Tok, tok, tok, tok
Ketukan pintu yang cukup keras itu membangunkan seorang gadis yang sudah terlelap dalam tidurnya, namun dengan segera gadis itu kembali membuka matanya dan bergegas turun dari ranjangnya menuju pintu rumahnya, karena seseorang yang ditunggunya telah pulang.
Gadis itu adalah Senja, yang tengah menunggu Iris-ibu Senja pulang.
Dengan segera Senja membuka kunci pintu dan menemukan iris yang sudah berjalan sempoyongan.
"Dasar anak tidak berguna! Membuka pintu saja lama!" Omel Iris.
"Ibu, Senja bantu ke dalam ya." Ucap Senja yang berusaha memopong tubuh Iris yang sudah mabuk berat, bau alkoholpun sangat menempel pada tubuh ibunya.
"Gara-gara ayahmu yang mati meninggalkan banyak hutang korupsinya itu aku harus bekerja untuk melunasinya! Dan kamu anak yang tidak berguna yang merepotkan!!" Senja meneteskan air mata, meski bukan yang pertama kali Iris mengucapkan ini, namun hatinya selalu terluka dengan itu. Senja juga paham Iris dalam keadaan mabuk saat ini, maka bicaranya pun akan melantur kemana-mana.
Iris memang seorang wanita malam, pekerjaan itu ia ambil karena terpaksa agar ia bisa mendapatkan uang dengan cepat untuk melunasi semua hutang yang ditinggal almarhum suaminya.
Senja masih tidak percaya, saat ayahnya terjerat dalam kasus korupsi dan mengakibatkan ayahnya itu serangan jantung dan meninggal, serta meninggalkan beberapa tuntutan pengembalian sejumlah ulang.
Membuat semua aset yang dimilikinya harus dijual, bahkan rumah tempat mereka tinggal. Namun, itu masih belum dapat melunasi semua uang yang ayahnya korupsi. Hal itu membuat Iris bekerja seperti sekarang karena tuntutan reternir yang terus meneror keluarga mereka.
Saat ini mereka hanya tinggal di rumah kontrakan yang tidak cukup besar, namun masih cukuplah untuk mereka berdua, ini yang menjadi alasan mengapa Senja harus bekerja di cafe untuk uang jajan dan uang sekolahnya, karena ia tidak mau menggunakan uang haram hasil ibunya itu.
Dengan susah payah, Senja sudah berhasil menidurkan Iris di kasur kamarnya dan melepas sepatu yang masih Iris pakai. Setelah itu, Senja mengecup singkat kening Iris, lalu memasangkan selimut sampai menutupi d**a Iris.
"Senja rindu Bunda yang dulu."lirih Senja lalu menutup kamar Iris.
☁️?
Masih cukup pagi Senja sudah selesai memasak untuk sarapannya dan Iris, namun sepertinya ibunya belum bangun. Senja lalu mengambil piring dan sarapan sendiri, setelah selesai Senja kembali membuka pintu kamar Iris, dan benar Iris masih tertidur pulas.
"Senja berangkat Bunda," Pamitnya pelan, lalu kembali menutup pintu kamar Iris.
Senja lalu berjalan ke depan gang, untuk mencari angkot untuk berangkatnya pagi ini, dan untungnya sudah ada angkot yang berhenti disana, Senja langsung saja menaikinya.
Sesampainya di sekolah masih cukup pagi, belum banyak siswa yang datang. Senja lalu berjalan menuju lorong kelas dua belas.
Senja tersenyum getir mengingat setiap kenangannya bersama Awan di setiap sudut sekolah. Dimana Awan pernah menarik Tasnya dari belakang karena pada saat itu ia tidak menurut apa yang dikatakan Awan dan memilih pergi. Namun perbuatan Awan hari itu berhasil membuat siapa saja yang melihatnya kegelimpungan baper.
"Awan Senja rindu." Ucapanya sambil menghapus air matanya yang berhasil menerobos keluar.
☁️?
"Bos!!" Suara itu berasal dari Brian yang berlari masuk ke dalam markas geng Araster dengan nafas ngos-ngosan.
Cowok itu lalu duduk di depan Awan sambil mengeluarkan selembar kertas yang sudah lecek dari saku seragamnya. Awan menerima kertas itu dan membacanya.
SURAT TANTANGAN TERBUKA
TEPAT PUKUL 3 SORE INI DI GEDUNG BIASA!
TERTANDA
PANDU
WARIOR
"Songong tuh anak bos, udah nama geng mirip nama sarung, masih aja berani nantangin kita." Ejekan itu keluar dari mulut Ilham.
"Umumin ini di grub Araster, suruh semua anak kumpul nanti sore, kita habisi semuanya!" Suruh Awan sambil meremas kertas yang ada di tangannya dan melemparnya asal.
"Ternyata kemenangan kita Minggu lalu belum ngebuat tuh banci kapok, di lupa aja apa slogan kita." Ujar Raga marah.
"Gue sendiri yang akan nanganin banci satu ini! Beraninya cuma sama cewek" Ujar Awan yang tersulut emosi sambil mengepalkan tangannya.
"Santai aja bos, kita pasti menang lagi! Araster PANTANG MUNDUR SEBELUM MAMPUS!!" Balas Ilham sambil mengambil gorengan yang ada di meja.
Selama dua tahun belakangan ini kedua geng yang awalnya satu itu terpecah belah dan menjadi dua geng yang tidak akur.
☁️?
Dengkuran motor dari anggota Araster mulai memasuki perkarangan gedung tua, dengan Awan yang memimpin di depan. Mata elang milik Awan menyorot tajam ke arah grombolan montor dengan berstiker logo Warior terparkir disana.
Awan lalu turun dari montornya, diikuti anggota Araster lainnya untuk masuk ke dalam gedung. Mendengar suara derap langkah kaki, anggota Warior yang lebih dulu sampai itu langsung berdiri dari posisi awalnya.
Awan terus mendekat dan berhenti tepat di depan Pandu, diikuti oleh setengah anggota Araster yang ia bawa kali ini. Awan hanya membawa setengah dari anggota Araster karena ia tau, walaupun hanya setelah, anggota sudah bisa memporak-porandakan anggota
Warior karena Awan selalu melatih skill mereka setiap minggunya.
"Mau lo itu apasih? Lo masih gak puas sakitin Raya?" Tanya Awan sinis.
Pandu tersenyum miring, "Ck, ternyata lo lebih b**o dari yang gue kira."
"Gak usah banyak bacot lu, orang b******k kayak lo itu gak pantas sok suci!" Sarkas Awan dengan datar namun tetap tegas.
"Tanpa lo sadari, lo lebih b******k dari gue Awan Sanjaya."
Awan tersulut emosi, ia lalu mengeluarkan ludahnya "ck dasar anjing lo!!!!!"
"Anjing kok teriak anjing sih!" Balas Pandu sambil terkekeh garing.
"b******k!!!" Awan lalu melompat dan melayangkan satu pukulan untuk Pandu, membuat sang empunya terhuyung karena belum siap.
"Woi, santai b*****t!" Terik Bima, laki-laki itu ikut tersulut emosi karena perlakuan Awan .
Pandu bangkit, tangganya mengusap sudut bibirnya yang berdah. "Mau lo apa?" Tanya Awan dengan nada dingin namun menusuk.
Pandu berdecik pelan. "Mau gue? Gue mau memperlihatkan iblis bertopeng malaikat di dekat Lo!" Tanpa aba-aba lagi Awan lalu menyerang Pandu, diikuti anggota Araster lainnya yang menyerang Warior.
Cukup mudah bagi Awan mengetahui titik lemah seorang Pandu yaitu kaki kirinya, berulang kali Awan melayangkan tendangan pada kaki kiri Pandu. Kedua geng itupun semakin larut ke dalam sebuah perkelahian.
☁️?
Senja dudu malas di halte depan sekolah, sudah setengah jam ia menunggu namun bis ataupun angkot yang dinantinya tak kunjung datang. Sebentar lagi dia harus masuk kerja.
Dengan nafas yang berat, ahkirya Senja memilih berjalan kaki menuju cafe. Senja memilih berjalan melewati sebuah gang yang cukup sepi untuk menuju cafe, alasannya melewati gang itu lebih cepat sampai cafe daripada berjalan di jalan raya.
Di perkarangan gedung kosong di dalam gang itu, Senja melihat motor yang tak asing bangi dirinya Senjapun mendekat kearah gedung itu.
Suara pukulan terdengar dari dalam sana, karena penasaran ahkirya Senja memasuki gedung itu, tubuhnya seketika bergetar hebat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.
Jika ditanya senja takut? Tentu saja senja takut. Tubuhnya sudah menegang, bau anyir juga mulai tercium. Tanpa senja sadari ada seseorang yang melihatnya.
"Cewek itu bukanya, pacarnya Awan ya bos?" Bisik Bima pada Pandu.
Pandu mencoba bangkit dibantu oleh Bima, tubuhnya sudah remuk, wajahnya juga telah dipenuhi lebam Karena Awan.
"Oh jadi dia yang namanya Senja? Bagus, umpan yang baik." Balas pandu berbisik, memang semua hal tentang Awan mudah untuk di gali.
Bima mengangguk singkat.
"Bawa dia kesini." Bima menurut, dengan pelan ia berputar arah, dan mengunci kedua tangan Senja dari belakang.
"Aww" ringis Senja pelan, ketika merasakan tangannya ditarik ke belakang dengan kasar. Gadis itu sedikit tersentak karena tarikan tiba-tiba yang dilakukan Bima. Bima lalu menarik gadis itu mendekat ke arah Pandu.
Matanya hazel milik Senja sempat bertemu dengan mata elang milik Awan saat dirinya ditarik ke arah Pandu.
"Anjiing!!" Umpat Raga saat melihat Senja yang kini sudah berada di cengkraman Pandu. Seketika perkelahian antar dua sumbu itu terhenti.
"Lepasin dia!!!" Pinta Awan dingin.
Rasa khawatir dengan cepat menyebar di tubuh Awan, melihat gadisnya dalam keadaan yang tidak aman.
"Oh, jadi kelemahan seorang Awan Sanjaya adalah gadis manis ini?" Balas Pandu sambil tersenyum miring dan memegang dagu Senja.
Nafas Senja sudah menggebu-gebu, ia takut, sungguh takut, matanya juga mulai berkaca-kaca.
"Jangan pernah sentuh dia!!" Peringat Awan lagi, hatinya seperti tersayat melihat gadisnya merasa takut dan mengeluarkan air matanya.
"Awan, tolongin Senja." Lirih Senja pelan.
Awan mengepalkan tangannya kuat, kesabarannya sungguh benar-benar habis, melihat raut wajah Senja yang mulai memucat.
"b******k!!! Lepasin dia!" Emosi Awan sudah sampai ubun-ubun dan ingin ia keluarkan.
Awan melangkah maju berniat untuk menghajar Pandu kembali, namun langkahnya terhenti saat Pandu mengeluarkan sesuatu dari dalam balik badannya.
"Tunggu! Lo mendekat, kepada cewek cantik ini hancur!"