032. Apakah Kamu Benar-Benar Menyukaiku?

1151 Words
Dor! Sebuah balon meletus membuat suara bising yang mengagetkan jiwa. Laras tersentak, meraih buku tebal di meja Rena, lalu bangkit dan melemparkan buku di tangannya ke arah Halim yang baru saja dengan usil meletuskan balon tiup di dalam kelas. "Kamu bosan hidup?" tanyanya dengan kesal. Sang pelaku segera angkat tangan mengakui kekalahan dengan mudah, "Masih betah, masih betah," jawab Halim dengan cepat, takut Laras akan mencari benda lain yang memiliki bobot yang berat untuk dilemparkan kepadanya. Setelah memastikan Halim benar-benar bertobat, Laras kembali duduk di bangkunya dengan kesal. Saat ini waktu istirahat berlangsung, sangat wajar jika di kelas terjadi kekacauan di mana-mana, setiap sudut kelas terdapat murid yang melakukan berbagai aktivitas berbeda sesuatu suasana hati, hobi, dan keadaan. Kebisingan menjadi merajalela, tampak tak kenal tempat. "Hei, bukuku nanti rusak!" ujar Rena, bangkit dan meraih memungut bukunya yang malang. Dia melihat debu telah menguasai lembaran putih bersih bukunya dengan sampul yang telah terlipat berantakan. "Aku membeli ini dengan merelakan uang saku Minggu ini. Bahkan belum dua hari dan telah rusak begitu saja." Laras memutar matanya, "Hanya satu buku saja, aku bisa membeli seratus buku seperti itu untukmu sekalian toko bukunya.' Rena sangat menyadari kekayaan keluarga Laras, jadi dia mengangguk tanpa berniat menolak kebaikan temannya itu. "Oke, belikan aku satu buku lagi," katanya. Tidak ingin mengurusi hal sepele seperti itu lagi, Laras mendengus dan kembali merenung dengan kedua telapak tangannya menumpu wajahnya sementara sikunya menekan meja. Setelah beberapa saat, dia menyerah untuk menggunakan otaknya yang berkarat. Jadi dia menoleh untuk melihat ke arah temannya yang kini sibuk membolak balik bukunya tampak sedang memeriksa setiap lembaran yang kotor. "Ren," panggil Laras. "Hum," gumam Rena tidak peduli. Laras mengerutkan keningnya, namun tetap berbicara, "Randi menyukaiku," katanya. "Aku tahu," jawab Rena masih dengan nada datar. Mendengar itu membuat Laras semakin kesal. Dia ingin membuka mulutnya dan berbicara lagi, namun Rena telah menoleh untuk menatapnya dengan alis terangkat. "Bukankah kita berdua tahu itu, untuk apa kamu memperjelasnya lagi?" tanya Rena dengan aneh. "Nah kan!" Laras memukul meja di depannya dengan telapak tangannya, mengagetkan Rena dan murid yang ada di sekitarnya. "Bicara yang baik, untuk apa kamu menyakiti meja?" Rena mengabaikan kemungkinan telapak tangan Laras yang sakit, dan mengelus meja seolah benar-benar peduli dengan rasa sakit benda mati. Laras memutar matanya, namun tetap fokus pada topik sebelumnya. "Kita berdua tahu Randi menyukaiku, tetapi aku mulai curiga bahwa itu tidak benar." Gadis itu berkata dengan sangat antusias, dia tidak memiliki kebiasaan mengurangi volume suaranya ketika berbicara, lagi pula di waktu seperti ini, sangat jarang seseorang begitu sibuk memperhatikan setiap percakapan yang terjadi. Semua orang sangat sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Setelah Laras selesai berbicara, Rena mengerutkan keningnya, menatap temannya itu dengan heran. "Kamu curiga bahwa Kak Randi sebenarnya tidak menyukaimu?" tanyanya perlahan. Laras mengangguk, "Ya!" "Oh, kenapa?" tanya Rena malas, sedang berjuang untuk berpura-pura peduli pada masalah hidup absurd temannya itu. Laras mengerutkan bibirnya, "Aku tidak bisa merasakan perasaannya," jawabnya dengan aneh. Beberapa hari ini, Randi kembali hadir dalam hidupnya, tidak lagi menjauhinya seperti sebelumnya. Di pagi hari, terkadang kakak sepupunya itu datang memberikannya makanan untuk sarapan, mengantar jemput Laras ketika dia bebas, dan menjaga serta merawatnya dengan perhatian. Semua tampak sama, namun karena itulah Laras merasakan keanehan. Kakaknya akan menatapnya dengan pandangan yang sama seperti sebelumnya. Tersenyum kecil ketika merasa bahwa kata-katanya lucu. Menggosok kepalanya tanpa peduli tempat dan waktu. Dan juga menegurnya ketika melakukan kesalahan. Tidak ada perbedaan akan sikap Randi, itu benar-benar Randi yang dikenal Laras sebelum gadis itu tahu tentang perasaan Randi. Namun karena itulah Laras merasa sangat curiga bahwa Randi sebenarnya tidak menyukainya. "Bukankah ketika jatuh cinta maka tindakan seseorang akan sangat berbeda dan spesial. Namun aku tidak menemukan apapun yang spesial dari tindakan Randi!" kata Laras, sangat yakin dengan dugaannya sendiri. Rena menatap Laras dengan datar, ingin bertanya di mana temannya ini meletakkan otaknya. "Oh, bukankah itu bagus? Kamu yang menginginkan seperti ini, apa lagi yang kamu harapkan?" kata Rena dengan pandangan aneh, menatap Laras seolah melihat orang paling labil di dunia. "Sebelumnya kalian berjanji untuk mengabaikan perasaan Kak Randi. Kak Randi melakukan apa yang dia katakan, bertindak seperti biasanya. Tetapi bagaimana denganmu, kamu malah ingin menggali perasaannya." "Siapa yang ingin menggali perasaannya?!" elak Laras cepat, kemudian dia menurunkan volume suaranya secara perlahan. "Aku hanya penasaran." Memang benar mereka telah berjanji untuk mengabaikan perasaan itu. Namun seberapa besar pun Laras berusaha untuk mengabaikan, dia malah terfokus pada perasaan itu. Terlebih lagi ketika dia melihat Randi, dia tidak bisa untuk tidak berpikir bahwa pemuda ini memiliki perasaan untuknya. Bagi Laras, kakak sepupunya yang selalu ada di sisinya dari kecil ternyata menyimpan perasaan padanya merupakan hal yang sangat baru. Ini seolah Laras telah menemukan benua baru, dia sangat penasaran dan ingin menjelajahinya. Setiap saat pikiran Laras akan dipenuhi berbagai pertanyaan tentang bagaimana Randi bisa menyukainya, apa yang dipikirkan Randi tentangnya, atau kenapa Randi begitu acuh tak acuh pada seseorang yang dia sukai. Pertanyaan-pertanyaan itu terus menumpuk, membuat Laras tanpa sadar ingin memperhatikan setiap tindakan dan ucapan Randi. "Penasaran?" Rena mengangkat alisnya, "Sejujurnya aku juga penasaran, kenapa kamu tidak bertanya langsung saja pada Kak Randi?" "Bertanya langsung?" gumam Laras tidak yakin. Pulang sekolah, Randi kebetulan sedang bebas dan meluangkan waktu untuk menjemput Laras. Ketika bertemu dengan kakak sepupunya yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya, Laras merasa aneh. Dia melirik ke arah Rena dan Rena hanya mengangkat bahu tak peduli sebagai tanggapan. ... Benar-benar teman yang tak dapat diandalkan. Setelah mengantar Rena pulang ke rumahnya, hanya tersisa Randi dan Laras di mobil. Berulang kali Laras akan mencuri pandangan ke arah Randi, memperhatikan ketika kakak sepupunya itu fokus menyetir tanpa keanehan apa pun. Randi, "..." Seberapa besar pun usahanya untuk mengabaikan, sangat sulit baginya untuk tidak mengetahui tatapan diam-diam yang dilemparkan Laras ke arahnya. "Kenapa menatapku?" Laras yang berpikir dia berhasil mengambil pandangan diam-diam tanpa ketahuan merasa terkejut, "Kamu tahu?" tanyanya kaget. Randi tertawa kecil, "Tentu saja, kamu akan menatapku setiap lima detik, sulit bagiku untuk mengabaikannya." Mendengar ucapan Randi, Laras merasa bahwa dia masih harus melatih teknik menatap diam-diam miliknya. "Tidak ada, aku hanya ingin melihatmu. Apakah kamu masalah dengan itu?" kata Laras tampak menantang, tidak merasa ada yang salah dengan tindakannya. Randi mengangkat alisnya, menghentikan mobil di lampu merah dan menoleh ke arah Laras. "Tentu saja tidak, kamu bisa menatapku sepuasmu. Tidak perlu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi," katanya dengan senyum lembut. Melihat tatapan dan senyuman kakak sepupunya, Laras mengerutkan kening. "Oh oke," katanya langsung mengalihkan pandangannya ke jendela. Setelah sampai di depan rumah, Laras membuka pintu mobil dan ingin keluar. Namun gerakannya berhenti ketika melihat Randi tetap duduk diam di tanpa niat mematikan mesin mobil. "Kamu tidak ikut masuk?" tanyanya. Randi menggelengkan kepalanya pelan, melirik ke arah jam tangannya untuk melihat waktu. "Aku ada kegiatan setelah ini, kamu masuklah ke dalam dan jangan lupa makan." Ketika tidak ada respons dari adik sepupunya, Randi mengangkat alisnya. "Ada apa?" "Randi, serius aku heran." Laras akhirnya tidak tahan lagi, dan bertanya langsung kepada kakak sepupunya tentang pikirannya, "Apakah kamu benar-benar menyukaiku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD