055. Apakah Kamu Sakit Hati?

1077 Words
Randi mengerutkan keningnya, melihat adik sepupunya makan dengan wajah ogah-ogahan. "Ada apa? Makanannya tidak enak?" Dia bertanya dengan tidak yakin. Laras dengan wajah penuh sakit hati menatap makanan di depannya. Bagaimana mungkin tidak enak? Randi selalu sengaja membawa makanan kesukaannya, membuat Laras makan banyak tanpa dia sadari. Dan Laras sangat yakin itu adalah salah satu alasan berat badannya bertambah! Memikirkan berat badannya yang tercemari, hatinya menjadi sakit lagi. Terlebih lagi melihat makanan di depannya yang harus dia hindari, Laras merasa ingin menangis saat ini juga. "Katakan Randi, apakah kamu punya dendam tertentu padaku?" Gadis itu menyipitkan matanya, menatap curiga ke arah kakak sepupunya. Saat ini siang hari, tepat Laras baru saja pulang sekolah. Gadis itu bahkan terlalu malas mengganti seragam sekolahnya dan langsung makan ketika melihat Randi membawa makanan ke rumah. Di sekolah sebelumnya, Laras telah menghindari makan makanan berat dan hanya menemani Rena memakan keripik. Dia bahkan tidak berani makan roti. Itu benar-benar siksaan untuk perut Laras. "Dendam apa?" Randi gagal menemukan arti dalam kata-kata adik sepupunya itu. Namun mengingat betapa uniknya pola pikir Laras, dia masih dengan tenang bertanya. Laras mengerucutkan bibirnya, menatap makanan di depannya dengan helaan napas panjang. "Berat badanku telah bertambah dan kamu terus menggodaku untuk makan banyak. Aku curiga ini balasan karena aku telah mengejek perasaanmu sebelumnya," dia bergumam pelan, mengungkapkan ketidakpuasannya secara langsung tanpa hambatan. "Tidak ada yang seperti itu," banyak Randi, menggelengkan kepalanya dan mengulurkan tangan untuk mengacak rambut Laras. Sore ini dia memiliki kelas, jadi dia tidak terus mengawasi Laras. Setelah memastikan adik sepupunya itu makan dengan patuh meski tidak menghabiskan lauk pauk seperti sebelumnya, namun sudah cukup untuk mengenyangkan perut. "Aku akan kembali ke kampus," kata Randi, bangkit berdiri untuk mengatur peralatan makan. Laras mengangguk, menatap gerakan lincah kakak sepupunya. Gadis itu bangkit berdiri dan berjalan mengikuti Randi ke dapur, mengikuti setiap langkah kaki kakak sepupunya. "Secepat itu? Kenapa? Temani saja aku di sini, kamu juga bisa membuat tugasmu di sini." Laras berbicara dengan tergesa-gesa, berusaha membuat kakak sepupunya tetap tinggal. Randi tersenyum geli, menatap gadis lincah itu dan hanya bisa menjawab, "Aku masuk kelas sebentar. Nanti malam kalau aku punya waktu, aku akan datang menemanimu." "Sungguh? Janji?" Mata Laras berbinar, dia sangat suka ketika ada seseorang menemaninya di rumah. Randi mengangguk, "Aku juga akan membelikan kue untukmu nanti." Laras mengangguk cepat, namun seketika ingat bahwa dia dalam periode diet, segera raut wajahnya tampak sedang tersiksa, seolah masuk dalam dilema yang dalam. "Aku sedang diet!" "Oke, makan sedikit kalau begitu," kata Randi. Laras memikirkannya dan merasa itu hal yang bagus. Setelah mobil kakak sepupunya pergi meninggalkan pekarangan rumahnya, Laras masuk ke dalam rumahnya dengan cemberut. Dia berbaring di sofa, memutar televisi dan menaikkan volume hingga suara dari elektronik terdengar lantang memenuhi ruangan. Gadis itu bahkan tidak melirik televisi yang menyiarkan sebuah acara dengan semangat, tatapan gadis tersebut tertuju pada layar ponsel, menjelajahi media sosial dengan posisi malas. Tak tahu kapan tepatnya, mata gadis itu tertutup rapat dengan ponsel yang telah lepas dari genggamannya dan jatuh ke karpet berbulu di bawah sofa. Televisi masih dengan setiap menyala menyiarkan sebuah reality show dengan penuh tawa yang menggelegar memecahkan suasana sepi dan sunyi di rumah besar ini. Ketika Laras terbangun lagi, dia melihat televisi telah berganti acara. Dengan wajah mengantuk, dia meraba dengan tangannya untuk mencari ponselnya. Meski ada jam dinding dalam ruangan itu, Laras masih dengan nyaman melihat waktu dari layar ponselnya. Setidaknya dia tidak perlu berpikir di angka mana jarum menunjuk dan hanya melihat angka-angka yang pasti dalam layar ponselnya. Sudah sore dan dia bahkan belum mengganti seragam sekolahnya. Laras sangat malas bergerak, namun dia merasa jijik dengan tubuhnya yang lengket dan hanya bisa berusaha menggerakkan dirinya agar bangkit dan mandi. Suara air terdengar untuk setengah jam sebelum gadis tersebut keluar dari kamar mandi dengan menggunakan piyama kain katun. Suara musik terdengar dalam ruang kamar, Laras sembari merawat wajahnya menyandingkan lirik yang sama dengan lagu yang sedang diputar. Suara gadis itu rendah dan lembut, berbeda dengan ketika dia berbicara dengan nada kasar dan agresif, ketika bernyanyi, suaranya menjadi sangat nyaman dan tenang. Sekali-sekali Laras akan lupa lirik dan hanya menyenandungkan nada tanpa lirik. Sudah pukul 8 malam namun Randi belum juga datang, Laras duduk di karpet bulu dengan punggung bersandar di kaki sofa. Dia menonton televisi yang kini menampilkan film romantis yang dia temukan secara acak. Awalnya Laras hanya menonton sembari menunggu kedatangan kakak sepupunya dengan ekspresi tanpa minat. Namun semakin berjalannya film, dia menjadi semakin tertarik dan fokus pada alur cerita. Itu adalah cerita dua sahabat yang selalu bersama, ketika besar salah satu dari mereka jatuh cinta dan yang satunya menyimpan rasa untuk sahabatnya. Cerita cinta segitiga yang sangat klise, berakhir dengan kedua sahabat saling mengutarakan rasa dan akhirnya bersama. Laras termenung ketika film telah berakhir, layar telah penuh dengan nama-nama orang yang berkaitan dengan film tersebut. Dia bahkan tidak menyadari bahwa seseorang telah berada di sisinya saat ini. "Apakah kamu lapar sekarang?" Laras mengangguk dengan cemberut, "Sangat lapar," jawabnya langsung. Ketika dia menyadari, dia segera menoleh dan melihat kakak sepupunya. "Kamu terlambat!" serunya penuh keluhan. "Maaf, aku harus menyelesaikan tugasku sebelum datang." Randi dengan mudah mengakui kesalahannya. Di tangannya ada rantang makanan yang telah dia siapkan untuk adik sepupunya itu. "Aku akan memanaskan makanan untukmu dulu," katanya sebelum berjalan ke dapur. Laras segera bangkit, mengabaikan televisi yang masih menyala dan segera mengikuti kakak sepupunya ke dapur. "Randi, aku baru saja menonton film," katanya. Randi menoleh sedikit untuk melirik ke belakang, senyum tampak muncul di matanya melihat sikap adik sepupunya yang mengekorinya dengan ceria. Sama seperti ketika mereka masih kecil, dari dulu Laras sangat suka mengikuti d belakangnya. "Film apa?" tanya Randi kooperatif. Randi bergerak mengambil wadah makanan dan berjalan dari satu tempat ke tempat lain, lebih familiar dengan tatanan dapur melebihi Laras sang pemilik rumah itu sendiri. "Film romantis, itu sangat bagus." Laras tidak menunggu kakak sepupunya menjawab sebelum berbicara tentang film tersebut. "Ceritanya dua anak yang tumbuh bersama dan selalu bersama. Ketika mereka besar mereka mengalami lika liku rumitnya cinta. Yang satu menyukai teman sekelasnya dan yang lainnya menyimpan rasa diam-diam untuk yang lain. Yang menyimpan rasa diam-diam selalu bertingkah mendukung sahabatnya untuk menyukai orang lain meski dia sendiri sakit hati." Randi mendengarkan dalam diam, terus menggerakkan tangannya tanpa memotong adiknya itu bercerita. "Pertanyaannya, Randi ketika aku mengejar Kevin, apakah kamu juga sakit hati?" Pertanyaan mendadak itu keluar tanpa aba-aba, bahkan Randi belum sempat mencerna isi film tersebut sebelum pertanyaan mengejutkan datang. Dia berbalik dan bertemu sepasang mata yang lebar, menunggu jawabannya dengan sangat hati-hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD