033. Tidak Menyukaiku!

1480 Words
"Hah?" Randi sedikit melebarkan matanya menanggapi pertanyaan tak terduga dari adik sepupunya itu. "Apa yang kamu tanyakan?" Laras membuang napas, mengulangi pertanyaan, "Aku tanya, apakah kamu benar-benar menyukaiku?" Mendengar pertanyaan itu untuk kedua kalinya, Randi menatap ke arah Laras. Laras tidak kalah dan membalas tatapan Randi dengan menantang. Kedua kakak adik bersepupu itu saling menatap untuk beberapa saat sebelum Randi menyerah terlebih dahulu. "Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Randi. Laras menutup pintu mobil kembali, dia menoleh ke arah Randi dan memulai pembicaraan empat mata yang sangat penting. "Ketika jatuh cinta maka orang tersebut pasti ingin selalu di dekat orang yang disukainya. Tetapi kamu tidak! Kamu ingin langsung pergi begitu saja, apakah kamu benar-benar menyukaiku?" Wajah gadis itu sangat tegas, seolah dia benar-benar serius dengan pertanyaannya. Randi merasa sedikit tidak berdaya dengan adik sepupunya itu, mampu memikirkan semua hal aneh di kepalanya. "Kenapa tiba-tiba berpikir seperti itu?" tanya Randi tenang, menatap ke mata berapi Laras, mencoba untuk mencari tahu isi pikiran gadis di sampingnya ini. Mata Laras mengelak, dia menatap ke depan, mencoba mencari alasan untuk dirinya sendiri. "Aku hanya penasaran," katanya. "Bukankah kita setuju untuk tidak mengungkapkannya lagi?" kata Randi, masih dengan nada tenang tanpa mendesak. Sebenarnya dia kurang lebih mengerti apa yang dipikirkan Laras. Gadis itu selalu memenuhi pikirannya dengan hal-hal aneh. Ketika mereka setuju untuk mengabaikan perasaan yang salah ini, Randi yakin bahwa Laras tidak mungkin bisa mengabaikannya. Gadis itu terlalu mudah untuk membawa segalanya ke dalam pikirannya, tampak ingin membebani dirinya sendiri. "Aku hanya penasaran, itu tidak seperti aku akan bertanya terus tentang hal ini." Pandangan Laras berkelabatan ke segala arah sebelum kembali menatap Randi. "Jika tidak ingin memberitahuku mata tidak perlu beritahu," katanya segera. Gadis itu membuka pintu kembali dan bergegas turun, "Aku akan masuk," katanya. "Baiklah, jangan lupa makan." Randi mengangguk, memperhatikan gadis itu masuk ke dalam rumah sebelum kembali menjalankan mobil. Laras mengintip dari jendela ruang tamu dengan kesal. Dia mengetuk-ngetuk kaca jendela dengan telapak tangannya. "Aku mengatakan agar dia tidak perlu memberitahuku, dan dia benar-benar tidak memberitahuku! Randi bodoh!" Setelah melampiaskan amarahnya pada jendela yang tak bersalah, Laras berbalik dan masuk ke kamarnya. Dia berganti baju dengan cepat, dan turun untuk memanaskan makanan lalu makan di ruang tengah dengan televisi menyala dengan volume suara yang keras. Gadis itu menghabiskan makanannya dengan cepat, kemudian dia membaringkan tubuhnya sepenuhnya di sofa, memegang ponsel untuk menjelajahi internet. [Ciri-ciri seseorang sedang jatuh cinta] Laras mencari berbagai kata kunci di internet tentang cinta dan semacamnya. Dia dengan serius membaca setiap blog yang menurutnya menarik. Jika saja Rena melihat tindakannya, dia mungkin akan mencibir tindakan Laras yang begitu fokus membaca hal-hal aneh, bukannya buku pelajaran. Selama dia jam penuh, Laras menjelajahi internet hanya demi mencari tahu perilaku kakak sepupunya terhadapnya, namun dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Gadis itu memasang ekspresi cemberut, berguling-guling di sofa dan jatuh begitu saja ke bawah. Untungnya lantai telah dilapisi oleh karpet berbulu, sehingga selain merasa pusing, Laras tidak merasakan rasa sakit apa pun. Merasa nyaman dengan bulu tebal di karpet, Laras berbaring nyaman enggan bangkit kembali ke sofa. Karena kantuk yang ditahannya dan juga merasa lelah, Laras segera tertidur begitu saja di karpet dengan ponsel yang telah terlepas dari genggamannya. Ketika gadis itu bangun, dia telah berada di atas tempat tidur. Laras mengusap matanya dengan bingung dan segera melompat turun dan pergi keluar. Karena dia berhasil teleportasi dari ruang tengah ke kamarnya maka Randi pasti datang ke rumahnya ketika dia tidur. Laras mencari ke segala sudut dan hanya menemukan rantang makanan di atas meja. Sosok kakak sepupunya tidak terlihat sama sekali. Sembari memeriksa isi rantang, Laras menelepon Randi. Nada sambung terdengar sebelum panggilan terhubung. "Randi, kamu datang ke sini tadi?" tanyanya meski tahu jawabannya dengan pasti. "Ya, makan malam dengan itu. Apakah kamu baru bangun?" Suara Randi terdengar. Laras melihat soto di dalam rantang, aroma kaldu yang menggoda tercium langsung ke hidupnya. Dia segera mengangguk dengan kata-kata Randi, namun menyadari Randi tidak dapat melihat tindakannya, gadis itu segera bersuara, "Baiklah, aku akan menghabiskan semuanya. Aku baru bangun, kamu dimana sekarang?" "Di jalan, aku sedang mengendarai saat ini. Nanti aku akan menghubungimu lagi," kata Randi. Laras langsung cemberut, "Oke." "Ingat untuk jangan tidur di karpet lagi," titah Randi dengan tegas. Laras mengangguk malas, "Oke." "Apakah kamu mendengarkan?" "Iya, aku dengar. Aku tidak akan tidur di karpet lagi," kata Laras tidak sabar. Tidak diketahui apakah dia akan menepati janjinya atau tidak. Setelah mendapatkan jawaban yang diinginkan, panggilan terputus begitu saja. Laras menatap ke ponselnya yang kini kembali ke tampilan beranda dengan kesal. "Ini yang dikatakan suka? Kamu bahkan tidak ingin menelepon denganku lebih lama!" omel Laras dengan mata melotot pada ponselnya. Keesokan harinya, Laras ditarik oleh Rena ke toko buku, berusaha mengingatkan Laras akan janji tentang memberikannya sebuah buku yang baru. Laras bahkan sudah melupakan hal-hal tentang yang dia katakan sebelumnya. Namun Rena tidak mungkin melupakan manfaat seperti itu. Jika ditanya, tempat apa yang paling dibenci Laras, maka Laras akan menjawab perpustakaan, lalu setelah perpustakaan tentu saja jawabannya adalah toko buku. Melihat ruangan penuh dengan rak yang berisikan buku membuat Laras merasa pusing. Meski semua buku tersusun rapi sekaligus, Laras tetap merasa bahwa semuanya berantakan dan sangat acak. Dia selalu bingung dengan orang-orang yang begitu menikmati berada di toko buku atau pun perpustakaan, padahal ada tempat hiburan yang lebih menarik, jadi kenapa mereka memilih menyiksa otak mereka dengan segala macam hal-hal penuh tanda tanya itu. Laras melihat temannya yang tampaknya dilema ketika memilih buku, untuk waktu yang lama, Rena terjebak antara memilih satu dari sekian banyaknya buku yang menarik perhatiannya. "Ambil semuanya," kata Laras dengan tidak sabar. Di hari Minggu yang ceria ini, seharusnya mereka pergi ke mal untuk bermain, nonton di bioskop atau shopping. Tetapi sayangnya hidupnya harus terpaksa tersiksa karena mengantar tema ke toko buku untuk beberapa jam. Bisa dibayangkan betapa frustrasinya Laras ketika dia mengalihkan pandangannya dan terus bertemu dengan buku dan buku. "Sungguh?" tanya Rena untuk memastikan. Laras dengan wajah datar menunjukkan kartu hitam di antara jari telunjuk dan tengahnya. Rena langsung bersorak dan mengangkut semua buku yang disukainya. "Mempertahankan persahabatan ini memang pilihan terbaik," katanya dengan penuh kepuasan. Laras mencibir, "Aku semakin meragukan persahabatan ini." Rena tidak tersinggung sama sekali, lagi pula selama Laras membelanjakannya apa pun, maka dia akan menerima semua kata-kata buruk yang dikatakan gadis itu. Lagi pula Rena tidak pernah menolak ketika Laras membelanjakannya sesuatu. Dia sangat tahu kekayaan keluarga Laras dan tumpukan uang yang ada di sisi gadis itu. Sebagai teman yang baik, Rena sangat senang membantu Laras mencari cara menghabiskan uang yang tampaknya tak terkira itu. Setelah dari toko buku, kedua gadis itu singgah di kafe terdekat untuk makan siang. "Setelah ini kita ke mal?" tanya Rena. Laras mengangguk, tatapannya tertuju pada tas belanja Rena. "Sebelum itu, kirim bukumu dulu. Tidak nyaman jalan-jalan membawa sesuatu yang berat. Aku masih ingin menggunakan kekuatanmu untuk membawa barang belanjaanku nanti." Rena melempari Laras kentang goreng, "Enak saja," katanya. Untungnya kentang goreng itu sengaja meleset dari tubuh Laras, jika tidak, maka gadis itu akan mengamuk karena telah merusak dandanannya yang dia atur untuk waktu yang lama. "Eh, itu kakakmu," kata Rena dengan dagu terangkat menunjuk ke satu tempat. Laras menoleh ke samping. Posisi mereka saat ini ialah di meja dekat jendela kafe. Ketika menoleh, mereka dapat langsung melihat kegiatan yang ada di luar. Saat ini Laras melihat kakak sepupunya kini berjalan dengan seorang gadis. Itu membuat mata Laras terbuka lebar. "Randi jalan dengan seorang gadis?" ucapnya dengan tak percaya. "Ada Kak Fito juga di sana," ralat Rena, namun Laras tidak peduli. Di mata Laras, sosok Fito terhapus begitu saja hanya menyisakan Randi dan seorang gadis yang familiar berjalan beriringan. "Siapa sih gadis itu, kayaknya aku pernah lihat." Laras mengernyit tidak suka. "Mahasiswi yang kita lihat di kampus terakhir kali," kata Rena membantu Laras untuk mengingat. Setelah diingatkan, Laras langsung tersentak. Dia entah bagaimana langsung berpikir untuk menelepon kakak sepupunya itu. Dari dalam kafe Laras bisa melihat kakak sepupunya sedang memegang ponsel dan mengangkat panggilannya, lalu mendekatkan ponsel ke telinganya. "Laras?" panggilnya. Tatapan Laras tidak pergi dari sosok kakak sepupunya, dengan tajam terus mengawasi gerak geriknya. "Aku sekarang yakin kamu benar-benar tidak menyukaiku!" Rena tersedak ketika dia makan kenyang goreng, batuk dengan kuat dan segera minum. Setelah berhasil melegakan tenggorokannya, dia menatap dengan pandangan tak percaya kepada Laras. "Apakah kamu gila?" tanyanya tanpa suara, hanya gerakan bibirnya yang jelas karena takut akan terdengar oleh Randi. Randi terdiam sebentar sebelum berbicara dengan tenang, "Apa maksudmu?" Laras mencibir perilaku Randi yang masih tetap tenang meski telah tertangkap basah. "Aku ada di dalam kafe sekarang, menoleh ke kanan dan kamu akan melihatku." "Kiri, kiri," bisik Rena. "Maksudku kiri," ralat Laras langsung. "Melihat ke kiri sekarang." Randi menoleh ke kiri sesuai dengan permintaan adik sepupunya. Langkah kakinya segera berhenti, melihat di balik kaca sebuah kafe sosok adiknya yang tampak samar. "Ada apa?" tanya Fito ketika menyadari Randi tiba-tiba berhenti. "Aku akan ke sana," kata Randi tenang, memutar haluan langkah kakinya menuju lurus ke kafe.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD