018. Ketahuan

1206 Words
Tangan Rena terulur ke dalam bungkus keripik namun tak ada lagi yang tersisa, hanya tinggal serpihan kecil. Dia menghabiskan semuanya dan menghela napas ketika melihat pintu depan gedung di depan mereka masih belum memperlihatkan sosok yang akrab. "Kita akan terus tungguin?" tanya Rena dengan lelah. Mereka baru saja pulang sekolah, telah belajar dari pagi hingga sore, dan sekarang mereka harus berjongkok di belakang sebuah pohon untuk menunggu Randi keluar dari lab. Rena entah bagaimana tiba-tiba merasa menyesal untuk ikut, dia hanya ingin mandi dan tidur, lalu makan dengan nikmat. Jangankan Rena, Laras pun merasa lelah. Dia menggerakkan kakinya dengan gelisah, merasa lelah namun enggan untuk menyerah. "Ya, kita terus tunggu," katanya dengan cemberut, antusiasnya yang sedari tadi telah lenyap sudah. "Emang habis lihat Kak Randi, kita mau ngapain coba? Seolah kamu akan menyapanya saja," Rena menghela napas panjang, dia meremas kemasan keripik di tangannya menjadi bola. "Keripikku pun sudah habis," lanjutnya, melempar kemasan keripik itu tepat ke tempat sampah yang tak jauh dari mereka. Lalu dia mengambil satu bungkus keripik dari tas sekolahnya dan lanjut makan sembari menemani Laras menunggu. "Apakah kamu tidak bosan selalu makan keripik?" tanya Laras dengan ekspresi jijik, bukan dia yang makan, namun dia merasa eneg melihat Rena terus memakan hal yang sama tanpa bosan. "Tidak," jawab Rena tanpa berpikir sama sekali, "keripik ini adalah cinta sejatiku, jangan ngawur kamu." Laras mendelik jijik, dia memutar matanya namun segera menemukan target baru saja keluar drai pintu. "Randi, itu Randi!" Laras menepuk lengan Rena dengan heboh, menunjuk ke pintu gedung lab yang kini memiliki seorang pemuda keluar dengan tenang. Rena mengulurkan tangan, menarik Laras yang heboh agar bersembunyi di balik pohon. Laras sendiri pun menyadari kesalahannya dan dengan waspada patuh bersembunyi, takut ketahuan oleh Randi. "Setelah ini kamu mau langsung ke asrama?" tanya seorang teman kepada Randi. Randi mengangguk tenang, tangannya terangkat untuk melihat ponselnya. Ketika layar dihidupkan, dia sedikit mengernyit ketika tidak menerima notif apa pun yang selalu muncul di beranda kunci layar. Dia sengaja mengaktifkan mode senyap agar dia tidak mengetahui ketika Laras menelepon, dan biasanya gadis itu akan langsung mengirim pesan spam kepadanya. Namun hari ini, Laras sama sekali belum menelepon dan bahkan mengirim pesan kepadanya. Ini adalah apa yang diinginkannya, menjauh dari Laras hingga gadis itu tidak lagi bergantung padanya, dan dia juga sedikit demi sedikit merelakan perasaannya. Namun ketika semua terwujud, Randi tidak merasakan kepuasan apa pun. Terdengar sangat kontradiksi. Randi menurunkan tangannya, berjalan menuju ke asramanya tanpa perubahan raut wajah. Dua gadis yang bersembunyi di balik pohon segera muncul. Laras berdecak lidah, melihat sosok kakak sepupunya, dia berkata dengan penuh keyakinan, "Kamu tadi lihat, kan? Dia melihat ponselnya dan tampak sangat fokus. Aku yakin dia sedang menunggu pesan dari orang yang disukainya, itu pasti!" "Mungkin saja melihat waktu," kata Rena dengan santai, memakan keripik dan melihat ke punggung Randi tanpa minat. Laras menatap Rena seolah dia sedang melihat orang bodoh, "Dia punya jam tangan, menurutmu apa lagi yang bisa dilakukannya dengan melihat ponsel selain menunggu pesan orang yang disukainya?" Rena memasukkan keripik ke dalam mulut Laras, "Laras Filandari kita hidup di zaman modern saat ini, apakah menurutmu ponsel berfungsi hanya mengirim dan menerima pesan?" Dia kemudian mengeluarkan ponselnya sendiri dan menunjukkan ke arah Laras, "Nah lihat ponselku, aku terus menunggu notif kapan orang lain salah ngirim duit ke akunku." "Apaan sih," Laras mendorong ponsel Rena menjauh darinya. Dia menatap punggung tegak kakak sepupunya dan menarik Rena untuk berjalan. "Ayo ikuti dia, aku yakin dia pasti akan bertemu seorang gadis saat ini." "Bukankah kamu dengar tadi dia mau langsung ke asrama?" Rena berjalan ogah-ogahan pada tarikan Laras. Dia hanya ingin tidur dan melumpuhkan semua anggota tubuhnya, namun tampaknya Laras menjadi salah satu penghalang dirinya untuk bersantai dan menenangkan diri. Langkah Laras sangat berhati-hati dnegan tatapan waspada ke arah Randi, takut kakak sepupunya itu akan berbalik tiba-tiba dan menemukan mereka berdua. "Jangan pernah percaya pria, dia sudah membohongiku berulang kali, jadi tidak mudah baginya membohongi orang lain." Rena hanya diam dan berjalan dengan pandangan berkeliaran di sekitar. Saat ini telah pukul lima sore, cahaya matahari menjadi keemasan sejuk, hanya menyisakan sedikit kehangatan yang hampir tidak terasa. Telah banyak mahasiswa keluar dan pulang ke rumah mereka, namun masih banyak juga yang berkeliaran di sekitar. Universitas B memiliki daya tampung mahasiswa hingga mencapai 600 ribu yang merupakan kampus terluas di negara ini dan terbaik setelah Universitas D. Jurusannya pun banyak yang memberi para murid lulusan pilihan untuk menentukan jurusan seusai minat mereka. Banyak orang dari luar kota dan bahkan dalam kota berlomba-lomba untuk masuk ke kampus ini, namun karena tingginya standar nilai ujian masuk, banyak yang menyerah sendirinya dan banyak juga yang gagal. Laras memukul lengan Rena dengan keras, membuat temannya tersentak dan menatapnya tajam. "Lihat, apa aku bilang, dia tidak langsung ke asrama." Laras dengan sangat antusias menunjuk ke depan, di mana Randi berbelok ke arah berlawanan dari jalan menuju gedung asrama. Rena melihatnya dan mengangguk pelan, "Ya, mungkin saja dia ingin singgah sebentar ke sesuatu tempat." Mata Laras menyipit curiga, "Mungkin saja dia akan bertemu dengan seorang gadis, aku yakin aku tidak salah." Rena menatap ke arah Laras yang memiliki mata berapi-api, dia akhirnya hanya mengangkat dagunya. "Lihat, itu ada minimarket di sana," katanya malas. "Mereka ketemuan di minimarket?" Laras bertanya dengan sedikit bingung. Meski tidak sekaya keluarganya, keluarga Randi juga cukup berada bahkan memiliki tanah sebagai investasi masa depan di mana-mana dan membuka beberapa usaha sederhana. Tetapi kenapa bisa kakaknya itu malah kencan di minimarket? "Apa Randi kekurangan uang untuk kencan?" "Uhuk uhuk," Rena tersedak ketika ingin menelan keripik saat mendengar ucapan Laras. Dia menoleh dan menatap Laras dengan tatapan tak percaya, "Kak Randi kekurangan uang? Apa kamu gila?" Laras mengerutkan kening, dia menunjuk ke depan. "Lalu kenapa dia kencan di minimarket?" katanya seolah apa yang dia katakan itu adalah hal yang pasti. "Apakah kita sudah memastikan dia akan kencan? Imajinasimu terlalu kaya, kenapa kamu tidak jadi penulis novel saja?" Rena berdecak lidah dengan kepala yang menggeleng pelan. "Aku sudah memastikannya," kata Laras ketus. "Ayo masuk dan lihat siapa gadis yang menyebalkan itu," dia menarik lengan Rena untuk masuk ke minimarket. "Menyebalkan?" Rena berjalan mengikuti Laras, namun dia memiliki kebingungan di wajahnya. Minimarket di kampus sedikit lebih luas dari minimarket pada umumnya. Untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang tinggal di asrama, terjual lengkap kebutuhan umum sehari-hari. Rak-rak tinggi berjajar rapi, memudahkan pengintaian Laras dan Rena. Dari belakang, mereka mengikuti Randi ketika pemuda itu berkeliling mencari sesuatu dan meletakkannya di keranjang belanja. Rena berulang kali mengatakan bahwa telah terbukti Randi hanya ingin belanja, namun Laras masih kekeuh yakin bahwa Randi akan bertemu dengan seseorang. "Tidak usah banyak bicara, ayo ikuti saja terus." Laras menghentikan Rena yang baru saja akan berbicara lagi. Dia melotot marah dan terus mengikuti Randi dengan langkah hati-hati dan tatapan waspada. Mereka berdua tidak tahu bahwa sikap mereka yang seolah berhati-hati itu terlihat mencolok dan menarik perhatian beberapa orang, sangat sulit bagi Randi untuk tidak mengetahuinya. Randi berdiri di depan lemari dingin yang berisi berbagai minuman. Di kaca transparan kulkas, Randi dapat melihat bayangan dua gadis di belakangnya. Dia dengan tenang membuka pintu kulkas dan mengambil minuman lalu menutupnya dan lanjut berjalan. Randi berusaha keras untuk bekerja sama dengan kekonyolan Laras, berpura-pura tidak menemukan kehadiran adik sepupunya itu agar gadis itu puas dan merasa telah berhasil bersembunyi darinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD