Bab 23 Irama Tubuh (1)

1024 Words
Misaki keheranan. Apa? Berdansa? "Kenapa malah bengong? Cepat raih tanganku. Aku bukan pengemis." Koarnya galak. Bisa tidak, sih, dia nggak marah-marah? Misaki melotot padanya. Wataru mendecakkan lidah, mulai kesal. "Jangan geer. Mau sampai kapan kau mau geer terus? Aku hanya mau mengajari dansa sederhana. Jangan bikin malu aku di acara besok dengan tunangan dari luar negeri yang tak bisa berdansa sedikitpun." Kau yang terlalu geer dengan pemikiran sempitmu bahwa kau adalah pusat dunia para cewek-cewek! Perempuan berponi rata itu dongkol sejadi-jadinya, sibuk memaki dengan pikirannya. "Aku tidak tahu berdansa." Jawabnya setengah ketus, setengah malu. "Makanya perlu diajarkan. Ayo, cepat. Jangan bikin kesabaranku habis." Karena Misaki tak ada tanda-tanda inisiatif pun untuk meraih ajakan Wataru, lelaki itu menarik paksa tangan si sadako mini market itu. "Kalau tak tahu, tinggal diajari saja, kan?" Bisiknya di telinga Misaki, tubuh mereka berdua dempet sekali. "Apa kita harus berdempetan seperti ini?" Perasaan Misaki mulai tak enak. "Kenapa? Kau mau berdempetan seperti ini saja? Suka?" Godanya dengan senyum nakal. "Toshio-san ingin terluka lagi, ya, rupanya?" ancamnya, tersenyum polos tak berdosa. Wataru tertawa pelan, lalu mengatur posisi untuk berdansa. Misaki agak canggung dengan satu tangan lelaki itu di punggungnya, dan satu tangan mereka saling bersentuhan. Alih-alih merasa romantis, Misaki malah merasa keringat dingin dan bulu kuduknya merinding. Tahan! Mesti tahan! Demi akting besok! Mohonnya pada diri sendiri. "Perhatikan tanganmu, jangan melewati batas bahuku!" Ya, ampun! Cerewet sekali! Pekik Misaki dalam hati. "Ikuti saja gerakanku pelan-pelan. Ini hanya dansa waltz biasa. Tak perlu cemas. Asal kau bisa menghayati setiap langkahnya, dansa sederhana seperti ini pun akan menjadi luar biasa." Mereka pun mulai berdansa diiringi musik lembut dan elegan. Setiap langkah yang mereka tapaki seolah ada cahaya yang terpancar dari kedua pasangan ini. Mata mereka saling terkunci, tentunya dengan mulut Wataru yang berceloteh dengan sabar memberi instruksi. Di awal-awal, beberapa kali Misaki sempat menginjak kakinya hingga membuat lelaki itu mengumpat, berteriak, marah-marah, dan merendahkan Misaki sesuka hati. Sepintas, terbesit di hatinya untuk jadi sadako terkutuk saja untuknya! Menyebalkan! Lambat laun, ia pun dengan mudah mengikuti irama tubuh lelaki itu setelah telinganya nyaris meledak oleh omelan berapi-api Wataru . Biasanya dansa itu identik dengan suasana romantis. Ini romantis apaan? Rasanya seperti ikut latihan militer saja yang penuh dengan makian dan teriakan. Ia sampai malu dibuatnya pada orang-orang yang memainkan musik indah di ruangan itu. Seperti dugaan Misaki sebelumnya, hanya saja sedikit meleset. Apa, sih, yang diharapkannya dari lelaki itu? Memikirkan hal ini membuatnya seperti orang bodoh saja! "Cepat juga kau belajar. Jangan-jangan ini bukan pelajaran pertamamu, ya?" Mata lelaki itu mengebor ke dalam mata Misaki, mencari jawaban masuk akal betapa luwesnya gerakan Misaki yang baru sehari saja diajarinya "Ini yang pertama kalinya buatku, kok." Nada suara Misaki tersirat keraguan. Ragu karena ia tak bisa menjelaskan ingatan yang hilang beberapa tahun dalam hidupnya selama ini. Apakah ia pernah belajar dansa? Dengan siapa? Apakah orang itu? Lelaki malapetaka di masa lalu? Atau pernah belajar waktu SMA? Ia tak tahu harus menjawab apa. "Kenapa kau sendiri terdengar ragu? Jangan-jangan dengan pacarmu, ya?" Selidiknya. "Aku tidak ingat." Misaki malu-malu. "Bohong juga ada batasnya, Misaki." Ia mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu, bermaksud menggodanya. Laki-laki ini suka banget, ya, bisik-bisik di telinga perempuan? Memang seorang playboy mesti gitu aksinya? Bulu kuduknya, kan, jadi meremang terus! Ish! "Aku benar-benar tidak ingat sama sekali. Uang lebih penting buatku saat ini." Tanpa sadar Misaki menjawab demikian, lalu disesalinya sedetik berikutnya. "Heeeeee? Begitu? Jadi selama ini kau pura-pura jadi wanita baik-baik, ya? Aslinya matre bukan main. Jatuh cinta itu sangat menyenangkan, loh!" Ia menarik tubuh Misaki lebih dekat ke arahnya. Dempet sekali! Kesal, tanpa pikir panjang Misaki membalasnya. "Oooh. Aku tak tahu ternyata seorang playboy selevel Toshio-san tahu bagaimana rasanya jatuh cinta juga? Apa Toshio-san tidak sedang berkhayal? Dan iya, aku matre. Kepalang basah sudah menandatangani kontrak lima ratus juta yen. Matre aja sekalian, toh, tidak akan membuatku rugi saat ini." "Kalau begitu, jadi tunangan sungguhanku saja. Tapi, dengan catatan kau hanya jadi hiasan dalam rumah tanggaku. Bagaimana?" "Toshio-san~ Kau pikir kita sedang main drama, ya?" Sudut bibirnya berkedut, tersinggung. "Kenapa? Bukankah itu bagus? Aku alergi pada tipe sepertimu, dan kau wanita matre. Kita sama-sama tak saling mencintai, kurasa bisa cocok kerja sama yang menguntungkan. Kau hanya perlu jadi boneka barb*e yang siap sedia menjadi rekan kerja. Tak ada kerugian sama sekali, kan? Mungkin saja kau bisa merasakan cinta lagi jika bersamaku? Dan aku mungkin bisa jatuh cinta padamu juga? Bagaimana? Kau tertarik?" "Apa? Toshio-san, amnesia juga, ya? Bercanda juga ada batasnya." Ia menginjak kaki Toshio dengan sengaja, dan menyerangnya dengan ledekan Toshio sebelumnya. Lelaki itu tertunduk meringis kesakitan, tapi tampak menahan diri. "Memangnya kau masih ingat pada lelaki di masa lalumu itu?" "Aku bilang, aku benar-benar tidak ingat." Misaki diam sejenak. "Dan aku tak peduli. Aku juga tidak tertarik dengan yang namanya cinta." Kali ini, Misaki tampak tegas dan serius. Toshio menatap lekat-lekat kedua mata perempuan itu, berusaha mencari-cari celah kebohongannya. Tapi, yang ia dapatkan hanyalah sebuah sinar mata yang jujur dan tegas. Lelaki itu tak menanggapi jawaban Misaki. Selama beberapa saat, mereka hanyut dalam irama tubuh dan musik yang mengalun indah di ruangan semi terbuka itu. Dari jauh, Reiko mengamati dengan waspada. "Wataru, wataru... aku penasaran apa arti Misaki buatmu. Tak biasanya ada perempuan dalam waktu singkat yang membuatmu goyah seperti ini." Reiko bersandar pada pagar bangunan, kedua tangan disilangkan di  d a d a. Tersenyum penuh rasa ingin tahu. "Bagaimana? Senang bukan jadi Cinderella bersamaku?" Misaki tak berkata apa-apa. Lebih baik tak membantahnya agar dia senang dan minim drama. "Kau itu jangan-jangan beneran amnesia, ya? Masa lupa rasanya jatuh cinta. Apa kau tertarik kalau jatuh cinta padaku? Mau coba?" "Toshio-san bicara apa, sih? Aku tidak tertarik hubungan semacam itu. Bukannya sudah jelas sebelumnya?" "Tidak tertarik? Memang kau mau jadi perawan tua selamanya?" Ledeknya. Rasanya ini sebuah tragedi yang lucu. Toh, dia bukan perawan lagi. Tapi ia lebih memilih menyimpan hal ini untuk dirinya sendiri. Alih-alih menjawabnya, misaki hanya tersenyum cerah, dan itu membuatnya kesal bukan main. Wataru mendengus geli. Pikiran nakalnya muncul kembali. "Bagaimana kalau kau coba tidur denganku?" Ia menyapu pipi Misaki dengan pipinya. Misaki merinding sejadi-jadinya. Tubuhnya hampir saja kembali kaku, tapi segera tubuhnya diputar oleh Wataru. -----------
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD