034. Memberi Harapan

1328 Words
Laras menatap lurus ke arah kakak sepupunya, dia menyipitkan mata dengan curiga sebelum akhirnya bertanya, "Kamu darimana? Kenapa jalan kaki? Apakah mobilmu mogok? Sudah kubilang ganti mobil saja, bayangkan sudah lebih dua tahun dan kamu masih memakai mobil itu." Randi duduk di hadapan Laras, dia melihat dengan hati-hati raut wajah gadis itu dan menyadari suasana hatinya buruk lagi. "Dari cari bahan untuk tugas, lebih nyaman jalan kaki, mobilku baik-baik saja," jawabnya dengan tenang semua pertanyaan Laras. Setelah itu barulah dia bertanya balik, "Kamu kenapa? Apakah ada yang membuatmu marah lagi?" "Kamu," kata Laras ketus. Gadis itu memutar matanya, melirik ke arah seorang gadis asing yang duduk di antara mereka, memberi isyarat yang jelas kepada Randi. "Melihat semua tindakanmu, aku benar-benar yakin bahwa kamu tidak—" Sebelum Laras menyelesaikan ucapannya, Rena buru-buru menyumbat mulut penuh kosong temannya itu dengan kentang goreng. Dia langsung mengeluarkan senyum ramah kepada yang lain, "Tidak ada apa-apa sana sekali," katanya, lalu menoleh ke arah Laras dan melotot. "Belajarlah untuk tenang," tegurnya pelan berupa bisikan yang tegas. "Apaan sih," Laras mengunyah kentang di mulutnya dan menelannya, meski dia kesal, dia dengan patuh tidak lagi mengatakan hal tersebut. Ini adalah waktu yang pas untuk makan siang sehingga kafe terasa ramai oleh pengunjung yang datang pergi. Ada suara lagu yang tenang diputar di speaker, mengalun dan membuat menciptakan suasana yang nyaman dalam kafe. Dengan begitu banyak pengunjung, tak terelakkan ada banyak kebisingan samar yang terdengar di setiap sudut. Rena telah memanggil pelayan, meminta Randi, Fito, dan gadis yang tidak dikenalnya untuk memesan makanan. Dia juga dengan senyum ramah terus mengobrol dengan mereka, mengungkapkan karakternya yang mudah bersahabat. "Ah, jadi nama kakak adalah Amelia?" kata Rena, tersenyum ketika dia mengangguk pelan. Amelia juga tersenyum, lesung pipih di pipi kirinya segera terlihat yang membuatnya terasa manis. "Iya, kalian siapa Randi?" "Orang terdekatnya," jawab Laras ketus. Rena langsung menyenggol lengan Laras dengan sikunya untuk memberi isyarat agar temannya itu diam. Lalu menatap ke arah Amelia dengan pandangan penyesalan, "Jangan pedulikan apa yang dia katakan, dia memang seperti ini." Kemudian dia menjawab pertanyaan yang sebelumnya diajukan Amelia, "Ya, kurang lebih dia orang terdekat Kak Randi, aku bukan siapa-siapa." Mengambil fakta bahwa Randi saat ini berada di toilet, Rena bekerjasama dengan omong kosong Laras. Namun ketika pemuda itu kembali, dia segera mengatakan hal yang benar dan jujur kembali. "Kalian kenapa ada di sini?" Fito kali ini yang bicara. Karena telah beberapa kali bertemu, kurang lebih mereka bisa dianggap sebagai kenalan yang lebih akrab daripada Amelia. Rena tidak bisa mengandalkan Laras untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan santai ini, jadi dia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. "Baru saja beli buku di toko depan, karena sudah siang, jadi kami singgah makan dulu. Kalau kalian bagaimana? Bahan apa yang ingin kalian beli? Jika aku tahu sesuatu, aku mungkin bisa membantu." "Tidak perlu," kata Amelia dengan senyum tipis, "kami telah menemukannya." Rena mengangguk, ketika pelayan datang ke meja mereka untuk mengantar makanan, saat itulah dia merasa lega. Dia dari tadi ingin memakan makanan di depan matanya, hanya saja tidak sopan makan ketika orang lain tidak memiliki makanan. "Kak Fito sudah mentraktir kami sebelumnya, biarkan kami yang gantian mentraktir kali ini," kata Rena dengan senyum candaan. Dia sama sekali tidak takut untuk berkata seperti itu, selama ada Laras, maka urusan yang bukanlah hal yang patut dikhawatirkan. Mereka berlima makan dengan damai dan tenang. Sesekali akan ada obrolan santai atau lepas. Kebanyakan obrolan itu ialah Amelia membahas sesuatu dengan Rena. Laras bukanlah tipe orang yang mudah berinteraksi dengan orang lain. Terlebih lagi jika dia memiliki kesan buruk kepada orang lain, dia akan enggan untuk bahkan hanya sekadar tersenyum untuk orang tersebut. "Oh iya Randi, Minggu depan kamu ikut, kan?" tanya Amelia tiba-tiba kepada Randi. Laras segera mengangkat pandangannya, matanya tajam mengamati reaksi Randi ketika seorang gadis asing mengajaknya mengobrol. Randi mengangkat kepalanya ketika mendengar pertanyaan Amelia, namun perhatiannya tertuju pada tatapan yang diberikan oleh adik sepupunya. Dia mengangkat alisnya sebagai bentuk pertanyaan kepada Laras sembari menjawab pertanyaan yang diajukan Amelia, "Ya, mereka memanggilku." "Itu bagus, kebetulan aku juga akan ikut. Itu agak meresahkan karena aku ditunjuk sebagai MC. Aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa nanti, lagi pula kenapa mereka menunjukku." Amelia berkata dengan frustrasi, tampak sangat pusing dan tidak tahu harus melakukan apa. Laras memutar matanya, dia ingin mengatakan kalau tidak mau ya jangan setuju, namun tatapan peringatan Rena menghentikan suaranya. Dia akhirnya hanya mengobrol dengan Randi saja, "Pergi kemana? Ketika ada acara kamu tidak lagi mengajakku," katanya dengan nada cemberut, menatap Randi dengan tatapan menuduh. "Festival musik, kamu ingin datang?" tanya Randi. "Ya, aku akan datang dengan Rena." Laras menjawab langsung tanpa berpikir sama sekali. Itu membuat Rena menghentikan tindakan makannya, dia menoleh ke samping menatap datar ke arah temannya yang memutuskan sesuatu seenaknya tanpa berunding dulu kepadanya. "Apakah aku setuju?" tanyanya dengan hampa. "Ya, kamu setuju," jawab Laras tidak begitu peduli. Rena ingin sekali menggerutu kepada Laras, tetapi mengingat ada orang lain di sini, dia mengurungkan niatnya itu untuk menjaga citra baiknya. "Acaranya nanti malam Minggu, aku akan menjemputmu." Randi mengangguk, menyetujui ucapan Laras begitu saja. Merasa puas, Laras akhirnya tersenyum. Dia melirik ke arah Amelia dengan angkuh, memperhatikan wajah dan fashion gadis itu dengan teliti. Dia berpikir bahwa nanti di acara Festival Musik, dia akan berdandan sangat cantik dan biarkan gadis-gadis seperti mereka sadar bahwa mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan oleh seorang Laras Filandari! Karena Randi memiliki urusan, dia tidak tinggal lama setelah makan. Randi, Fito, dan Amelia pergi begitu saja setelah mengatakan beberapa kata lagi, tampaknya benar-benar disibukkan oleh tugas. "Nah, lihatlah dia. Aku yakin dia tidak menyukaiku," kata Laras dengan cemberut. Rena melirik ke samping dengan malas, "Hal aneh apa lagi yang singgah di otakmu? Bagaimana kamu bisa berpikiran seperti itu?" Laras melirik ke jendela, menatap ke sosok tiga orang yang berjalan menjauh. "Jika dia menyukaiku, dia pasti akan tinggal lama di sini bersamaku. Tetapi nyatanya dia pergi begitu saja dengan gadis lain." "Mereka pergi untuk mengerjakan tugas. Dan juga apakah kamu melupakan keberadaan Kak Fito? Kenapa selalu menganggap Kak Randi jalan berduaan dengan Kak Amelia?" Rena menggelengkan kepalanya, meminum jus di depannya sembari memberikan tatapan lelah kepada temannya itu. Laras sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Fito yang menurutnya tidak penting. Dia hanya peduli dengan apa yang pikirannya analisis dari pengamatan matanya. "Jadi tugas kuliahnya lebih penting dari orang yang disukainya?" Dia bertanya dengan nada retoris, tidak merasa aneh dengan kata-kata yang baru saja dia keluarkan. Namun tidak begitu dengan Rena. Gadis itu menurunkan sedotan dari bibirnya, menatap dengan curiga kepada Laras. "Serius deh Laras, aku makin heran sama kamu. Jelas-jelas kamu yang tidak suka fakta bahwa Kak Randi menyukaimu, tetapi kenapa sekarang kamu seolah tidak suka bahwa Kak Randi tidak menunjukkan perasaannya untukmu?" "Omong kosong!" elak Laras langsung, tidak ingin dituduh asal oleh Rena begitu saja. "Oh, itu omong kosong? Lalu kalau begitu, abaikan saja perasaan Kak Randi, anggap seperti tidak pernah ada. Bukankah itu mudah? Lagi pula itu yang kamu inginkan," kata Rena dengan santai, jari-jarinya bergerak mengaduk jus di depannya dengan sedotan. Laras mengernyit, dia menoleh untuk menatap senyum main-main yang dikeluarkan temannya itu. "Kenapa kamu menyebalkan sih?" katanya dengan kesal. "Mengacalah, kamu akan menemukan bahwa kamu yang lebih menyebalkan. Tindakanmu seolah kamu memberi harapan kepada orang lain, namun nyatanya kamulah yang tidak menginginkan perasaan itu. Jika aku Kak Randi, aku mungkin akan meremasmu jadi bola," kata Rena, nadanya sedikit gemas ketika berbicara, dia benar-benar memiliki keinginan untuk meremas temannya itu. Mendengarnya, Laras tertawa sinis, "Nyatanya kamu bukan Randi. Randi tidak akan menyakitiku, dia bahkan tidak akan mengatakan hal buruk di depanku dan membebaskan apa pun yang ingin aku lakukan." Tindakan Laras bisa dikatakan sombong dan pamer, Rena berdecak lidah karenanya. Apa yang dikatakan Laras tidaklah salah, Rena juga sedikit menyalahkan Randi yang terlalu memanjakan gadis itu sehingga menjadi melonjak seperti ini. "Terserah kamu, ayo ke mal." Rena menghabiskan minumannya, bangkit berdiri untuk menuju ke kasir untuk membayar tagihan. Melihat punggung sahabatnya, Laras sedikit merenung akan kata-kata Rena sebelumnya. Dia berpikir lama, namun segera menyerah karena tidak dapat menemukan jawabannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD