035. Festival Musik

1384 Words
Ketika malam Minggu, Laras memakai sepatu hak tingginya dengan hati-hati. Dia berdiri tegak di depan cermin dan tersenyum senang melihat sosok gadis cantik di depannya. "Kamu sangat cantik," ujarnya. Kemudian dia terkikik, "Ya, aku memang cantik," jawabnya. Rena yang ada di belakangnya menatapnya dengan pandangan aneh, meski banyak orang mengakui kecantikan Laras, tetapi menjadi terlalu narsis juga terlihat sangat menyebalkan. "Ayo turun, mobil Kak Randi sudah datang," desaknya, menarik lengan Laras agar pindah segera dari depan cermin. "Iya, iya, pelan-pelan saja kenapa sih," kata Laras kesal, dia melepaskan tangan Rena darinya dan mulai menata gaunnya dengan hati-hati. Kemudian kedua gadis itu berjalan keluar rumah, menuju ke arah mobil yang diparkir di depan teras halaman rumah. Laras sedikit menyipitkan mata, membuka pintu hati-hati dan melirik siapa yang menjemput mereka. Ketika dia melihat sosok Randi dan buka Fito, dia tersenyum lebar, langsung masuk dan duduk di depan. "Randi lihat aku, apakah aku terlihat cantik atau sangat cantik?" tanya Laras dengan senyum lebar, terkikik karena pertanyaan absurd yang diajukan. Randi menoleh untuk melihat sosok cantik adik sepupunya, dia tersenyum dan menjawab dengan jujur. "Sangat cantik," katanya. "Pantas saja kamu menyukaiku, itu pasti karena kecantikanku." Laras berkata dengan jelas, meraih cermin dari tasnya dan menatap lurus wajahnya yang mulus dan menarik. Mendengar kata-kata Laras, Randi mengangkat alisnya, menatap adik sepupunya itu sekilas sebelum mulai menyetir menuju ke kampusnya. Di belakang, Rena telah lelah dan terlalu malas untuk meladeni omong kosong Laras. Dia sudah berulang kali memperingati gadis itu, tetapi karena tidak mau menurut, maka Rena lepas tangan. Rena hanya menyesalkan bahwa dia tidak membawa keripiknya, sekarang dia ingin makan sesuatu yang renyah namun hanya bisa menelan ludah. Setelah mobil berhenti di tempat parkir, ketiga orang tersebut keluar. Meski di malam hari, kampus saat ini sangat ramai dan musik yang keras terdengar bahkan sampai di tempat parkir. Beberapa orang datang menggunakan baju terindah mereka, tampaknya memiliki pemikiran yang sama dengan Laras untuk menjadi yang terbaik dalam acara ini. "Laras, kamu duluan saja dengan Kak Randi. Aku mau ke minimarket beli keripik dulu," kata Rena ketika melihat minimarket terbuka saat ini. Laras mengangguk, "Jangan lama," pesannya. Rena hanya mengiyakannya, pergi segera menuju ke minimarket untuk memborong keripik dari berbagai olahan untuk menghapus rasa rindunya pada makanan ringan tipis yang renyah itu. "Ayo masuk," kata Randi. Laras mengangguk, dia saat ini mengenakan gaun berwarna biru laut, gaun baru miliknya yang dikirimi ibunya untuknya. Laras sangat suka gaun ini dan tidak ingin memakainya untuk kegiatan sederhana. Namun demi menunjukkan penampilan sempurnanya, dia harus melepaskan gaun ini untuk dipertunjukkan ke mata setiap orang. Gadis itu berputar senang membuat gaunnya mengemban dan layu, kemudian dia terkikik, meraih lengan Randi dan berjalan bersama kakak sepupunya itu. Randi melirik tangan yang mengaitkan lengan kirinya, namun dia tetap diam membiarkan adik sepupunya itu bersenang-senang. "Randi, tidakkah kamu berpikir kita seperti pasangan?" kata Laras sembari tersenyum lebar. Dia tiba-tiba saja teringat ketika dia datang di perjamuan malam ketika diajak oleh ibunya. Di perjamuan itu beberapa wanita mengaitkan tangannya ke lengan pasangannya seperti yang dia lakukan kepada Randi. Angin malam saat ini berhembus dingin, namun gadis itu yang terbungkus balutan tipis gaun tidak merasa kedinginan sama sekali. Antusias dalam hatinya memanaskan tubuh dan jiwanya, membuatnya tidak sabar untuk pergi ke tempat acara terkonsentrasi untuk menunjukkan penampilannya. Terkadang Randi tidak mengerti apa maksud dari kata-kata Laras. Dia bahkan penasaran, ingin mengetahui apa pikiran gadis itu ketika berbicara asal seperti tadi. Namun pemuda itu tetap diam, membiarkan keingintahuannya lenyap begitu saja dan membebaskan Laras untuk melakukan dan mengatakan apa pun yang dia inginkan. "Apakah kamu tidak kedinginan?" tanya Randi ketika angin malam menerpa wajahnya. "Tidak," jawab Laras langsung, tatapannya dengan waspada tertuju pada Randi. Mengikuti pengalaman sebelumnya, ketika Laras mengakui dia merasa dingin, maka Randi akan mencari jaket atau sejenisnya untuk dipakainya. Jelas saja Laras tidak mau! Dia dengan sengaja berdandan cantik dan bahkan memakai baju yang disimpannya untuk waktu lama, jadi dia tidak ingin Randi melapisi tubuhnya dengan jaket apa pun yang menutupi gaun indahnya. Randi sangat paham dengan pemikiran adik sepupunya kali ini. Dia hanya bisa menghela napas, dan mengusap kepala gadis keras kepala itu. Tindakannya membuat Laras melotot marah, "Tolong Randi, untuk sehari ini saja jangan merusak rambutku dulu. Aku memakan waktu lama untuk memperbaikinya!" Randi tertawa, merasa reaksi Laras sangat lucu. Pemuda itu tampaknya ingin terus menggodanya, jadi dia mengulurkan tangan kali ini untuk mencubit pipi Laras. "Randi! Jika kamu terus menggerakkan tanganmu, aku akan benar-benar marah!" Laras melotot tajam ke arah Randi, merasa kesal dengan keusilan dari kakak sepupunya itu. "Baiklah, aku tidak akan menggerakkan tanganku lagi," kata Randi yang akhirnya menyerah. Dia membawa gadis itu ke gedung aula tempat acara diselenggarakan. Ketika keduanya masuk ke dalam, beberapa pasang mata tertuju pada mereka baik secara diam-diam maupun langsung. Sosok Randi di kampus lumayan terkenal, meski seorang mahasiswa semester satu, Randi sangat aktif dalam organisasinya dan juga digosipkan akan menjadi ketua himpunan selanjutnya. Dengan penampilannya yang tampan dan juga sering mendapatkan pujian dari berbagai dosen, Randi cukup terkenal dan banyak didekati oleh mahasiswa lainnya. "Siapa gadis itu?" "Sepertinya pacar Randi?" "Serius? Astaga kenapa pria tampan tidak bisa jomblo sebentar saja." "Kalau dia jomblo, kamu juga tidak akan mendapatkannya, menyerah lah." "Pacarnya juga cantik." "Ya, mereka sepadan." "Nah, untung aku menghentikanmu menembak Randi, lihatlah tipe ceweknya, kamu tidak akan berhasil." Suara-suara bising terdengar samar di sekitar. Memperhatikan tatapan orang-orang tertuju padanya, Laras merasa sangat puas. Dia mengangkat pandangannya ke atas, berjalan dengan langkah angkuh dan menawan yang membuatnya sangat berkharisma. Randi memperhatikan tindakan dan perilaku gadis itu. Dia merasa bahwa adik sepupunya menjadi semakin lucu sehingga senyuman terbentuk di bibirnya. "Sangat banyak orang," kata Laras. Dia tidak terlalu suka berkumpul dan berdesakan dengan orang lain. Jadi kata-katanya merupakan kode isyarat yang harus dipahami oleh Randi. Untungnya Randi telah bersama gadis ini untuk waktu yang lama sehingga kurang lebih paham dengan isi pemikiran Laras. Dia membawa gadis itu ke tempat yang lumayan sepi, menyediakan tempat duduk dan menemani Laras sembari menunggu acara dimulai. "Apakah kamu ingin minum atau makan sesuatu?" tanya Randi. Laras mengangguk, "Aku ingin minum, lebih baik jika kamu memberiku minuman dalam gelas kaca. Untuk membuat penampilan lebih berkharisma, akan lebih baik jika dia memegang gelas yang memiliki tangkai, membuat penampilan angkuhnya terasa sehingga orang lain lebih segan dan iri padanya. Mengenai syarat yang diinginkan Laras, Randi melihat sekeliling, tidak ada minuman disediakan. Dia menatap ke penampilan angkuh adik sepupunya dan menghela napas tak berdaya. "Tunggu sebentar," katanya sebelum berbalik pergi. Laras menatap ke arah punggung kakak sepupunya, tidak mengerti kemana dia akan pergi. Namun karena Randi memintanya untuk menunggu, maka Laras akan menunggu dengan terpaksa. Beberapa orang dengan penasaran menatap ke arah Laras, namun gadis itu tetap menampilkan sosok yang tenang tanpa terganggu oleh tatapan yang diberikan setiap orang padanya. Lagi pula Laras telah terbiasa di bawah pandangan orang lain. Dengan ketenaran keluarganya, di setiap dia menghadiri perjamuan, orang-orang selalu menatapnya dan ingin mengambil hatinya. Dan juga di sekolah, Laras selalu tampil cantik dan menawan, tidak ada satu pun murid yang tidak mengetahui namanya di sekolah. Jadi untuk tatapan yang bahkan tidak ada apa-apanya itu, daripada gelisah, Laras malah menikmatinya. Dalam hati, gadis itu tertawa keras, berpikir bahwa ini hal normal untuk setiap orang penasaran dan ingin terus melihatnya. Dia bahkan terus mendesak dalam hati agar orang lain tidak mengalihkan pandangan darinya. Tak lama Randi kembali dengan membawa minuman di gelas kaca bertangkai tinggi. Itu adalah jus stroberi, berada di dalam kaca membuat jus yang tampak biasa saja menjadi lebih menarik. Laras tersenyum, meraih gelas tersebut dari Randi. Jari-jarinya yang panjang dan ramping menahan gelas, dia dengan sangat perlahan mendekatkan mulut gelas ke bibirnya, menyesap sedikit sebelum menarik gelas menjauh. "Enak?" tanya Randi. Laras mengangguk, dia tersenyum puas. "Sangat enak," katanya jujur. Dia ingin meminum langsung banyak, namun itu akan merusak citra menawan yang dibentuknya. Jadi dia menahan diri dan menyesap sedikit demi sedikit di setiap waktu. Melihat gadis itu tersenyum, Randi juga ikut tersenyum. "Sebentar aku mungkin harus pergi ke belakang panggung, kamu harus tetap tenang di sini." "Hah? Kenapa? Kamu tidak ingin menemaniku?" tanya Laras dengan kening berkerut, dia menatap Randi dengan tidak puas. Ingin sekali dia berteriak ini adalah bukti bahwa Randi tidak menyukainya. "Di pertengahan acara, aku harus naik untuk tampil sebentar. Hanya sebentar," kata Randi dengan tenang, berbicara dengan baik agar Laras tidak salah paham dan marah. "Tampil?" Laras mengerjap bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD