Part 1 ~ Flashback
Flashback On
"Sayang." Denis membingkai wajah kekasihnya, Diva menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca.
"AAyolah, tidak usah menangis. Tidak cocok." Gurau Denis, ia mencolek hidung kekasihnya.
"Aku pamit ya, Yange."
Diva menatap tubuh jangkung di depannya. Dua minggu terasa singkat baginya, dan ia harus menunggu cukup lama lagi untuk bertemu dengan kekasihnya yang tinggal di Jakarta.
"Masih kangen." Rengek gadis itu, ia mulai sesenggukan.
Denis terkekeh geli, setelah menjalin kisah cinta cukup lama, ia sudah mengenal sifat Diva lebih jauh. Sungguh sifatnya sangat berbeda dengan awal mereka pacaran. Diva bukanlah gadis yang ia kenal dulu adalah gadis yang sangat jaga image di depannya. Namun semua itu telah berubah, seiring berjalannya waktu semua sifat itu hilang dengan sendirinya. Berubah jadi sosok manja saat dihadapannya.
"Cup..cup.. Kita akan bertemu lagi kok, janji tidak akan lama. Tinggal menunggu aku selesai skripsi, nanti kita akan bersama." Ucap pemuda itu bersungguh-sungguh, diusapnya lebut rambut kekasihnya.
"Sudah ya, kalau kelamaan pamitnya nanti ketinggalan pesawat."
"Janji ya, tidak akan lama."
"Iya Sayange, tidak lama. Setahun dua tahun paling."
Gadis itu membulatkan matanya, setahun dua tahun katanya? enam bulan saja ia sudah dilanda rindu yang mendalam.
Kadang ia merasa ragu dengan hubungan jarak jauh yang mereka jalani, ia ragu Denis memiliki rasa rindu yang menggebu-gebu seperti dirinya. Meskipun gerak-gerik dan tutur kata sangat meyakinkannya, tetapi tetap ada yang mengganjal perasaan Diva.
"Aku pamit ya, jaga diri baik-baik. Jada hatimu, see you sayang." Dikecupnya kening gadis itu, membuat Diva tertegun. Perasaan nyaman menjalar di hatinya. Akhir-akhir ini kekasihnya suka sekali menciumnya.
"Iya, kamu juga. Jangan NAKAL!" Sengaja ia menekankan kata terakhir sebagai perigatan untuk sang kekasih, ia ingin pemuda itu seperti dirinya yang selalu menjaga kesetiaan.
Denis mendorong perlahan kopernya, jujur ia masih betah di sini. Jika saja tidak memikirkan skripsinya, sudah pastikan akan menambah jadwal liburannya. Liburan sebulan baginya sangat singkat, karena dua minggu untuk ke Semarang dua minggu lagi ia habiskan bersama keluarganya di Jakarta.
Habis ini, ia ingin fokus menyelesaikan kuliahnya. Rencana besar sudah menunggunya.
Dengan langkah berat ia melangkah masuk ke dalam bandara, sebentar lagi pesawat yang ia tumpangi akan lepas landas. Dengan sesekali menoleh ke arah Diva yang melambaikan tangan ke arahnya.
Tunggu aku kembali Semarang, batin Denis.
Janji tinggalah janji, Denis selesai dengan kuliahnya. Namun sangat sulit untuk meluangkan waktunya untuk Diva, terlebih Denis mulai dilibatkan mengurus perusahaan keluarganya.
Hingga beberapa waktu berselang...
Sebuah video dimana seorang pria menyanyikan lagu romantis untuk seorang wanita di sampingnya tersebar di laman sebuah media sosial. Entah siapa yang mengambilnya secara diam-diam dan dengan iseng mengunggahnya dijejaring sosial. Dalam video tersebut terlihat sang wanita tersipu malu dibuatnya, tetapi senyum semringah begitu terlihat di wajah wanita itu. Tak lama seorang bocah kecil laki-laki berjalan selangkah demi selangkah mendekati mereka, orangtuanya. Tepukan dari tangan mungilnya menambah suasana menjadi semakin terlihat sangat manis, sepasang suami istri dan seorang anak yang menggemaskan melengkapi keluarga kecil mereka.
Hingga video itu pun dilihat oleh gadis yang duduk di sebuah cafe dengan hatinya yang patah, orang didalam video itulah pelakunya. Mantan orang terkasihnya.
"Sudah ku bilang, jangan diingat-ingat. Apalagi kau lihat seperti ini, bukannya sembuh malah tambah parah." Titah lelaki yang bersama gadis itu, direnggutnya ponsel dari tangan gadis tersebut. Ia masukkan ke dalam kantong jaketnya, agar sang gadis tak lagi menonton sesuatu yang bisa menyakiti hatinya.
"Kamu pikir mudah." Kata sang gadis, menyeka air matanya yang menetes tanpa bisa ia tahan.
"Mudah, karena ada aku di sini." Ucap lelaki itu tulus. Ia berpindah posisi, duduk di samping gadis itu. Rama menyodorkan selembar tisu untuk Diva.
Bukannya mereda, tangis gadis tersebut semakin menjadi. Semakin teringat masa-masa dengan orang terkasihnya sewaktu dulu. Bertahun-tahun menjalin hubungan, tidaklah mudah melupakanya begitu saja. Apalagi melihat lelaki itu bahagia tanpa dirinya.
"Berhentilah memaki, semua yang telah dicuri. Buka sedikit hatimu, agar kau tahu kau tidak sendiri, ada aku di sini." Kata pemuda bernama Rama itu.
"Pakailah pundakku, saat kau menangis. Keluarkanlah, hingga tak berbekas." Lanjutnya.
Rama menyandarkan kepala gadis tersebut di pundaknya, seperti ucapannya. Dia akan selalu ada untuk gadis terkasihnya. Diva. Entah sejak kapan rasa itu mulai tumbuh. Mungkin sejak melihat hati gadis ini terluka, dan air mata tumpah di depannya.
Melihat gadis yang dicintainya menangis, adalah pukulan terberat untuk hati Rama. Sejak mengalami patah hati, Rama setia menemani Diva. Berharap bisa menyebuhkan luka di hati gadis itu. Meskipun sulit, Rama akan terus berusaha. Berusaha mengejar cinta Diva. Cinta yang ia tahu masih sama pemiliknya, Pratama El Denis Pramudya. Sahabat karibnya, sahabat yang menghancurkan hati Diva-nya.
Biarkan kupungut, buih yang tersisa dan kupeluk hingga kau tersenyum. Batin Rama berucap.
Merasa hati Diva sudah membaik, Rama mengajaknya pulang. Setelah acara "kencannya" dikacaukan secara tak sengaja oleh sahabatnya.
Lihat saja, aku akan selalu melukiskan senyum di wajahmu sampai kau lupa pernah sakit. Janji Rama.
****
"Bagaimana?" tanya Rama saat perjalanan pulang, menaiki motor skuter kesayangannya.
"Haaah? Apa nya?" tanya Diva balik, ia yang duduk di belakang Rama nampak bingung dengan pertanyaan Rama.
"Suasana hatimu."
"Oh, mendingan."
"Sudah aku katakan 'kan sama kamu, coba buka hatimu kembali."
"Itu tidak mudah, Rama."
"Memang kamu sudah mencobanya?" tanya Rama telak.
"Ayolah, jangan buang waktumu untuk menunggunya kembali. Biarkan dia dan dirimu bahagia dengan hidup masing-masing. Coba buka hatimu untuk orang baru." Lanjut Rama.
Setahun sudah Rama menunggu, sampai siap sang pujaan hati membuka hati untuknya. Namun belum ada kepastian, Diva selalu mengalihkan pembicaraan jika Rama bersiap mengungkapkan isi hatinya.
"Kamu tahu 'kan, menyembuhkan luka itu tidaklah mudah."
"Ya ya, karena kamu sendiri tak mau berusaha. Sudahlah." Kata Rama kesal sendiri.
Rama tahu betul bagaimana perasaan Diva, wanita mana yang tak sakit hatinya jika pasangannya mendua? Bahkan menikah ketika masih menjalin hubungan dengan Diva, parahnya lagi, Diva memergokinya saat istri dari Denis tengah hamil besar. Sangat pintar bagi lelaki itu menyembunyikan bangkai ditengah hubungan mereka. Sakit hati Diva membekas hingga kini, menjadikan hatinya tak tersentuh oleh siapapun.
Keduanya saling diam di perjalanan pulang dari cafe tadi, tak ada yang berusaha mencairkan suasana. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Sudah sampai." Ucap Rama datar, menghentikan skuternya di depan rumah Diva.
"Terimakasih." Diva turun, dan masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Rama begitu saja.
"Dasar tidak peka." Gerutu Rama, ia menyalakan skuter kesayangannya. Menuju ke rumahnya.
Hari ini belum membuahkan hasil, Rama tidak akan patah semangat. Usaha tak menghianati hasil bukan?
Rama sudah bertekad, seberat apapun penghalang untuk mendapatkan hati Diva akan ia lalu. Rama sudah memantapkan hati, menyiapkan mental sekuat baja.
"Aku akan terus berjuang." Ucap Rama menyemangati dirinya.
Flashback off