Suara tembakan terdengar saling bersahutan. Segerombolan pria tak dikenal tiba-tiba muncul dan mengacaukan klub malam. Orang-orang yang sedang asyik berpesta dan bergoyang, berlarian ke luar untuk menyelamatkan diri, ketika dirasa bahaya mengancam mereka.
Teriakan dan pekik ketakutan, tak lagi terelakkan. Begitu juga dengan wanita muda yang kini duduk bersama seorang pria paruh baya, Naya. Wajahnya pucat bukan main. Dia sama sekali tidak menyangka, jika keadaannya akan jadi seperti ini.
Keadaan yang klub saat itu benar-benar tak terkendali. Segerombolan pria bersenjata tajam membunuh beberapa pengunjung. Puluhan nyawa melayang begitu saja. Membuat setiap orang yang melihatnya, akan gemetar ketakutan.
Sementara Naya hanya diam dan memerhatikan kejadian tersebut tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia terjebak. Kakinya seperti dipaku. Sekujur tubuhnya merinding bukan main. Yang ada dalam benaknya saat ini adalah dia akan mati. Sama seperti mereka, karena sepertinya tidak akan ada jalan untuk melarikan diri.
Namun, pemikiran seperti itu terpatahkan saat seseorang tiba-tiba muncul entah dari mana dan menariknya untuk bersembunyi. Menarik lalu membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Entah karena sangat syok atau apa, Naya sampai tidak bisa mengalihkan pandangannya ketika salah satu dari gerombolan orang tersebut membunuh pria yang tadi dia temani dengan beberapa tembakan. Hampir saja Naya menjerit, seandainya mulutnya tidak dibungkam. Sengaja atau tidak, Naya tidak tahu, tapi kejadian tersebut cukup menakutkan untuk dilihat secara langsung.
Sebelum melihat hal yang lebih mengerikan lagi, Naya dengan cepat dibawa keluar oleh orang yang menariknya tadi. Sayangnya, Naya yang masih linglung dan belum tahu siapa musuh dan mana teman, dia langsung mengambil pisau milik salah satu dari mereka yang telah mati, untuk kemudian menusuk laki-laki yang menariknya tepat saat mereka sudah berhasil ke luar.
Tindakan nekat yang dilakukan oleh Naya tentu membuat tubuh laki-laki itu ambruk seketika. Jatuh tersungkur sembari memegangi perutnya yang terkena tusukan. Menatap Naya dari balik topeng. Ya, laki-laki itu mengenakan topeng separuh wajah di bagian kanannya. Hal yang tentu terlihat menakutkan bagi Naya, hingga dia berniat untuk melarikan diri secepat mungkin.
Sayangnya, terlihat seseorang yang sama dengan laki-laki itu, datang menghampirinya dalam keadaan marah dan tanpa disangka sedikit pun, orang tersebut langsung menampar Naya tanpa basa-basi begitu mendekat. Tatapan matanya, terlihat seolah berniat untuk membunuhnya.
Deghh.
Degh.
Deg.
"Naya bangun. Bangun Naya!"
Seseorang menggoyangkan tubuh Naya cukup kencang. Menyadarkan wanita itu dari mimpi buruk yang tiba-tiba muncul dan membuatnya berteriak ketakutan. Keringat bahkan tampak begitu jelas menghiasi wajah cantik Naya. Sangat banyak. Keningnya berkerut dan mampu membuat Jonathan yang kini tengah membangunkan Naya dilanda rasa khawatir.
"Naya."
Kali ini, Jonathan sedikit menaikan nada suaranya. Hingga akhirnya, Naya harus terbangun dengan napas memburu. Matanya melotot kaget ketika melihat kehadiran Jonathan di sana. Langsung saja, dia secara refleks menepis kasar tangan laki-laki itu dan beringsut menjauh hingga terpaku saat menyentuh ujung sofa.
Dahinya mengernyit heran. Masih dalam keadaan linglung, Naya menatap sekitar. Dia baru menyadari kalau ini bukan kamarnya melainkan ruang kerja Jonathan. Ya, dia ingat kalau laki-laki itu memintanya untuk menemani tadi dan sepertinya dia tertidur di sofa saat Jonathan sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Naya tak bisa memikirkan apa pun. Dia kira, kejadian tadi adalah nyata. Namun ternyata, kejadian itu tak lebih dari sekadar mimpi. Mimpi buruk karena kejadian yang amat mengerikan untuk diingat dan ini, adalah ulah Jonathan.
Iris matanya kembali menatap Jonathan sengit sekaligus takut. Dia tidak bisa lupa, jika orang yang ada di hadapannya saat ini adalah orang yang membunuh semua pengunjung klub malam waktu itu. Kepala Naya terasa berputar sakit, ketika memorinya mengingat kembali kejadian tersebut. Wajahnya benar-benar pucat.
Kenapa? Kenapa Naya bisa memikirkannya kembali? Padahal itu sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. Terlebih, ketika dia kembali mengingat tentang seseorang yang sempat dia lupakan. Laki-laki itu. Laki-laki yang menamparnya dan menatapnya marah, ketika Naya menusuk laki-laki bertopeng yang menariknya paksa ke luar. Siapa dia? Naya tidak bisa mengingatnya terlalu jelas. Dia hanya ingat samar-samar karena situasi saat itu benar-benar tidak terkendali.
"Naya, kau baik-baik saja?"
Suara Jonathan kembali menyadarkan Naya dari lamunannya. Membuat Naya terdiam dan menatapnya dengan lekat. Cukup lama, sampai Jonathan sendiri keheranan. Hingga akhirnya, Naya membuang muka. "Aku tidak apa-apa."
Jawaban yang keluar dari mulut Naya, tentu membuat Jonathan tak merasa puas. Jelas dia sangat tahu, bahwa ada sesuatu yang Naya coba sembunyikan darinya. Entah apa itu, tapi satu hal yang pasti ada sorot mata ketakutan di wajahnya.
"Katakan yang sebenarnya, apa yang mengganggumu?" desak Jonathan. Dia menatap tajam ke arah Naya. Memegang cukup kuat kedua bahu wanita itu, hingga Naya harus sedikit meringis karena sakit.
Inilah yang tidak dia suka dari Jonathan. Kasar. Laki-laki itu mampu mengintimidasinya hingga Naya tidak bisa membantah perkataannya sedikit pun. Sampai mau tak mau Naya harus menceritakan kembali mimpinya. Mimpi yang sebenarnya berasal dari apa yang pernah terjadi.
Wajahnya yang sudah pucat, bertambah pucat saat menceritakan kejadian tersebut. Tubuh Naya harus menggigil dan tak nyaman. Terlebih ketika ingat kalau Jonathan adalah orang yang membuat banyak nyawa melayang. Laki-laki siàlan ini yang membuatnya ketakutan dan mengira kalau dirinya akan mati saat itu.
Naya tahu, waktu itu bukan pertama kalinya dia melihat pembunuhan, tapi pembunuhan yang dilakukan Jonathan terkadang mengingatkannya kembali pada kejadian di masa lampau, saat keluarganya dihabisi. Meski sebelumnya Naya tak pernah mengalami mimpi sampai seperti ini. Kenapa? Aneh juga rasanya saat dia mengingat samar-samar sosok lain di mimpi itu. Pria yang menamparnya.
"Kau tidak perlu khawatir. Mungkin memang sudah saatnya pria tua bangka itu dan semua yang ada di sana mati," ucap Jonathan penuh dendam. Tangannya terkepal erat. Dia sama sekali tidak bisa melupakan, wajah-wajah yang dulu menyebutnya anak haram. Tidak pernah dan tidak akan. Sangat kebetulan sekali orang-orang angkuh itu ada di sana dan terkena tembakannya, termasuk ayahnya.
Waktu itu, Jonathan hanya berusaha menghukum beberapa pengkhianat. Ada orang yang berniat menghancurkannya dari belakang. Meski sialnya, harus ada orang yang terpaksa ikut terbunuh. Itu tidak disengaja karena dia tidak tahu siapa saja yang berkomplot bersama mereka. Membuatnya tak punya pilihan lain selain meluluhlantakkan club tersebut. Akan tetapi, dalang dari orang yang berniat menghancurkan bisnisnya sama sekali tidak ditemukan dan apa yang dilakukannya menjadi sia-sia. Dia hanya membasmi para kroco-kroco yang tidak berguna.
Sayangnya, Naya juga harus melihat kejadian mengerikan tersebut. Jonathan sangat menyesalkan hal itu, tapi nasi sudah menjadi bubur dan waktu tidak bisa diulang. Sampai saat ini, dia masih berusaha mencarinya. Orang itu telah membuat casino miliknya hampir pailit jika dia tidak segera turun tangan.
"Apa kau masih memikirkan kejadian itu?"
Naya tidak langsung menjawab, dia malah menatap Jonathan dengan penuh keraguan. Tidak mungkin jika Naya menceritakan semuanya. Tentang laki-laki yang dulu menamparnya. Bisa-bisa Jonathan akan menghukumnya karena mengira memimpikan laki-laki lain. Tak bisa dibayangkan, hukuman seperti apa yang harus Naya terima. Meski beberapa hari terakhir harus dia akui kalau sikap laki-laki itu mulai sedikit melunak.
"Atau kau masih memikirkan pria tua itu? Katakan Naya, apa pria menjijikkan itu masih kauingat?" tanya Jonathan sambil mencengkeram kuat kedua bahu Naya. Matanya menyorot penuh kemarahan. Tidak. Jonathan tidak bisa memikirkan, jika wanitanya masih mengingat ayah berengseknya. Tidak boleh.
"Apa? Aku tidak--"
"Apa dia begitu memuaskanmu? Kau menyukai saat pria tua itu memasuki dan menyentuh tubuhmu? Begitukah?" selanya, tak memberikan Naya kesempatan untuk membantah.
Sontak saja, Naya langsung menggeleng. Dia membantah tuduhan tak berdasar dari Jonathan. Naya tahu siapa pria yang dimaksud oleh laki-laki itu. Pria itu tak lain adalah Vincent, tapi kenapa Jonathan harus semarah ini? "Nath, kau sepertinya salah paham. Aku tidak pernah tidur dengan Ayahmu."
"Aku tidak percaya. Kau sampai bermimpi tentangnya. Pasti kau sangat memikirkannya bukan?" tuduh Jonathan. Mata hitamnya berkilat marah. Sampai Naya harus ketakutan.
Jonathan itu gila. Naya tidak pernah mengerti apa yang diinginkan laki-laki itu sebenarnya dan apa yang dipikirkannya. "Terserah. Aku hanya ketakutan karena kau membunuh orang-orang, bukan karena memikirkan Ayahmu."
"Aku tidak percaya."
Perasaan kesal Naya memuncak. Dia seketika menepis tangan laki-laki itu dengan kasar. Bangkit dari sofa dan berkacak pinggang di depan Jonathan yang masih terduduk. "Aku tidak peduli kau percaya atau tidak. Kau malah membuatku tambah sakit kepala. Lebih baik aku pergi dari sini."
"Naya." Jonathan meraih tangan Naya dan hendak menariknya. Namun Naya sudah lebih dulu menepis dan menghindar. Dia jadi kesal dengan laki-laki itu dan memilih ke luar dari ruang kerja Jonathan. Bulan masih bersinar terang dan fajar belum menyingsing, Naya masih bisa terlelap dalam tidurnya.
Di sisi lain, Jonathan hanya menatap Naya yang menghilang dari balik pintu. Dia menghembuskan napas kasar dan menyugar rambutnya. "Sial, sepertinya aku mulai gila."