Chapter 3

1649 Words
Beberapa orang berbisik-bisik menggumamkan kesempurnaan dari dua laki-laki yang menunggu di lobi apartemen. Mereka terkagum-kagum akan ketampanan, dan kesempurnaan yang disuguhkan—terutama saat salah satunya memamerkan senyum. Batara melirik Parama. “Buat apa sih jemput Givenchy ngajak gue segala?” “Biar nggak dikira spesial banget pakai acara jemput dia,” balas Parama cepat. “Lo mau jemput kayak gini aja udah spesial,” timpal Batara. “Emang ada perlu apa sama Givenchy sampai harus jemput dia? Atau, jangan-jangan lo lagi tahap pedekate sama dia?” Parama mendelik tajam, lalu menjawab, “Ya enggak lah! Ngapain pedekate sama dia. Lo tau kan tipe gue kayak siapa. Gue jemput atas permintaan kakaknya. Gue disuruh bawa Givenchy ke apartemen kakaknya karena tuh anak nggak mau bales pesan kakaknya.” “Kakaknya? Kok lo bisa kenal kakaknya Givenchy?” tanya Batara semakin penasaran. “Gue kenal kakaknya karena kita satu tempat gym. Gue baru tau itu kakaknya Givenchy pas kemarin mereka debat,” jawab Parama. Batara tidak ingin menanyakan lebih jauh. Biarlah sisanya menjadi rahasia antara Parama dan Givenchy. Setelah beberapa menit menunggu, Parama menangkap kehadiran Givenchy bersama seorang lelaki di sampingnya. Wajah yang sempat sedih kemarin itu berbeda dengan sekarang. Givenchy terlihat senang dan tertawa lepas saat berbincang dengan lelaki di sampingnya. “Itu Givenchy sama siapa? Pacarnya?” usik Batara. Parama yang tengah memperhatikan langsung menjawab, “Bukan. Dia baru putus sama berondongnya kemarin jadi nggak mungkin punya pacar baru.” “Baru putus? Kok lo tau dia baru putus? Kalian baru kenal beberapa minggu tapi udah akrab kayak kenal bertahun-tahun. Gue curiga,” ujar Batara sedikit menekankan kalimat terakhirnya. “Kapan-kapan aja gue jelasin.” Pada saat yang bersamaan, Givenchy terlonjak kaget melihat kehadiran Parama. Givenchy langsung melengos, berpura-pura tidak mengenal Parama. Sialnya, lelaki itu menahan lengannya. “Apaan sih?” tanya Givenchy jutek. “Pulang sama gue sekarang. Ada yang perlu dibicarain,” jawab Parama. Radi yang melihat hal itu langsung bertanya, “Siapa?” Parama menjawab cepat. “Gue pacarnya. Entah pacar yang ke berapa. Dia selingkuh makanya gue mau bicara sama dia.” Givenchy memelototi Parama. Mulutnya tidak sempat menyangkal karena Parama semakin mempererat cengkramannya dan menatapnya penuh isyarat untuk berhenti menghindar. Apa mungkin ini balas dendamnya Parama akan kejadian kemarin? Kalau iya, Givenchy akan bikin perhitungan di lain kesempatan. “Nggak mau. Pulang aja sendiri. Gue emang nggak tertarik pacaran sama lelaki b******k kayak lo!” Givenchy menepis kasar tangan Parama padanya. “Bukannya kemarin lo minta pertanggung jawaban gue karena hamil?” balas Parama mengikuti alur drama Givenchy. Sontak, kalimat itu menyebabkan bisik-bisik tetangga dari mulut resepsionis di belakang mereka. Batara yang tidak mengerti apa yang keduanya bicarakan memilih tidak ikut campur. “Lo hamil? Bener?” tanya Radi tidak percaya. “Lo lebih kenal gue daripada manusia ini, Radi. Nggak mungkin—” Kalimat Givenchy terhenti karena Parama sudah menarik tangannya dengan kekuatan penuh sehingga Givenchy tidak bisa melepasnya. Mau tidak mau Givenchy terpaksa mengikuti Parama. Sementara itu, Batara menyusul dari belakang. Radi memandangi Givenchy pergi, dia tidak berani ikut campur permasalahan yang bukan urusannya. Sepanjang jalan, Givenchy mencoba melepas tangan Parama namun gagal. “Parama, jangan keras-keras tangan Givenchy pasti sakit.” Batara mengingatkan. “Tuh denger! Pak Batara aja pengertian, masa lo sama nyebelinnya kayak Dimas Haritama sih? Sakit tau!” dengus Givenchy kesal. Parama langsung melepas tangan Givenchy. Dia maju selangkah, membuat Givenchy mundur dua langkah sampai menabrak tubuh Batara. Givenchy buru-buru bersembunyi di balik tubuh Batara. “Gue mau pulang sama Pak Batara aja! Ngapain juga lo jemput gue segala!” ucap Givenchy sembari memegang punggung lebar Batara tanpa ragu. Parama tertawa meledek. “Pulang sama Batara? Dia aja naik mobil gue.” “Gue bisa pulang naik taksi bareng Givenchy. Nanti anterin dia dulu baru ke rumah gue,” balas Batara sengaja membela. “Ya udah gitu aja. Biarin aja lo pulang sendiri,” sambung Givenchy. “Gue disuruh kakak lo jemput. Dia bilang kalo lo nggak mau ketemu dia, gue harus paksa lo. Buruan deh, gue mau nge-gym. Jangan banyak drama kayak perempuan centil di luar sana,” jelas Parama. “Kalau gitu gue balik sendiri. Nggak usah sama siapa-siapa. Bilang sama Arjuna kalau mau ketemu gue harus dateng sendiri. Buat apa ngutus lo? Lo bukan siapa-siapa!” cetus Givenchy, yang kemudian segera berbalik badan, mengabaikan Parama yang memanggilnya. Parama sudah janji dengan Arjuna akan membawa Givenchy padanya entah bagaimana caranya. Melihat penolakan mentah-mentah Givenchy rasanya dia perlu memikirkan cara lain—mungkin yang lebih ekstrem. Dengan langkah cepat Parama dapat menyusul Givenchy. Setelah itu, Parama melancarkan siasatnya. Dia menggendong tubuh Givenchy di atas pundak kokohnya. Perempuan itu sempat berontak tapi Parama mengabaikan. Dia segera mendudukkan Givenchy, dan memakaikan sabuk pengaman. “Gue udah bilang nggak mau ikut lo!” protes Givenchy. “Jangan cerewet. Udah nyusahin, keras kepala lagi. Kalo gue nggak janji sama Arjuna, gue juga nggak mau jemput. Lo bukan tuan putri,” balas Parama seraya menutup pintu mobil, lalu memutari mobilnya dan masuk ke dalam. Parama yang kebetulan melihat Givenchy mengerucutkan bibirnya langsung berkomentar. “Jangan cemberut, udah nggak cocok buat lo. Inget umur lo udah tua. Brondong juga bisa muntah liat lo begitu.” Givenchy memelotot tajam. “Semua berondong kesayangan gue selalu suka ekspresi apa pun itu! Mereka mencintai gue apa adanya!” “Iya cinta tapi ditinggal di pinggir jalan,” ejek Parama sambil tertawa meledek. Batara yang berada di jok belakang hanya bisa menggeleng. Dia menyesal ikut Parama. Kalau tahu akan menonton perdebatan keduanya, lebih baik dia tidak ikut. * * * * * Givenchy menjatuhkan tubuhnya di atas sofa empuk yang ada di ruang tamu apartemen kakaknya. Dia tak berhenti menghela napas sejak mengetahui Arjuna tidak berada di tempat. Kakaknya mengatakan akan pulang satu jam lagi, dan menyuruhnya masuk lebih dulu bersama Parama. Beruntung saja Parama sudah mengantar Batara pulang lebih dulu, kalau tidak kasihan lelaki itu harus terjebak di apartemen membosankan ini. “Lo kenal kakak gue sejak kapan? Baru kenal atau udah tahunan?” tanya Givenchy saat melihat Parama yang terduduk di depannya. “Setahun lalu. Gue kenal kakak lo dari Wulan,” jawab Parama seraya menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa. “Wulan? Siapa tuh? Gebetan lo?” “Bukan, temen gue. Dia nge-gym di tempat yang sama terus ngenalin pacarnya yang nggak lain adalah kakak lo. Mereka udah putus sekarang.” Givenchy manggut-manggut. Dia tidak menyangka tempat nge-gym dapat menjadi lahan cari jodoh di sana. Sudah lama dia tidak mendengar kakaknya punya pacar setelah kabur dari rumah enam tahun lalu. Ada banyak hal yang telah dilewatinya. Givenchy bangun dari tempat duduknya. “Lo mau makan nggak? Gue laper.” “Gue udah makan sama Batara sebelum jemput lo. Coba cek kulkasnya Arjuna aja, siapa tau ada makanan yang bisa dimasak.” Givenchy bergegas menuju dapur yang tidak terlalu jauh dari ruang tamu. Saat membuka kulkas, Givenchy kaget. Ada banyak bahan makanan yang bisa dimasak—seperti macaroni contohnya. Dengan cepat Givenchy mengeluarkan beberapa bahan untuk memasak macaroni and cheese. Dia mengeluarkan beberapa alat masak dari rak gantung. “Lo yakin nih nggak mau makan lagi? Gue lagi berbaik hati mau masakin lo makanan.” “Nggak usah, masak buat diri lo aja.” Givenchy mulai membuka kotak macaroni, dan keju. Saat dirinya hendak menyalakan kompor, dia bingung. Dia akhirnya bertanya, “Parama, ini cara nyalahin kompornya gimana sih? Gue baru lihat kompor yang begini.” Parama bangun dari tempat duduknya, lantas menghampiri Givenchy. Dengan mudahnya Parama dapat menyalakan kompor. Dia melirik Givenchy menunjukkan cengiran kudanya. “Lo bisanya apa sih? Nyalahin kompor aja nggak bisa.” “Godain berondong. Puas lo?” Parama menggeleng. Dia tidak ingin berdebat. Dia memilih kembali ke tempatnya semula. Baru beberapa langkah, dia mendengar Givenchy berkata ‘astaga!’ dengan suara nyaringnya. “Kenapa lagi?” Givenchy menunjuk blouse putih miliknya yang terkena cipratan bumbu instan macaroni. “Blouse gue kotor. Aduh, sialan!” Parama mendekati Givenchy, mengambilkan apron, dan meletakkan di atas telapak tangan perempuan itu. “Lo tau kegunaan apron, kan?” Givenchy mengangguk sembari memakai apron yang diberikan Parama padanya. Parama menghela napas saat memperhatikan Givenchy mengikat apronnya. “Sini gue bantuin. Apron gampang begini aja lo nggak bisa ikatnya. Bisanya apa sih?” Givenchy nyengir, sedangkan Parama mengikatkan tali belakang apron dengan ikatan simpulnya. “Bisa sekalian kuncirin rambut gue nggak?” tanya Givenchy ragu-ragu seraya menyerahkan kunciran yang diambil dari saku celananya. Parama tidak banyak bicara karena langsung mengerjakan apa yang diminta Givenchy. Pelan-pelan dia mengangkat rambut panjang sepunggung Givenchy. Dengan penuh hati-hati, dia mulai mengikat rambut Givenchy, dan tidak sengaja melihat tato bertuliskan ‘lux in tenebris’ terukir sempurna di leher belakangnya. “Udah nih. Lo bisa masak dengan tenang sekarang.” “Makasih, Parama.” Parama ingin kembali namun tidak jadi karena mendengar suara Givenchy. Perempuan itu menggumamkan hal yang sama namun untuk masalah yang berbeda. Givenchy tidak sengaja menjatuhkan kotak macaroni sampai isinya jatuh ke lantai. Hal ini memaksa Parama turun tangan membantu Givenchy mengambil beberapa macaroni. “Lo bisanya apa sih? Kotak macaroni sampai jatoh begini,” ketus Parama. “Gue kan nggak sengaja,” sahut Givenchy ikut sewot. Parama tidak mengatakan apa-apa lagi, memilih membersihkan dan menyuruh Givenchy fokus dengan macaroni-nya. Baru selesai membereskan macaroni, Givenchy tidak sengaja menyenggol bungkus bumbu yang sudah dibuka sampai tumpah ke lantai. Parama mengusap wajahnya kasar. Baru beberapa minggu, tapi Parama sudah dapat menghafal sifat Givenchy; tidak pernah hati-hati, sembrono, ceroboh, dan apa pun yang disentuh perempuan itu berakhir buruk.  “Lo duduk manis aja. Gue yang buatin macaroni-nya. Jangan sentuh apa pun,” kata Parama akhirnya. Dia kesal kalau harus menyaksikan kecerobohan Givenchy yang kelewat parah. “Nggak mau. Gue bisa masak kok,” tolak Givenchy seraya mengambil kotak macaroni, lalu menuangnya ke dalam panci berisi air mendidih. Kebiasaan buruknya, menuang sesuatu dari jarak jauh sehingga air mendidihnya terciprat mengenai tangan. “Ouch!” Parama menarik tangan Givenchy, membasuhnya dengan air keran tempat cuci piring. “Gue udah bilang tadi lo duduk aja biar gue yang masak, tapi keras kepala. Dan harusnya nggak perlu masukin macaroni kayak begitu.” “Iya deh,” ucap Givenchy akhirnya setuju. Apa yang dipegangnya memang tidak pernah berakhir baik. Parama mengambil alih semua yang dikerjakan Givenchy—termasuk apron yang dikenakan. Dalam waktu lima belas menit Parama berhasil menyelesaikan macaroni and cheese dengan sempurna termasuk tampilannya yang menggiurkan. “Gue nggak tau lo bisa masak seenak ini,” komentar Givenchy sembari mengambil sendoknya, kemudian mencicipi karena perutnya sudah terlalu lapar. “Gue anak didiknya Gordon Ramsay,” ujar Parama. Kemudian, “Oh ya, tadi gue liat ada tato di belakang leher lo. Itu artinya apa?” Ada sorot mata yang tidak bisa Parama tebak saat melihat reaksi Givenchy. Perempuan itu tidak menggubris pertanyaannya dan tetap fokus makan. Ada cerita apa di balik tato itu? Kenapa wajah Givenchy murung? Pertanyaan itu muncul dalam benaknya. “Arjuna kenapa belum dateng sih? Waktu gue kan berharga banget.” Givenchy mengalihkan pembicaraan. “Eh, lo telepon Arjuna dong suruh pulang. Jangan nyari anak perawan mulu di luaran.” Parama bukanlah orang bodoh. Walaupun Givenchy berusaha mengalihkan pembicaraan, tapi ada sesuatu yang disembunyikan di balik wajah cerianya. Terlalu jelas dia menyadari Givenchy mengubah ekspresi murungnya menjadi kepura-puraan untuk menutupinya. Sebenarnya apa yang Givenchy sembunyikan?  “Ya udah gue hubungin kakak lo dulu.” * * * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD