019. Album Foto

1117 Words
"Nah sekarang kamu puas?" tanya Rena dengan malas, dia bersedekap d**a menatap ke arah Laras. Saat ini Randi telah membeli semua yang diinginkannya di minimarket dan keluar begitu saja setelah membayar. Tidak ada penampakan seorang gadis pun yang dekat dengan Randi. Walaupun ada, hanya beberapa mahasiswi yang kebetulan lewat dan menyapanya. Tidak terlihat sama sekali bahwa pemuda itu sedang jatuh cinta. Laras mengerutkan bibirnya, dia sangat yakin bahwa Randi telah jatuh cinta dengan seseorang, namun tidak ada bukti sama sekali selain postingan yang kata Randi hanya perbuatan usil seseorang. Mereka mengikuti Randi sampai pemuda tersebut sampai di gedung asramanya, tidak ada lagi kemungkinan bisa bertemu dengan seorang gadis. Mau tidak mau Laras harus menyerah dan mengaku kalah pada Rena. Kedua gadis itu berjalan berdampingan menuju gerbang utama universitas B, sebelum pulang mereka singgah ke kafe untuk makan terlebih dahulu. "Aku sudah pesan taksi, ayo pulang." Rena menarik Laras yang telah tanpa jiwa untuk keluar dari kafe. Mereka menunggu sebentar sebelum sebuah mobil berhenti di depan mereka. Dalam perjalanan pulang, Laras melamun menatap keluar jendela dengan pikiran yang mulai berkelabatan. "Jangan mikir yang aneh-aneh," kata Rena, dia menatap ke arah temannya yang sedikit merepotkan itu. Melihat Laras tidak menanggapi kata-katanya, Rena mengangkat bahunya dan juga sibuk dengan urusannya sendiri. Rumah Rena yang terlebih dahulu dilewati, jadi dia keluar dari mobil setelah memperingati Laras berulang kali. Itu membuat Laras memutar matanya kesal, merasa bahwa Rena lebih berisik daripada orang tua kandungnya sendiri. Setelah sampai ke rumah sendiri, Laras membuang dirinya di atas tempat tidur, sedikit mengantuk sehingga dia menguap. Matanya secara bertahap tertutup dengan napas yang teroganisir teratur. Ketika matanya hampir tertutup sempurna, Laras segera terduduk dengan mata terbuka lebar melawan rasa kantuk yang luar biasa menghampirinya. Dia bergerak cepat, berganti bajunya dengan acak dan langsung berlari keluar rumah menuju ke rumah tetangga. Saat ini Rani sedang mengatur untuk makan malam, dia sedikit terkejut dengan kedatangan keponakannya tiba-tiba. "Laras? Ada apa?" tanyanya dengan satu tangan memegang piring. Laras menggelengkan kepala, "Aku ingin ke kamar Randi, ada sesuatu yang mau aku cari." Setelah dia mengatakan itu, dia langsung pergi begitu saja dengan santai dan tanpa beban seolah rumah ibu adalah rumah pribadinya. Rani pun tak mempermasalahkannya, dari kecil Laras selalu akrab dengan Randi dan sering ke kamar kakak sepupunya untuk mengganggu ketika Randi sedang belajar atau mengajak bermain, jadi ada beberapa kali Laras meninggalkan barang miliknya di kamar Randi. "Kalau kamu sudah selesai, keluar dan makan bersama," kata Rani sebelum Laras menghilang sepenuhnya. Laras berlari dengan cepat dan gesit, menjawab ucapan Rani tanpa menoleh ke belakang, "Aku sudah makan." Dia masuk ke kamar Randi, langsung menutup pintu dan menguncinya. Setelah itu dia menghela napas lega dan mulai terkikik geli. Tatapannya menjadi licik dengan senyum jahat yang khas ketika ingin melakukan perbuatan buruk. Dia menggosok kedua telapak tangannya bersamaan, melihat sekeliling dengan mata menyipit. "Pasti ada bukti meski hanya sedikit bahwa Randi memiliki pasangan," katanya sembari tertawa jahat. Dia sendiri merasa bangga dengan dirinya yang hebat dan memiliki banyak akal, bahkan mulai merasa bahwa dia sangat pintar karena dapat memikirkan hal ini. Kemudian dia seolah memikirkan sesuatu dan tersentak, "Oh iya, kalung yang pernah aku berikan! Jika Randi memiliki orang dia sukai, kalung itu pasti dan hilang dan tidak ditemukan lagi disini." Saat Laras mengatakan itu, dia mulai berjalan ke meja belajar Randi dan membuka laci sesuai dengan ingatannya di mana Randi meletakkan kalung pemberiannya terakhir kalinya. Seperti yang dia duga, kalung tersebut hilang! Tidak ada lagi. Laras mengobrak abrik laci meja kakak sepupunya. Yang tadinya tertata rapi kini menjadi berantakan dan teracak, namun dia tidak memiliki kepedulian sama sekali dan terus memberantakan ruangan seseorang. Lagi pula Randi selalu memaklumi dirinya, membuat Laras menjadi semakin berbuat semena-mena tanpa beban. Ketika memastikan bahwa kalung itu benar-benar tidak ada, Laras akhirnya menyerah. Dia berdecak lidah, tidak diketahui bagaimana harus berekspresi. "Benarkan, pasti kalung itu sudah diberikan ke pacarnya," gumamnya dengan nada kesal. Laras mendengus keras, dia kemudian mulai memeriksa ke laci lainnya, berusaha untuk terus menemukan bukti tentang siapa gadis yang disukai Randi. Gadis itu biasanya sangat pemalas dan bahkan enggan menggerakkan satu jari saja, tetapi ada kalanya dia menjadi antusias dan semangat. Seperti saat ini, demi mendapatkan bukti keberadaan kekasih gelap kakaknya, Laras mengabaikan kantuk yang menghantuinya dan dengan lincah bergerak ke sana kemari membuka setiap laci di kamar Randi. Tangan Laras berhenti ketika dia melihat sebuah album foto di laci nakas samping tempat tidur. Itu adalah album foto berwarna biru pudar, yang sangat familiar. Dia telah melihat album ini berkali-kali ketika dia masih kecil, di dalamnya ada banyak foto masa kecil mereka. Hanya saja setelah di remaja, dia tidak lagi melihat album foto ini. Lagi pula dia telah melihatnya berulang, itu sangat membosankan jika dia terus membuka dan melihat hal yang sama berulang kali. Sekarang telah lama dia belum melihat isi album biru itu, membuat Laras sedikit rindu dan nostalgia. Gadis remaja itu tersenyum, meraih album dan duduk di pinggir tempat tidur dengan santai. Tangannya membelai album dengan corak daun, dengan perlahan membuka album. Foto pertama adalah fotonya dengan Randi ketika mereka masih berumur 4 dan 5 tahun. Di dalam foto tersebut mereka berdua sedang ada di taman hiburan dengan Laras menangis menunjuk sesuatu dan Randi memegang tangan Laras yang satunya dengan wajah batu. Laras tertawa keras ketika melihatnya, menertawakan dirinya yang menangis dengan ingus keluar dan menertawakan wajah Randi yang dari kecil sangat kaku. Dia meraih ponselnya mengambil foto dari album tersebut dan mempostingnya di akun media sosialnya. Kemudian dia membuka lembaran selanjutnya, seolah dirinya kembali ke waktu masa lalu yang bahagia tanpa beban pikiran, Laras mulai menjelajahi kenangan. Kadang kala dia tersenyum dan tertawa, kadang kala juga dia hampir menangis. Dia hampir menangis karena dia melihat bahwa ada juga foto keluarga lengkapnya di dalam album ini. Di mana masih ada ibu dan ayah, serta kakak di sekitarnya. Ketika kedua orang tuanya masih bersama. Laras memperhatikan senyuman dirinya sendiri saat kecil sangat lebar, saat itu tidak pernah terpikir oleh Laras bahwa keluarga empat orang miliknya akan berceceran di tempat berbeda. Tangannya mengelus foto itu, kemudian dia kembali lembaran selanjutnya, kembali menikmati foto-foto yang telah dipasang ke dalam album. Sebagian besar foto milik Laras, bahkan ada beberapa foto yang Laras tidak tahu kapan hal tersebut diambil. Laras tersenyum kembali, melihat gambar dirinya ketika memakai seragam sekolah menengah atas, sepertinya foto itu diambil ketika dia baru masuk SMA. Dalam foto tersebut cahaya matahari yang cerah serta sudut kamera sangat mendukung sehingga Laras sendiri mengagumi kecantikannya. Dia membuka perekat dan meraih foto itu, memperhatikannya dan terus mengangguk. Ya, dirinya memang sangat cantik. Dia akan mengembalikannya foto kembali untuk direkatkan, namun tangannya berhenti ketika melihat sederet tulisan di belakang foto. Matanya menyipit untuk membaca tulisan tersebut, lambat laun senyuman di wajahnya menyebar dan menghilang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD