Faisya terus terngiang-ngiang dengan perkataan Ustad Akbar tempo hari yang benar-benar membuatnya terus kepikiran dan tak bisa tidur. Bagaimana bisa pria itu mengatakan suatu hal semacam itu dengan santai dan membuatnya kini harus terus kepikiran? Mengapa tidak langsung menjawab pertanyaannya saja? Mengapa malah mengatakan hal-hal yang sebenarnya tak masuk diakal, tetapi berhasil membuat hatinya bergetar. Faisya berusaha untuk tidak memikirkan hal itu, tetapi pikirannya selalu saja mengarah ke sana. Lantas, siapa yang harus ia salahkan? Apakah pikirannya ini yang begitu bódoh karena terus memikirkan sesuatu yang mungkin saja hanya sebuah candaan? Namun, kalau itu sebuah candaan, mengapa sewaktu Ustad Akbar mengatakannya, wajah pria itu begitu serius? "Menikah denganku, maka kamu akan tahu

