau tidak. Yunia hanya bersembunyi, bersembunyi dan bersembunyi... Tanpa pernah tau, hidupnya akan berjalan kearah mana. Ia merasa bisa membela diri, tapi ia juga takut pembelaannya tidak akan di dengar Keterombang-ambingan ini membuatnya putus asa. Hanya Dony harapannya. Entah sejak kapan ia merasa sangat bergantung pada pria itu "Yun... Kita maling yuk!" ide Dony membuat Yunia melotot tajam "Maksud kakak?" ucapnya ragu. Dia gak salah dengarkan. Pria yang lagi santai sambil makan kuaci itu ngajak dia melakukan kejahatan. Mereka memang masih dibawah dua puluh satu tahun. Tapi kalau ketauan mencuri mereka bisa di masukkan ke penjara anak Dony bangun. Ia duduk menghadap Yunia. "Iyah, biar kita bisa makan apa ajah yang kita mau sepuasnya, tanpa perlu mikir hari ini siapa yang makan enak" ada perjanjian antara ia dan Yunia. Dony akan memberikan jatah makan enak sekali dalam dua hari ke Yunia. Ia gak bisa setiap hari memberikan keinginan gadis itu. Upahnya sebagai buruh tidaklah memadai. Yunia menggeleng. Tidak, ia tidak ingin jadi hina hanya karna masalah perut. Yah, Yunia suka makan. Rasanya kebutuhan semua mahluk hidup itu di dirinya jadi dua kali lipat lebih banyak. Apalagi saat stress Yunia jadi sering kali mau mengunyah. Sebetulnya bathinnya tersiksa mengetahui dirinya cuma jadi lintah penghisap uang Dony. Tanpa melakukan apapun Yunia merasa tidak berarti Dan haruskah ia menyetujui saran Dony untuk mencuri. Memakan uang haram, memasuki setiap tetes aliran darahnya "Kalau lo mau... Malam ini kita bisa beraksi ke pasar. Gue liat disaat penjagaannya kurang ketat. Dan kita bisa ambil uang para penjual" Yunia menggeleng kuat, "Gak Kak... Gak... Aku mohon jangan!" Ia menyentuh lengan Dony. Tapi Dony menghempaskan "Mau sampai kapan kita kayak gini?" hardik cowok itu "Gue gak bisa terus-terusan ngalah makanan sama perut lo itu!" suara Dony meninggi seraya menunjuk perut Yunia Air mata wanita itu tumpah.Cepat-cepat di hapusnya, Ia memegangi perutnya mencengkram kuat, "Maaf... Maafin aku Kak, yang cuma jadi beban buat Kakak" ucapnya. Meski kuat ia ingin pergi. Tapi Yunia sendiri tidak tahu harus kemana kaki ini melangkah? "Karna itu ayok kita maling!" Dony menggengam kedua lengan atas Yunia. Menggoyang-goyangkan dengan tatapan sangat yakin "Aku takut!" lirih Yunia "Aaalllaa...," Dony menghempaskan lengan Yunia. Membuat tubuh gadis itu hampir limbung "Lo cuma gugup. Tenang ajah gak akan terjadi apapun!" ucapnya yakin. Mau tak mau Yunia mengangguk pasrah. Tak ada jalan lain, terkadang seseorang ingin jadi orang yang jujur... Sayang, lingkungannya tak mengijinkan ia bergerak kearah sana Yunia hanya memiliki Dony. Dan ia sangat takut bertentangan dengan cowok itu Dony dan Yunia sengaja menunggu sampai pukul tiga dini hari. Biasanya orang-orang yang di tugaskan berjaga akan lengah disaat jam segitu Dony berjalan di depan mengendap dengan Yunia di belakangnya. Di tangan Dony ada obeng untuk mencongkel rolling door. Dan Yunia di tugaskan untuk berjaga-jaga ketika ia beraksi Ia cukup yakin, semua ini aman... Rencananya cukup mulus tinggal menunggu apakah Tuhan merestui niatannya itu "Lo gak usah bingung gitu. Hidup emang kayak gini. Keadilan hanya untuk orang yang punya duit. Orang yang punya koneksi dan berkuasa. Sedang kita, keadilan itu hanya sebuah mimpi. Terlihat jelas tapi sulit buat digapai. Gimana bisa, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk. Karna itu, mari kita ciptakan keadilan kita sendiri," ucap Dony membuat Yunia tertegun Ia tahu Dony salah, tapi ia juga tak yakin pemikirannya yang sangat ingin menjaga diri dari tindak kejahatan segenting apapun keadaannya benar atau tidak. Apalagi Yunia tak mampu mengijabarkan letak kesalahan Dony. Karna itu perasaannya hampa Dony menyeringai sambil terjongkok. Tangannya siap mencungkil ujung rolling door menggunakan bantuan obeng. Draakk...., "Lihat mudahkan" ucapnya bangga. Baru Dony mau menarik rolling door. Suara alarm dari dalam toko berbunyi. Alarm itu memang akan bersuara ketika sensor lampu bahayanya menyala. Dan itu berhubungan dengan rolling door yang di naikkan. Semestinya Dony mematikan dahulu sistem alarm "Kak gimana?" Dony panik. Ia melirik ke kiri dan ke kanan "Ya udah kita kabur" geram Dony. Sebelum ketauan para penjaga. Ia merasa harus lebih cepat. Dony terus berlari seraya mencengkram tangan Yunia. Sama sekali tidak menoleh, jika ia tak mau jadi bulan-bulanan warga pasar "Hasssh.... Hhaashh..." pegangan mereka sedikit terlepas. Namun Dony kembali merangkul pinggul Yunia "Lo kenapa?!" tanya dengan nafas tersenggal Yunia mengangkat tangan, "Ak-aku udah gak kuat, Kak" bersama Dony membuat Yunia bisa kurus mendadak, Mungkin! Terbukti... Setidaknya cowok itu selalu mengajaknya lari, belum juga tingkahnya yang bikin Yunia pusing tujuh keliling "Kakak tinggal aku ajah!" ucapnya meski begitu airmata di tambah keringat menghiasi kantung matanya. "Udah gilak lo. Gak bisa" Terlambat untuk mereka keluar dari dalam pasar. Suara alarm tadi menimbulkan gaduh, dan kini banyak orang yang mencari penyebab mengapa toko milik Ko' Adi rolling doornya sedikit tersingkap Tak kehabisan akal. Selama menunggu Yunia menarik nafas. Dony membuang kaleng bekas minum ke arah tong minyak Plenttang..., " Ada orang di sana!" ketika orang-orang itu sudah masuk perangkapnya. Dony mengajak Yunia bersembunyi "Kita gak bisa kabur, kita juga gak bisa keluar dari sini. Tapi bukan berarti kita menyerah begitu ajah" tuturnya. Mata elangnya terus berjaga. "Ahk, gimana kalau kita pisah jalan!" Yunia menengok, "Pisah jalan?" kutipnya enggan "Hm," Dony mengangguk yakin. "Minimal lo gak akan kebawa-bawa. Mereka gak akan menyangka lo terlibat sama aksi ini" "Tapi Kak...!" Yunia ragu. "Gak usah tapi-tapian dengerin gue ajah, cukup!" "Lo jalan tenang ajah. Kalau ada yang tanya kenapa lo ada disini, bilang ajah lo ketiduran di pasar" ucap Dony memberi arahan Yunia mengangguk. Sambil menjalin kedua tangannya. Ia keluar dari tempat persembunyian "Jangan gugup!" cicit Dony. Selang tiga langkah Yunia berjalan keluar, Dony kabur dari belakang "Kak..." Bahkan Yunia kaget. Cowok itu berlalu secepat kilat. Hatinya semakin ketar-ketir merasa seorang diri "Kamu bisa Yun, Bisa..." sebuah mantra terus ia ucapkan sebagai penguat hatinya yang gelisah Ketika melewati para penjaga yang sudah siap dengan kayu balok. Malah semakin ciutlah nyalinya... Ini kali kedua Yunia melakukan aksi tidak terpuji. Dan semua selalu berhubungan dengan Dony. "Ngapain kamu malam-malam ada disini?" tegur seorang pria tua dengan mata curiga "Sa, saya ketiduran, Pak" sahut Yunia persis seperti yang Dony ajarkan "Hahaha... Ketiduran!" tawa menggema merasa lucu dengan pengakuan Yunia. Padahal rasanya jantung Yunia mau coplot. Tapi tunggu, sepertinya mereka percaya "Paling juga ini anak-anak yang suka datang sore-sore buat ambilin kue sisa di pasar blok F itu" ucap salah satunya Yunia hanya diam... "Bener juga, gak heran sih kalau lihat badannya tuh" tanggapan lainnya. Ini pertama kalinya Yunia bersyukur memiliki tubuh gempal. Meski ia harus di cerca dan selalu dihina. Tapi setidaknya ia berhasil mengelabui mereka. Yunia bahkan melap bibirnya seolah benar-benar habis ketiduran "Ya udah sana pulang!" usir seorang pria. Yunia menunduk dengan senyum lega. Meski ia juga tidak tahu, apa masih ada kata lega dalam hidupnya *** Sementara Dony, ia nampaknya mengitari jalan yang salah. Dony malah di pertemukan dengan anak-anak punk yang lagi teler. Dony hanya melirik sekilas. Ia terlalu malas meladeni cecungguk setengah sadar seperti itu "Eh cupu, lewat ajah!" seringai ketua punk dengan rambut berjimbrak bagaikan pohon kaktus. Dony tidak mau dengar. Ia tetap berjalan dengan tenang. "Hohoho... Sok jagoan dia" ucap anak buahnya yang memode'kan rambutnya keatas layaknya ke sambar petir. Mungkin ia memang pernah ke sambar petir betulan?, Dony berbalik, seraya mengayunkan obeng yang di tangan, " Cepet ngomong gue gak ada waktu!" Dipanggil cupu nyatanya suhu. "Kita bukannya mau ngomong tapi kita mau kasih lo ini!" Si ketua ingin menumbuk botol bir ke kepala Dony. Tapi Dony cepat menunduk. Memeluk pinggul lawan dan membawanya ke tembok. Ia berdiri tegak, untuk meninju tanpa ampun Para anak buah pria itu bahkan hanya mematung, seakan aksi Dony telah membekukan kaki mereka Tak ingin ketuanya di habisi. Salah satu dari mereka maju membawa botol lain, langsung saja di hunuskan ke punggung Dony Draakk... Pecahan botol membuat bajunya memerah karna darah yang mengalir. Tapi Dony hanya melirik sekilas seakan tidak merasakan perih di lukanya Ia mencengkram leher pria itu dengan kuku-kukunya. Kini mangsa Dony berpindah. Ia sudah bilang, tidak suka diganggu. Tapi kenapa mereka malah menghalangi jalannya Cengkraman itu menimbulkan tanda kemerahan. Dua pria lainnya lari tunggang langgang saat merasa Dony terlalu gila untuk mereka hadapi. Apalagi di tangannya ada pecahan botol yang ia ambil dari punggungnya. Yah, pemuda itu mencabut begitu saja tanpa suara erangan. Pria yang ia cengkram hampir terjatuh, lantas Dony terus memojokkannya. Saat ia benar-benar terjatuh. Dony mendudukinya. "Ampun... Ampun..." Ia menaiki kedua tangannya seolah menutupi wajah "Gak akan ada ampun," ia tidak suka setengah-setengah. Kalau sudah kesal, sebaiknya di keluarkan saja. Dony menaiki tangannya ingin menancapkan pecahan itu setidaknya ke mata lawan. Sebelum suara gaduh langkah kaki orang-orang sampai ke sana "Sshiiit...!" Ia bangun dari tubuh pria tersebut. Dengan santainya Dony melempar obeng ke tubuh pria itu "Lo yang bertanggung jawab. Oke" senyum licik ia munculkan. Sebelum kembali berlari untuk menjemput Yunia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD