031. Lama Menunggu

1090 Words
"Kamu mau kemana lagi?" tanya Randi dengan tenang, menatap ke arah adik sepupunya yang berdiri di dekatnya dengan tangan terulur memegang ujung kemejanya. Laras menggelengkan kepala, "Kampus ini sangat luas. Aku tidak ingin keliling lagi. Bawa aku ke asramamu, aku mau istirahat." "Aku tinggal di asrama pria," kata Randi. Laras memutar matanya, "Tentu saja aku tahu, akan aneh jika kamu tinggal di asrama wanita." Randi tertawa kecil ketika mendengar ucapan asal adik sepupunya itu, dia mengulurkan tangannya ingin mengusap kepala Laras namun dengan lincah dihindari. "Jangan membuat rambutku berantakan," kata Laras kesal. Dia sengaja berdandan rapi agar terlihat baik dan cantik di depan mahasiswa yang kuliah di sini, tetapi Randi selalu saja ingin mengacaukan kepalanya setiap saat. "Wanita tidak boleh masuk ke asrama pria," kata Randi, mencoba untuk menjelaskan kepada adiknya itu. Namun Laras tidak begitu memedulikan hal yang harus atau tidak harus dilakukan. Dia mengernyit, merasa bahwa ucapan Randi sama sekali tidak masuk akal. "Emang kenapa, aku sudah sering masuk ke kamarmu, kenapa aku tidak boleh masuk ke kamar asramamu? Apa lagi tentangmu yang tidak bisa aku lihat?" Rena batuk dengan keras, tersedak oleh kata-kata tanpa berpikir oleh Laras. "Tidakkah kamu melihat di mana kita berada sebelum kamu bicara omong kosong?" bisiknya dengan penuh penekanan kepada Laras. Laras melihat sekitar. Mereka saat ini berada di taman depan kampus, ada banyak mahasiswa yang berlalu lalang namun tidak begitu dekat sehingga dapat mendengar obrolan mereka. Paling banyak yang bisa mendengarkan omong kosongnya hanya mereka saja. Tatapan Laras tertuju pada Fito yang masih orang asing di pikirannya dan segera mengalihkannya. Meski Fito orang asing, tetapi orang itu adalah teman Randi, jadi tidak masalah sama sekali. "Kamu merepotkan," kata Laras pada Rena, dia tidak suka dirinya dilarang-larang melakukan sesuatu, membuatnya merasa dijerat. Rena ingin sekali menabok kepala Laras, tetapi mengingat persahabatan yang telah berjalan selama bertahun-tahun, dia membuang niatnya itu dan hanya berdiri sembari makan keripik dengan tenang. "Makan Kak," tawarnya pada Fito dengan nada canggung, merasa malu dengan fakta bahwa Laras yang suka mengatakan sesuatu yang aneh merupakan temannya. Fito melirik bungkusan keripik di tangan Rena dan menolak sembari tersenyum ramah. "Ini berbeda," kata Randi, "kamarku hanya milikku, kamar asrama ditempati empat orang. Tidak baik untukmu masuk ke sana." Kemudian dia menunjuk ke satu arah, "Istirahatlah di sana, aku akan membelikan minuman untukmu." Laras menoleh, melihat bahwa tempat yang ditunjuk Randi merupakan sebuah meja santai yang dilindungi oleh payung besar, tampak sangat tenang dan adem. Meski dia kesal tidak dapat pergi ke asrama Randi, namun Laras juga tidak begitu tidak masuk akal. Jadi dia mengangguk, dengan mengangkat kepalanya angkuh, dia berjalan ke meja tersebut. Rena meringis melihat tingkah gadis itu, dia dengan santai mengikuti Laras dari jarak dua meter, ingin berpura-pura tidak mengenali gadis itu. Namun Laras sama sekali tidak mengetahui pikiran Rena, dia menoleh dan berdecak tidak sabar. "Kenapa kamu berjalan sangat lambat? Apakah kamu reinkarnasi dari siput? Cepat kemari," desaknya. "Iya, iya," kata Rena, mulai menambah kecepatan langkahnya dan duduk bersama Laras di tempat yang teduh. "Kamu berhenti bicara omong kosong di luar, jangan buat orang lain merasa pusing karenamu." Rena segera menceramahi Laras setelah hanya mereka berdua yang tersisa. Laras memutar matanya, menyingkirkan beberapa lembar daun yang ada di atas meja, dia melirik ke arah Randi dan Fito yang menuju ke kedai minuman sekilas sebelum menatap ke arah Rena. "Orang lain itu kan hanya Fito, biarkan saja. Lagi pula dia temannya Randi, dia harus terbiasa dengan semua hal di sekitar Randi." "Kamu susah dibilangi," kata Rena dan akhirnya memilih untuk makan keripiknya yang renyah. Laras juga tidak peduli, dia mengejek dengan gerakan bibirnya dan sibuk bermain dengan ponselnya. Telah sepuluh menit berlalu, Randi tidak juga datang yang membuat gadis itu mulai gelisah. Laras mengangkat kepalanya dari layar ponsel, menoleh ke kanan kiri untuk mencari sosok kakak sepupunya itu. "Dimana sih mereka, beli minuman kayak pergi beli rumah saja," gerutunya. "Baru sepuluh menit juga," gumam Rena, namun juga mengangkat kepalanya untuk melihat sekitar. Lalu dia menunjuk ke satu titik, "Itu di sana," katanya memberitahu. Laras menoleh, mengikuti petunjuk Laras, dia melihat Randi dan Fito berdiri dengan membawa kantong plastik yang diyakini berisi minuman kini sedang dihadang oleh seorang gadis. Mereka tampaknya sedang membahas sesuatu melihat betapa seriusnya raut wajah yang mereka tampilkan. Mata Laras segera menyipit, dia tidak mengalihkan pandangannya dan terus menatap ke arah itu. "Siapa gadis itu?" tanyanya dengan curiga. Rena tidak terlalu peduli, "Teman kali," katanya. "Tidak mungkin!" Laras memukul meja dengan kedua telapak tangannya, membuat Rena tersentak dan hampir tersedak keripik yang sedang ditelannya. Sebelum Rena sempat mengomentari sikap Laras, dia melihat gadis itu telah berdiri dan berlari menuju ke arah Randi dan Fito berada. "Hei!" panggil Rena. Karena khawatir Laras membuat masalah atau mungkin saja karena rasa penasaran akan hal yang akan terjadi, Rena bangkit untuk mengejar temannya itu. "Randi, aku menunggu lama!" ucap Laras setelah mendekati Randi, dia menatap waspada pada gadis yang kini berhadapan dengan kakak sepupunya itu. Tatapan Laras segera memindai sosok gadis itu. Rambut terurai lurus, kacamata merah muda, anting-anting jenis giwang, make-up natural, pakaian blus kuning dengan rok lurus berwarna putih di atas lutut, lalu sepatu putih dengan hak sekitar 7 senti. Wajah gadis itu kecil, dengan senyum yang memiliki lesung pipi, matanya sedikit runcing di pinggir namun tidak terlihat begitu tajam karena dilunakkan oleh senyuman. Setelah selesai memindai sosok gadis itu, Laras entah bagaimana merasa krisis. Dia menoleh dan menatap Randi dengan tatapan penuh kebencian. Menghadapi tatapan Laras, Randi berpikir gadis itu marah karena dia telah membuatnya menunggu lama. Pemuda itu tersenyum tak berdaya dan menatap gadis di depannya yang merupakan rekan satu organisasinya. "Aku harus pergi sekarang, hal itu akan kita bahas lain kali," katanya. Gadis itu mengangguk, melirik ke arah Laras dan berbalik untuk pergi setelah mengungkapan senyum bersahabat. "Apakah kamu sangat haus? Ada antri panjang di kedai jadi aku harus menunggu beberapa saat." Randi menjelaskan kepada Laras. Laras tersenyum sinis, "Oh antri, aku pikir kamu hanya betah berbicara dengan seorang gadis." Setelah itu dia berbalik dan berjalan dengan angkuh kembali ke tempat duduk sebelumnya. Randi mengernyit, langsung berjalan untuk mengejar Laras. Ingin menenangkan emosi yang meluap-luap gadis itu. Rena melihat kedua insan bersepupu itu, kemudian dia menoleh dan mendapati Fito yang sepertinya juga merasakan kebingungan yang sama dengannya. Entah bagaimana Rena merasa memiliki teman untuk merasa pusing bersama, dia tersenyum canggung yang dibalas dengan senyum canggung juga oleh Fito. "Maklumi saja tentang Laras," kata Rena dengan wajah kaku. Fito mengangguk, "Ya." "..." Rena menunjuk ke arah Laras dan Randi, "Ayo ke sana juga." "Ya, mari ke sana." Fito mengangguk lagi. Mereka berdua dengan canggung berjalan beriringan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD