Scandal

1261 Words
Isabel menatap Jonathan dan Naya dengan marah. Dia kesal bukan main karena anaknya begitu saja meninggalkan pesta dan malah bermalam bersama seorang jalang. Isabel tahu status Naya dan dia jelas tidak menyukainya. Meski mereka sama-sama bukan dari kalangan atas, tapi menurut Isabel, Naya jauh lebih hina dari pada dia yang merupakan seorang pelayan. Wanita itu rela mengangkang hanya untuk memuaskan laki-laki hidung belang. Tentu saja, hal tersebut merupakan aib untuk keluarga mereka. Terlebih, Jonathan yang jelas sudah memiliki reputasi buruk karena terlahir sebagai anak haram dan pagi ini, media kembali memberitakan sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi mereka. Berita tentang anaknya dan Kiana yang memiliki sebuah 'hubungan'. Meski berita tersebut, memang sudah tersebar semenjak kematian Vincent beberapa minggu yang lalu, tapi jelas tak seheboh sekarang. Media terang-terangan menyoroti kedekatan Jonathan dan Naya. Bahkan beberapa di antara mereka, hampir berhasil mengambil video panas antara keduanya tadi malam, jika saja Isabel tak segera mengetahui dan merebutnya. Dia menuntut pegawai hotel yang memberikan kamera CCTV sembarangan dengan imbalan uang. Meski tidak sampai ke jalur hukum, karena manajer hotel seketika itu juga langsung memecatnya. "Kamu tahu apa salahmu? Mama sudah mengatakan sebelumnya, tinggalkan wanita ini! Buat apa kamu membawanya, Nathan!" teriak Isabel dengan marah. Kerutan di wajahnya, bertambah berkali-kali lipat karena emosi. "Semua akan aku urus. Mama tidak perlu khawatir," ucap Jonathan dengan santai. Semua sesuai dugaannya. Orang-orang yang membencinya langsung memunculkan kembali scandal-nya dengan Naya. Sayangnya, perbuatan mereka sama sekali tidak membuat Jonathan takut atau gentar. Memang inilah yang dia inginkan. Menunjukkan pada dunia, jika Naya adalah miliknya. Miliknya seorang. "NATHAN! Ini bukan masalah sepele! Sebaiknya kamu berhenti bermain-main dengan jalang ini! Ada Sherly yang lebih pantas untuk mendampingimu," sentak Isabel sambil menunjuk ke arah Naya. Naya yang sedari tadi diam, ikut tersentak saat melihat tatapan tajam dari wanita, yang melahirkan iblis seperti Jonathan. Hinaan, sudah tak lagi asing untuknya. Semua orang selalu berkata seperti itu, bahkan ada di antara mereka yang menyebutnya jauh lebih parahnya, tapi Naya sama sekali tidak mengerti, kenapa Isabel bisa semarah itu padanya? Seperti sangat membencinya. Pertemuan mereka, bahkan bisa dihitung oleh jari. Ketika Vincent mengenal Naya sebagai calon pengantinnya, kematian pria paruh baya itu, pesta semalam dan hari ini. Mungkin, Isabel menyimpan dendam karena Naya hendak dijadikan istri oleh suaminya. Mungkin saja. Meski Naya sempat mendengar berita, kalau Isabel tidak menyukai Vincent dan menikah karena terpaksa, tapi hati siapa yang tahu? Berbeda dengan Naya yang masih terhenyak karena bentakan dan hinaan Isabel, Jonathan justru tampak marah. Kedua tangannya mengepal. Tatapan matanya menatap Isabel dengan sorot menusuk. Bahkan tanpa sadar, Jonathan menggenggam tangan Naya cukup erat. "Pergi." "Apa?" Mata Isabel menatap anaknya tak percaya. "Pergi dari rumahku sekarang juga." Kini, Jonathan menekankan setiap kalimatnya. Kehadiran Isabel jelas sangat mengusik ketenangan Jonathan. Dia sangat amat tidak suka saat ada orang yang menghina orang-orangnya atau wanitanya. Termasuk, jika itu adalah ibunya sendiri. Jonathan tidak akan tinggal diam. Naya adalah wanitanya. Dia yang menginginkan wanita itu untuk terus berada di sampingnya. Jadi, tidak ada seorang pun yang boleh melakukan sesuatu yang buruk atau pun mencelanya. Ini hidupnya dan hanya dirinyalah yang boleh mengatur. "Apa? Apa kamu baru saja mengusir Mama, hanya karena wanita ini?" tunjuk Isabel pada Naya. Naya tentu semakin gelisah, dia tampak sangat tidak nyaman, tapi Jonathan malah dengan santainya, menarik Naya mendekat dan menciumnya tepat di hadapan Isabel. Sedikit kasar dan menggebu sampai tubuhnya didorong agar terlentang. "Iya, pergilah. Mama tidak ingin kan, menyaksikan kami bercintà?" sindirnya. Wajah Isabel langsung merah padam karena ucapan frontal yang dikatakan anaknya dan juga adegan yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Kesal dan marah saat melihat Jonathan mulai menggoda Naya. Menyentuh wanita itu tepat di depannya tanpa tahu malu. Hingga mau tak mau, dia meninggalkan ruang tamu dengan perasaan dongkol. "N-Nath, Ibumu sudah pergi." Naya berusaha menghentikan tindakan Jonathan yang akan membuka kancing bajunya. Menahan tangan laki-laki itu yang mulai meremas dadanya. Berusaha untuk bangkit. Naya tahu, ini hanyalah sandiwara untuk mengusir Isabel. Meski Naya sedikit heran, kenapa hubungan ibu dan anak itu tampak renggang? "Lalu?" Jonathan mengangkat alisnya, heran. "Kau tidak bisa seperti ini," cegah Naya dengan nada bergetar. Dia menahan dua lengan kekar laki-laki itu. "Tidak boleh ada penolakan saat aku menginginkanmu," bisik Jonathan, sebelum kemudian dia mèncium bibir Naya dan melanjutkan apa yang sempat tertunda. Dia tidak bisa menahan diri saat merasakan bibir manis wanita itu. Baginya, Naya selalu menggoda dan tak pernah membuatnya puas jika belum menyentuh titik terdalamnya. *** "Pilihlah yang kaumau," ucap Jonathan pada Naya, yang kini terdiam menatap gaun-gaun mewah di depan mata. Tak terlihat sedikit pun, rasa tertarik di sana. Naya justru tampak bosan dan hal itu, membuat Jonathan mengernyitkan dahi. "Aku ingin pulang," pinta Naya, tak disangka. Sudah hampir dua minggu, Naya terkurung di dalam mansion miliknya. Wanita itu keluar untuk pertama kali sejak pesta beberapa malam lalu dan kini, Jonathan mengajaknya untuk menghirup udara segar. Setelah itu, Naya hanya diizinkan keluar kamar tanpa diperbolehkan keluar rumah jika tidak dengannya. Jonathan tidak mau mengambil risiko wanita itu kabur darinya. “Naya, cepat pilih gaun mana yang kau suka,” desak Jonathan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Jonathan rela meninggalkan pekerjaannya sebentar, hanya demi menemani Naya bepergian. Entah apakah otaknya ada yang salah atau tidak. Bisa-bisanya dia memikirkan menghabiskan sepanjang hari untuk hal yang sama sekali tidak penting dalam hidupnya. Sejenak, Jonathan memutar ingatannya tentang raut wajah Naya yang menyiratkan kesedihan. Dia sama sekali tidak bisa melupakan, ketika wanita itu menangis. Jonathan sangat amat terusik. Mengira, jika mungkin Naya perlu menyegarkan pikirannya. Sampailah, keputusan membuat mereka kini berada di sebuah pusat perbelanjaan. Jonathan tidak terlalu mengerti soal wanita, tapi dari pengalamannya saat memanjakan jalang-jalangnya, Jonathan paham kalau wanita suka uang, pakaian mahal dan perhiasan. Tentu inilah yang sedang dilakukannya. Sayang seribu sayang, sudah hampir satu jam lamanya, Naya sama sekali tidak menunjukkan raut tertarik, baik itu soal perhiasan, dan pakaian yang kini Jonathan tawarkan. Hanya sorot mata lelah yang wanita itu perlihatkan saat dia Jonathan mengajaknya mengelilingi mall. “Aku tidak tertarik.” Geram dengan sikap acuh yang Naya tunjukkan, Jonathan mencengkeram lengan wanita itu kencang. Terlalu kencang sampai bisa saja membuat bekas memar di pergelangan tangan Naya. Dia tidak suka mendengar penolakan yang Naya lakukan. Ini seperti sebuah hinaan baginya. Dengan perasaan kesal, Jonathan menolehkan kepalanya dan menatap pegawai butik yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. “Kau, cari semua piyama dan gaun yang paling sexy. Biarkan dia mencoba semuanya," ucap Jonathan sembari melirik ke arah Naya. Naya yang mendengar perintah gila itu, melotot tak terima. "Aku tidak mau! Apa-apaan kau ini! Pakaianku masih banyak dan bagus." "Pakaian murahan milikmu akan aku bakar. Kau tidak bisa memakainya lagi," ucap Jonathan sambil menatapnya mencemooh, "kau tidak memiliki pilihan lain selain memakai apa yang telah kupilih." "Apa?" Naya mengepalkan tangannya. Dia menatap marah pada Jonathan yang bersikap sangat menjengkelkan. Wajahnya benar-benar membuat Naya murka. Dia ingin sekali memukul laki-laki itu, tapi rasanya tidak mungkin. Naya bisa mati jika melakukannya. "Pilihanmu hanya dua. Memakai pakaian yang kuberikan, atau telanjang. Kau pilih yang mana? Aku sama sekali tidak masalah, kalau seandainya kau ingin telanjang," ujar Jonathan sambil berdesis. Pikirannya langsung membayangkan jika Naya berlenggak-lenggok di mansionnya tanpa busana. Wanita itu tidak akan selamat dan menjadi santapannya sepanjang hari. Betapa menggairahkannya jika itu terjadi. "B-baiklah, aku a-akan memakainya, tapi biarkan aku memilih apa yang kumau," jawab Naya sedikit gugup, ketika dia melihat sesuatu yang aneh di dalam mata Jonathan. "Ya, ambil semuanya kalau perlu. Aku tidak masalah." Seringai penuh kemenangan pun, terlihat jelas di wajah tampan Jonathan. Dia akhirnya berhasil membuat Naya menuruti perkataannya. Ya, semua wanita sama saja. Mereka menyukai uang dan suka saat lelaki memanjakannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD